fbpx

Vapoter

Le comité spécial restreint sur la santé doit être indépendant de l'influence du ministère de la santé

KUALA LUMPUR, 15e juin 2023 – Le Consumer Choice Center (CCC) demande un calendrier clair pour le processus du Comité spécial spécial sur la santé pour examiner le projet de loi 2023 sur le contrôle des produits du tabac pour la santé publique afin de garantir que le processus peut être effectué de manière approfondie et holistique.

Le représentant du Malaysian Consumer Choice Center, Tarmizi Anuwar, a déclaré : « Un calendrier clair doit être annoncé par le gouvernement pour permettre au Comité spécial sur la santé de mener une étude détaillée et holistique dans la préparation d'un rapport de rétroaction au contrôle du tabagisme. Product for Public Health Bill 2023. Il est important de veiller à ce que ce comité dispose de suffisamment de temps pour préparer son rapport.

En attendant, Tarmizi a exhorté le gouvernement à accorder la priorité à la réglementation de l'industrie de la vape qui a longtemps opéré dans la zone grise. 

« La réglementation de l'industrie de la vape doit être la priorité absolue du gouvernement. Dans l'intervalle, pendant que le comité spécial sur la santé examine le projet de loi de 2023 sur le contrôle des produits du tabac pour la santé publique, le gouvernement peut envisager d'étendre les législations existantes pour inclure le vapotage. C'est encore plus vital maintenant que la nicotine a été exemptée de la loi sur les poisons.

« À long terme, des efforts doivent être faits pour distinguer la vape du tabac. Ce sont deux produits très différents et qui fonctionnent de manière complètement différente. Alors que le tabac cause un nombre annuel de décès de huit millions de personnes chaque année, il a été scientifiquement prouvé que la vape est 95% moins nocive que le tabac et l'aide à l'arrêt la plus efficace », a-t-il déclaré.

Tarmizi a également exhorté le comité à organiser des séances d'engagement supplémentaires avec les parties prenantes particulièrement touchées, en particulier les consommateurs. Impliquant également des experts de divers domaines.

"Sur la base de la déclaration d'impact réglementaire publiée par le gouvernement néo-zélandais, lors du processus de proposition de plan d'action Aotearoa 2025 sans fumée, 5 200 personnes et organisations ont été impliquées par le biais de méthodes en face à face ou par écrit. Cependant, le ministère de la Santé n'a organisé qu'environ 70 séances d'engagement sans révéler le nombre de personnes et d'organisations impliquées », a-t-il déclaré.

"Cet engagement doit également impliquer des experts de divers domaines qui ne sont pas limités à un seul point de vue mais doivent inclure une variété d'opinions car le problème de la cigarette est un problème complexe et nécessite une solution globale. Parmi eux, Tun Zaki, qui est l'ancien juge en chef, a un jour abordé la question de la liberté individuelle dans la mise en œuvre de la fin de partie générationnelle.

Élaborant sur le rôle du Comité spécial restreint sur la santé, Tarmizi a déclaré que le ministère de la Santé doit veiller à ce que le comité soit libre de l'influence du ministère de la Santé et jouisse d'une autonomie dans l'exercice de ses responsabilités.

« Le ministère doit s'assurer que le comité restreint spécial dispose d'une autonomie dans la réalisation de ses études sans aucune ingérence du ministère. Ceci est important pour s'assurer que les membres du comité sont en mesure de s'acquitter de leurs responsabilités sans aucun conflit d'intérêts du ministère de la Santé, comme cela s'est produit auparavant.

Le nouveau projet de loi GEG est trop prohibitif et nécessite un examen plus approfondi

KUALA LUMPUR, 30 e Mai 2023 - Le Consumer Choice Center (CCC) exhorte le gouvernement à reconsidérer sa décision de déposer le projet de loi de 2022 sur le contrôle des produits du tabac et du tabagisme, qui comprend une politique de fin de partie de génération (GEG) lors de la prochaine session parlementaire, car un examen plus approfondi doit être effectué sur ce matière qui implique les préférences des consommateurs. 

GEG trop sévère avec les vendeurs

Le représentant du Malaysian Consumer Choice Center, Tarmizi Anuwar, a déclaré : « Il est temps que le gouvernement arrête de dicter aux consommateurs ce qui peut être fait et ce qui ne peut pas être fait. Tous les consommateurs ont un intérêt fondamental à défendre les libertés individuelles et civiques. Par conséquent, ils devraient avoir le choix personnel de décider ce qui fonctionne pour eux sans intervention excessive. » 

"De plus, ce dont les consommateurs ont besoin, ce sont des réglementations intelligentes qui peuvent les protéger plutôt que de les restreindre, car des problèmes comme le tabagisme et le vapotage ont de multiples facettes."

Lire le texte complet ici 

Belajar dari Kebijakan Harm Reduction di Inggris untuk Mengurangi Jumlah Konsumsi Rokok

Industri vape atau rokok elektrik saat ini menjadi salah satu industri yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Saat ini, kita bisa dengan mudah menemukan berbagai orang yang menggunakan vape atau rokok elektrik dalam keseharian mereka, khususnya kita yang tinggal di kota-kota besar di seluruh Indonésie.

Pada tahun 2018 lalu misalnya, jumlah pengguna vape atau rokok elektrik di Indonesia adalah sebesar 1,2 juta. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, angka tersebut meningkat signifikan pada tahun 2020, menjadi 2,2 juta pengguna vape yang ada di Indonesia (vapemagz.co.id, 24/01/2021).

Semakin pesatnya industri vape yang ada di Indonesia ini juga tentunya membawa dampak terhadap perekonomian, salah satunya pembukaan lapangan kerja. Pada tahun 2022 kemarin misalnya, berdasarkan data dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), terdapat lebih dari 100 distributeur atau agen dan 200 produsen vape yang ada di Indonesia. Hal tersebut telah mampu menyerap sekitar 80.000 sampai dengan 100.000 tenaga kerja (liputan6.com, 13/06/2022).

Akan tetapi, tentunya tidak sedikit pihak-pihak yang memiliki kekhawatiran dan pandangan négatif terhadap semakin meningkatnya industri vape tersebut. Beberapa organisasi medis di Indonesia misalnya, meminta pemerintah untuk melarang peredaran vape karena dianggap sama berbahayanya dengan rokok konvensional yang dibakar. Tidak hanya itu, beberapa waktu lalu misalnya, Wakil Presiden Republik Indonesia, Maaruf Amin, juga menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik bisa dilarang bila terbukti berbahaya (cnnindonesia.com, 27/01/2023).

Padahal, sudah beberapa tahun yang lalu, lembaga kesehatan dari beberapa negara di dunia sudah mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Sangat penting dicatat bahwa, jauh lebih tidak berbahaya bukan berarti tidak ada bahayanya sama sekali. Bahaya tetap ada, tetapi jauh lebih kecil, dan oleh karena itu bisa digunakan sebagai produk alternatif.

Lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England (PHE) misalnya, pada tahun 2015 lalu, mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang 95% lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Untuk itu, Pemerintah Inggris menganjurkan konsumsi vape sebagai salah satu langkah yang bisa digunakan oleh warganya yang menjadi perokok, untuk membantu mereka menghentikan kebiasaan merokoknya yang sangat berbahaya bagi kesehatan (theguardian.com, 28/12/2018).

Pemerintah Inggris juga memberlakukan berbagai kebijakan yang ditujukan untuk membantu warganya berhenti merokok. Negara kerajaan tersebut sendiri memiliki jumlah perokok yang tidak sedikit. Pada tahun 2021 lalu misalnya, diestimasikan ada sekitar 6,6 juta populasi perokok aktif yang ada di Inggris, yang merupakan sekitar 13,3% dari populasi (ons.gov.uk, 6/12/2022).

Programme Ada beberapa yang dilaksanakan oleh pemerintah Inggris untuk menanggulangi kenaikan dan mengurangi jumlah populasi perokok aktif yang ada di negara tersebut. Salah satunya adalah, pada bulan April lalu, pemerintah Inggris mengumumkan akan mengesahkan program baru, yakni dengan memberikan alat vape bebas nikotin gratis kepada 1.000.000 perokok aktif yang ada di negara tersebut (filtermag.org, 13/4/2023).

Tidak hanya melalui pemberian alat vape gratis, pemerintah Inggris juga akan menyediakan program untuk mengubah kebiasaan para perokok untuk berhenti merokok dan beralih ke produk lain yang lebih aman. Programme ini sendiri rencananya akan dilaksanakan selama dua tahun, dan dikhususkan kepada komunitas-komunitas yang rentan terhadap adiksi rokok, seperti komunitas berpenghasilan rendah dan kelompok-kelompok marjinal.

Tujuan utama dari program ini sendiri adalah menjadikan Inggris sebagai negara dengan tingkat perokok yang sangat rendah. Angka yang menjadi programme cible dari ini sendiri adalah, jumlah populasi perokok di Inggris bisa mencapai di bawah 5% pada tahun 2030.

Langkah yang dilakukan oleh pemerintah Inggris ini tentu merupakan sesuatu yang sangat patut untuk diapresiasi, dan juga bisa dijadikan contoh kebijakan yang bisa diberlakukan oleh negara-negara lain, terutama negara-negara dengan jumlah perokok aktif yang tinggi. Indonésie sendiri, sebagai salah satu negara dengan jumlah perokok aktif tertinggi di dunia, justru sepertinya memberlakukan kebijakan yang terbalik dari apa yang dilakukan oleh Inggris terkait dengan kebijakan réduction des risques.

Pada akhir tahun lalu misalnya, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan cukai cairan vape di Indonesia sebesar 15%. Hal ini tentu niscaya akan meningkatkan harga rokok elektrik yang dijual di Indonesia, dan akan lebih sulit untuk menarik para konsumen, khususnya mereka yang masuk dalam kelompok menengah ke bawah yang mendominasi populasi perokok aktif yang ada di Indonesia.

Sebagai penutup, sebagai salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia, sudah seharusnya Indonésie memberlakukan kebijakan yang berfokus pada réduction des méfaits. Sehubungan dengan hal tersebut, langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah Inggris bisa menjadi salah satu contoh kebijakan yang bisa dijadikan acuan.

Publié à l'origine ici

Le gouvernement doit cesser de propager des mythes autour du vapotage pour empêcher la diffusion de fausses informations

KUALA LUMPUR, 25e Mai 2023 – Le Consumer Choice Center (CCC) demande au gouvernement de cesser d'émettre des mythes ou de fausses déclarations sur le fait que le vapotage est plus dangereux que la cigarette afin d'éviter les malentendus et la diffusion d'informations inexactes aux consommateurs et au public.

Le représentant du Malaysian Consumer Choice Center, Tarmizi Anuwar, a déclaré : « Il est temps que le gouvernement arrête de répandre des mythes ou de fausses informations sur le fait que le vapotage est censé être plus dangereux que les cigarettes. De nombreuses études scientifiques reconnues à l'échelle internationale ont conclu que passer complètement au vapotage offre d'importants avantages pour la santé au lieu de continuer à fumer.

En septembre 2022, les dernières recherches de l'Institute of Psychiatry, Psychology & Neuroscience (IoPPN) du King's College de Londres ont révélé que l'utilisation de produits de vapotage par rapport au tabagisme entraînait une réduction significative de l'exposition aux toxines qui favorisent le cancer, les maladies pulmonaires et cardiovasculaires. maladie.

En outre, Tarmizi a également déclaré que les allégations selon lesquelles le vapotage cause des maladies telles que EVALI et le poumon de pop-corn sont complètement trompeuses comme annoncé et qu'il doit y avoir une loi basée sur des faits et des études scientifiques pour réglementer immédiatement les produits de vapotage.

"Tellement de nouvelles trompeuses relient les e-cigarettes aux lésions pulmonaires connues sous le nom d'EVALI. Mais la cause profonde est l'abus de substances interdites contenant de l'acétate de vitamine E et non des produits de vapotage légaux.

« Une étude menée par Research Cancer UK indique que les e-cigarettes ne provoquent généralement pas de maladie pulmonaire connue sous le nom de poumon de pop-corn. À ce jour, aucun cas confirmé de poumon de pop-corn n'a été signalé chez des personnes utilisant des cigarettes électroniques ou des produits de vapotage.

« C'est pourquoi il est important que les faits et la science soient utilisés comme principaux moyens de formuler une législation visant à établir des normes de qualité et de sécurité pour le vapotage. Cela protège non seulement les consommateurs, mais garantit également que le vapotage est l'un des outils efficaces pour aider les gens à arrêter de fumer.

En ce qui concerne les soi-disant nombreux adolescents du monde entier qui deviennent dépendants de la nicotine et fument à cause du vapotage, Tarmizi pense qu'il n'y a pas de données pour étayer l'opinion selon laquelle ce problème se propage parmi les adolescents, mais estime que le vapotage des mineurs ne devrait pas être autorisé.

Récemment, le directeur du Center for Tobacco Products, Food and Drug Administration, le Dr Brian King, a déclaré que le vapotage n'est pas une porte d'entrée vers le tabagisme pour les adolescents. Il a déclaré que l'utilisation de cigarettes et de tabac sans fumée a diminué plus rapidement depuis 2012, lorsque l'utilisation des cigarettes électroniques a commencé à augmenter.

En outre, l'organisme de bienfaisance pour la santé qui vise à mettre fin aux dangers du tabac établi par le Royal College of Physicians, Action on Smoking and Health, déclare que le taux de tabagisme chez les jeunes est à son plus bas niveau au Royaume-Uni et que l'utilisation de l'électronique cigarettes chez les jeunes de 11 à 18 ans est rare.

« Cependant, les mineurs ne devraient pas être autorisés à vapoter. Afin d'éviter ou de réduire le risque que cela se produise, le gouvernement doit appliquer des restrictions d'âge par le biais de règles intelligentes telles que l'utilisation de la technologie moderne de vérification de l'âge pour les ventes en ligne », a-t-il conclu.

L'ARROGANCE DU GOUVERNEMENT DÉFIE LES FAITS SCIENTIFIQUES

Cela peut surprendre ceux qui ont besoin de se familiariser avec le fonctionnement de la politique en Hongrie. Pourtant, c'est comme si de rien n'était pour ceux qui connaissent la position du gouvernement sur les questions politiques.

Chaque fois que des députés de l'opposition soulèvent une question politique sensée, le gouvernement hongrois trouve un moyen soit de discréditer le député, soit d'écarter le sujet de la table, soit de complètement ignorer la question. Ce n'était pas différent lorsque László Lukács, le chef du groupe du parti Jobbik-Conservateurs, demandé le ministre de l'Intérieur une question sur la révision de la réglementation concernant les e-cigarettes. (Cela mérite peut-être un autre article sur ce que le ministre de l'Intérieur a à voir avec les questions de santé, mais la Hongrie n'a pas eu de ministère de la Santé depuis que le Fidesz a pris le pouvoir il y a 13 ans).

Le député Lukács s'est enquis de la possibilité de modifier la loi puisqu'elle est en vigueur depuis sept ans et que de nouvelles preuves scientifiques sont apparues dans de nombreux pays ; les gens ont connu des résultats positifs grâce à des législatures plus flexibles et au bon sens.

Mais c'est la Hongrie, où de nombreuses questions politiques se heurtent à l'arrogance des responsables gouvernementaux qui ne tiennent pas compte des faits et se concentrent uniquement sur l'humiliation de leurs collègues de l'opposition.

La réponse du secrétaire d'État a été relativement direct. Le gouvernement hongrois considère le vapotage comme nocif et n'envisage pas de modifier la législation actuelle : aucune considération, aucune ouverture à de nouvelles études, et aucun intérêt à se pencher sur les meilleures pratiques.

L'attitude du secrétaire d'Etat a choqué Michael Landl, le directeur du Alliance mondiale des vapoteurs (l'invité de notre podcastil y a quelques mois), qui a publié un communiqué de presse sur la déclaration officielle présentée par le gouvernement hongrois. Selon M. Landl, «Il est choquant que le gouvernement hongrois continue de pédaler sur des mythes usés et démystifiés sur le vapotage. Rétvári ignore systématiquement les preuves scientifiques prouvant les bienfaits du vapotage, sans parler de l'expérience de première main de millions de vapoteurs. Le vapotage est 95% moins nocif que fumer et une méthode plus efficace pour arrêter de fumer que les thérapies traditionnelles telles que la gomme et les patchs à la nicotine. L'approche hongroise du vapotage ne fera que coûter des vies. 

Le directeur de la WVA affirme également que til déclaration montre que la Hongrie ignore la science et diffuse des informations erronées sur le vapotage. Il dit que "Ce n'est pas bon signe pour la santé publique. Vapoter n'est pas la même chose que fumer et doit être traité différemment. Associer une alternative moins nocive au 95% au tabagisme empêchera des milliers de fumeurs d'arrêter.

Il convient de noter que le gouvernement hongrois ne tient pas compte des exemples suédois et britanniques montrant le succès de l'utilisation du vapotage comme outil de réduction des risques pour arrêter de fumer. Ces deux pays connaissent des taux de tabagisme et de maladies attribués au tabagisme record et offrent au monde de bons exemples de passage du tabagisme au vapotage. Cela tombe cependant dans l'oreille d'un sourd au sein du gouvernement prohibitionniste hongrois, qui défendrait probablement aussi la sorcellerie si ses intérêts l'exigeaient.

Publié à l'origine ici

Pentingnya Peneliti Indonésie Meneliti Kebijakan Harm Reduction di Negara Lain

Rokok elektrik, atau yang dikenal juga dengan nama vape, saat ini merupakan produk yang digunakan oleh banyak orang di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Kita, khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan, tentu sudah tidak asing lagi melihat penggunaan rokok elektrik di berbagai tempat.

Indonésie sendiri memiliki jumlah populasi pengguna vape yang tidak kecil. Tercatat pada tahun 2022 lalu misalnya, Indonésie memiliki sekitar 2,2 juta pengguna vape, di mana angka ini merupakan peningkatan sebesar 40% dari tahun 2021 (ekonomi.bisnis.com, 18/07/2022).

Jumlah pengguna di atas 2 juta orang tentu bukan merupakan angka yang kecil. Dengan besarnya jumlah pengguna vape tersebut, tentu ada alasan yang beragam yang membuat para konsumen untuk menggunakan produk tersebut. Mulai dari alasan financier, bahwa secara total biaya vape lebih murah dibandingkan rokok, hingga vape digunakan sebagai alat yang dapat membantu para penggunanya untuk mengurangi atau berhenti merokok.

Vape atau rokok elektrik sendiri memang sudah menjadi salah satu alat yang difungsikan untuk membantu para perokok untuk mengurangi hingga menghentikan kebiasaan merokoknya. Inggris misalnya, melalui National Health Service (NHS), telah merekomendasikan rokok elektrik sebagai alat untuk membantu para perokok untuk berhenti merokok (nhs.uk, 10/10/2022).

Di sisi lain, tidak sedikit pula pihak-pihak yang memiliki tanggapan négatif terhadap fenomena meningkatnya pengguna vape di Indonesia. Mereka yang memiliki sikap sangat kontra, umumnya berpandangan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang sangat berbahaya bagi kesehatan publik sehingga harus dilarang, atau setidaknya diregulasi secara sangat ketat.

Beberapa lembaga kesehatan dunia sendiri justru telah menyatakan bahwa rokok elektrik atau vape merupakan produk yang lebih aman dibandingkan rokok konvensional yang dibakar. Lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England, misalnya, pada tahun 2015 lalu, mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa vape merupakan produk yang 95% lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (theguardian.com, 28/12/2 018).

Itulah sebabnya, vape cukup sering digunakan sebagai alat untuk membantu kebijakan harm reduction dari rokok. Réduction des méfaits sendiri merupakan serangkaian kebijakan programme atau yang ditujukan untuk mengurangi dampak négatif dari penggunaan produk tertentu yang berbahaya, seperti rokok misalnya.

Menjadikan vape atau rokok elektrik sebagai alat untuk membantu program dan kebijakan harm reduction sendiri mungkin merupakan sesuatu yang belum terlalu akrab di telinga publik. Tidak bisa dipungkiri, salah satu penyebab utama dari hal ini adalah masih banyak pihak-pihak yang memiliki pandangan bahwa vape merupakan produk yang sama bahayanya, atau bahkan jauh lebih berbahaya, dari rokok konvensional yang dibakar.

Untuk itu, sangat penting bagi para peneliti dan juga para pembuat kebijakan untuk bekerja sama dan saling bertukar pengalaman dengan para peneliti dan juga pembuat kebijakan harm reduction di negara lain. Indonésie sendiri sebenarnya sudah memiliki potensi untuk melakukan hal tersebut.

Beberapa waktu lalu misalnya, ada peneliti asal Indonésie yang memaparkan penelitian mengenai pengurangan bahaya tembakau di sebuah konferensi di ibukota Philippine, Manille. Dalam konferensi tersebut, tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (FKG UNPAD) memaparkan mengenai penelitian mereka mengenai masalah tingkat merokok yang tinggi di Indonesia dan dampaknya terhadap kesehatan, khususnya terhadap kesehatan gigi dan mulut.

Dalam pemaparannya, tim FKG UNPAD menyatakan bahwa terdapat perbedaan profil risiko pengguna vape dan produk tembakau yang dipanaskan dengan rokok konvensional. Risiko vape dan tembakau yang dipanaskan terhadap kesehatan lebih rendah bila dibandingkan dengan rokok (tribunnews.com, 24/3/2023).

Selain itu, dipaparkan juga oleh tim tersebut bahwa produk vape dan tembakau yang dipanaskan memiliki peran potensial untuk membantu para perokok aktif untuk mengurangi kebiasaan merokoknya. Tidak hanya itu, tim dari FKG UNPAD tersebut juga melakukan studi yang mengevaluasi penggunaan vape dan tembakau yang dipanaskan secara jangka panjang, yang juga berkolaborasi dengan berbagai peneliti dari negara lain seperti Italia, Polandia, dan Moldova (tribunnews.com, 24/3/2023 ).

Adanya peran aktif para peneliti Indonesia di konferensi international dan juga kerja sama dengan peneliti dari negara lain tentu merupakan hal yang patut untuk diapresiasi dan didukung. Permasalahan kesehatan publik yang disebabkan oleh rokok tentu bukan hanya masalah besar yang melanda Indonésie, tetapi juga masalah besar yang dialami oleh banyak negara di dunia.

Sebagai penutup, rokok merupakan salah satu masalah kesehatan publik terbesar di Indonesia saat ini, mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok dewasa tertinggi di dunia. Melalui kerjasama dan kolaborasi penelitian tersebut, diharapkan akan tercipta ekosistem penelitian mengenai program dan kebijakan harm reduction yang lebih komprehensif, dan para peneliti dan pembuat kebijakan di Indonesia bisa saling belajar satu sama lain dan bertukar pengalaman dengan para peneliti dan pembuat kebijakan dari negara-negara lain .

Publié à l'origine ici

Le Royaume-Uni distribuera un million de kits de démarrage Vape aux fumeurs cherchant à arrêter

Le ministère de la Santé distribuera les kits dans le cadre d'une nouvelle campagne anti-tabac qui comprend des plans de répression des ventes illicites de vape. 

Alors que les groupes officiels de santé publique britanniques tels que Public Health England (PHE) et Action on Smoking and Health (ASH) continuent d'assurer qu'il y a pas d'épidémie de vapotage chez les adolescents tout en plaidant en faveur des bienfaits des vapes pour le sevrage tabagique, le Guardian vient de publier un article affirmant que le vapotage chez les adolescents est une « catastrophe de santé publique ».

"Je crains que nous ne somnambulions dans une catastrophe de santé publique avec une génération d'enfants accros à la nicotine", a déclaré le professeur Andrew Bush, médecin consultant en pneumologie pédiatrique aux hôpitaux Royal Brompton et Harefield, alors que cité par le Guardian. L'article poursuit en citant un certain nombre de parents qui expriment leurs inquiétudes concernant les habitudes de vapotage de leurs enfants.

Pendant ce temps, le Consumer Choice Center (CCC) a cité un rapport Action on Smoking and Health (ASH) de 2021, qui a examiné les comportements de vapotage chez les jeunes au Royaume-Uni et a constaté qu'une écrasante majorité (83%) d'adolescents et de préadolescents âgés de 11 ans et 18 ans, n'ont jamais essayé ni même entendu parler des cigarettes électroniques. Ce constat est constant depuis 2017.

Lire le texte complet ici

L'Illinois envisage une interdiction de la vape dans les espaces publics

La sénatrice d'État Julie Morrison s'est efforcée de mettre fin à consommation de tabac par les adolescents depuis son entrée à l'Assemblée générale. En 2019, elle a adopté une loi qui a porté à 21 ans la limite d'âge pour le tabagisme dans l'État. Et après avoir mené un travail considérable pour lutter contre le tabagisme, elle s'est tournée vers les vapes.

La loi actuelle de l'État sur l'Illinois sans fumée interdit de fumer en public et à moins de 15 pieds des entrées depuis 2007. Cependant, lorsque cette loi est entrée en vigueur, la plupart des gens utilisaient du tabac combustible, et maintenant Morrison aimerait l'étendre au vapotage via le projet de loi 1561 du Sénat. année, elle a également mis en place une mesure qui restreint commercialisation de produits de vapotageafin qu'il n'attire pas les mineurs.

Pendant ce temps, en 2022, le projet de loi du Sénat 3854 a été introduit d'interdire les produits aromatisés, y compris les dispositifs de vapotage au THC, les systèmes de chauffage sans combustion et les produits du tabac à chiquer. En réponse à ce projet de loi et conformément aux arguments des experts en réduction des méfaits du tabac, Elizabeth Hicks de l'analyste des affaires américaines du Consumer Choice Center, a déclaré que la promulgation d'une interdiction des saveurs pour les produits de vapotage ne ferait que ramener les anciens fumeurs à fumer.

Lire le texte complet ici

L'exemption de Vape Liquid with Nicotine of Poisons Act est un signe positif vers la réglementation sur les vapes

KUALA LUMPUR, le 30 mars 2023 – Le Consumer Choice Center (CCC) exprime sa
soutien au gouvernement dans sa décision d'exempter les liquides de vapotage contenant de la nicotine des poisons
Act, ajoutant que cela ouvrirait la voie à la réglementation des liquides de vapotage contenant de la nicotine
de manière appropriée au lieu d'être soumis à la loi sur les poisons qui ne convient pas au vapotage
des produits.
Tarmizi Anuwar, représentant du Malaysian Consumer Choice Center, déclare : « L'exemption de
les liquides à vapoter contenant de la nicotine issus de la loi sur les poisons doivent être complétés par
introduction de lois ou modifications de lois existantes pour permettre aux produits réglementés
de manière intelligente et cohérente. Sinon, les consommateurs continueront d'accéder uniquement aux services non réglementés
des produits."
Tarmizi a également déclaré qu'avec un cadre réglementaire intelligent, les vapoteurs auront accès à
produits conformes aux normes, ce qui est une pratique similaire dans d'autres pays qui
ont des réglementations sur les produits de vapotage.
"Les consommateurs malais ont accès à des produits non réglementés depuis de nombreuses années et un
la réforme est en retard. Il est important de s'assurer que les produits adhèrent à la qualité et à la sécurité fixées
normes pour protéger les consommateurs. En outre, des réglementations permettraient également de s'efforcer de
empêcher le vapotage des mineurs, ce qui pourrait être fait grâce à des règles intelligentes et à l'application de l'âge
restrictions dans les points de vente ainsi que l'utilisation de la technologie moderne de vérification de l'âge pour les achats en ligne
ventes."
"L'accès aux produits de vapotage réglementés incite également les fumeurs à passer à moins
alternative nocive. À l'échelle mondiale, de nombreux pays constatent une baisse des taux de tabagisme en raison de
vapotage et avec la réglementation, plus de fumeurs en Malaisie arrêteront de fumer et passeront à
produits de vapotage », a déclaré Tarmizi.

Sur l'idée d'introduire un Generational End Game (GEG) qui a été introduit dans la discussion
par l'ancien ministre de la Santé, Tarmizi estime qu'il est difficile à mettre en œuvre en Malaisie
et le gouvernement devrait établir un comité indépendant pour mener des études approfondies
ainsi que d'évaluer l'impact avant de prendre toute décision.

"C'est une grande décision à prendre dans le climat politique et économique actuel. En outre,
il y a de nombreux défis, y compris le problème d'un grand noir déjà existant
marché. Au lieu de se précipiter pour prendre cette décision, le gouvernement devrait établir un
comité complet comprenant des représentants locaux et internationaux indépendants de la santé publique
des experts, des économistes, des représentants des secteurs de la vente au détail et des organismes d'application pour évaluer
l'impact avant de prendre une décision. D'autres pays ont réussi à réduire
taux de tabagisme sans une « fin de partie » aussi lourde », a-t-il conclu.

Industri Vape dan Revisi Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2012

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, Indonésie merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok aktif terbanyak di dunia. Données de Berdasarkan dari Global Adult Tobacco Survey, pada tahun 2021 lalu misalnya, jumlah perokok dewasa di negara kita berjumlah sekitar 69,1 juta jiwa (sehatnegeriku.kemkes.go.id).

Angka ini tentu bukan jumlah yang sangat kecil. Jumlah perokok aktif yang besar di sebuah negara tentunya juga akan membawa berbagai masalah kesehatan publik yang besar seperti biaya kesehatan publik yang berpotensi besar akan membengkak yang disebabkan oleh berbagai penyakit kronis akibat konsumsi rokok.

Selain itu, yang mendapatkan penyakit kronis dari rokok tentunya juga bukan hanya mereka yang menjadi perokok aktif. Orang-orang yang tinggal dan berada di sekitar para perokok juga berpotensi dapat mengalami berbagai penyakit yang disebabkan oleh asap rokok yang mereka hisap, baik itu keluarga hingga masyarakat umum.

Untuk itu, jumlah tingginya populasi perokok di Indonesia bukan masalah yang kecil, dan harus dapat segera diselesaikan. Bila hal ini tidak diselesaikan, maka tentunya kesehatan publik masyarakat Indonésie bisa semakin terancam, dan juga akan semakin meningkatkan biaya kesehatan publik.

Harus diakui bahwa, permasalahan kesehatan yang disebabkan karena rokok tentu bukan hanya dialami oleh Indonésie saja, tetapi juga berbagai negara lain di seluruh dunia. Oleh karena itu, berbagai negara telah melakukan banyak upaya yang ditujukan untuk menanggulangi permasalahan tersebut, mulai dari peraturan yang membatasi peredaran produk-produk rokok secara ketat, hingga peraturan yang melarang total berbagai kegiatan produksi dan konsumsi rokok.

Indonésie sendiri sudah memiliki berbagai aturan yang ditujukan untuk mengurangi insentif seseorang untuk merokok, salah satunya adalah kebijakan cukai. Selain itu, beberapa tahun lalu misalnya, pemerintah Indonesia menerapkan aturan yang mewajibkan para produsen rokok untuk mencantumkan gambar yang menunjukkan dampak berbahaya dari konsumsi rokok terhadap kesehatan (antaranews.com, 20/06/2014).

Sehubungan dengan aturan tersebut, beberapa tahun lalu, Indonésie juga mengeluarkan regulasi untuk mengatur peredaran rokok di dalam negeri, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah (PP) n° 109 tahun 2012. Aturan tersebut mmeberikan serangkaian regulasi mengenai penjualan produk-produk rokorangan, seper rokorangan distributeur automatique de rokok melalui, serta kewajiban mencantumkan bahaya rokok dan juga pembatasan hanya boleh menjual maksimum 20 batang rokok par bungkus.

Adanya aturan tersebut tentu bisa dipahami mengingat tingginya jumlah perokok yang ada di Indonesia. Bila jumlah perokok ini semakin meningkat, maka tentunya hal tersebut akan semakin membahayakan kesehatan publik dan akan semakin membengkakkan biaya layanan kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah.

Terkait dengan peraturan tersebut, beberapa waktu lalu, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk merevisi PP tentang regulasi produk tembakau tersebut. Beberapa revisi dari aturan tersebut diantaranya adalah mengenai pelarangan iklan, promosi, memperbesar gambar peringatan dalam bungkus rokok, dan juga pelarangan bagi para penjual untuk menjual rokok secara batangan (cnnindonesia.com, 27/01/2023).

Tetapi, tidak hanya itu. Adanya revisi tersebut juga berpotensi akan menyamaratakan regulasi yang dikenakan kepada rokok konvensional yang dibakar, dengan rokok elektrik. Sebelumnya, vape, yang masuk dalam golongan produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) tidak termasuk dalam PP tersebut (ekonomi.bisnis.com, 28/7/2022).

Hal ini tentu merupakan perkembangan yang mengkhawatirkan. Bila vape atau rokok elektrik diregulasi dengan metode dan cara yang sama dengan rokok konvensional yang dibakar, maka tidak mustahil hal ini akan semakin mempersulit konsumen dalam mendapatkan produk vape. Dengan demikian, para perokok akan semakin sulit mendapatkan produk nikotin alternatif yang dapat membantu mereka mengurangi hingga menghentikan kebiasaan merokoknya.

Tidak hanya itu, wacana mengenai pelarangan vape di Indonesia juga merupakan hal yang semapt disampaikan oleh berbagai pihak di pemerintahan. Beberapa waktu lalu misalnya, Wakil Presiden Maaruf Amin mengatakan bahwa, bila vape atau rokok elektrik terbukti berbahaya, maka pasti akan dilarang oleh pemerintah (cnnindonesia.com, 27/01/2023).

Padahal, laporan yang dikeluarkan oleh lembaga kesehatan dari berbagai negara menunjukkan bahwa, vape atau rokok elektrik merupakan produk yang jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Pada tahun 2015 lalu misalnya, lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England (PHE), mengeluarkan laporan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang 95% jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (theguardian.com, 28/12/ 2018).

Tidak hanya itu, vape atau rokok elektrik juga terbukti merupakan produk yang dapat membantu para perokok untuk menghentikan kebiasaan merokoknya yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Vape atau rokok elektrik misalnya, merupakan produk yang dua kali lipat lebih efektif untuk membantu perokok untuk berhenti merokok dibandingkan dengan produk nikotin alternatif lainnya, seperti permen karet nikotin (nhs.uk, 2022),

Oleh karena itu, sangat penting bagi para pembuat kebijakan untuk juga melibatkan para konsumen dalam formulasi kebijakan tekait regulasi produk-produk tembakau, seperti vape dan rokok elektrik. Hal ini dikarenakan para konsumen itu lah yang akan paling merasakan dampak dari regulasi tersebut. Jangan sampai, kebijakan yang didasari pada niat baik, yakni untuk menanggulangi dampak négatif dari konsumsi rokok, menjadi sesuatu yang kontra produktif dan membawa dampak yang négatif terhadap kesehatan publik.

Publié à l'origine ici

proche
fr_FRFR