fbpx

Réduction des méfaits

Pentingnya Peran Pelaku Industri Vape untuk Mencegah Penyalahgunaan Produk

Rokok elektrik, yang dikenal juga dengan istilah vape, saat ini merupakan salah satu produk yang semakin banyak dikonsumsi oleh berbagai kalangan. Saat ini, khususnya kita yang tinggal di daerah perkotaan, bisa dengan mudah menemukan berbagai pengguna vape, dan juga pertokoan yang menjual berbagai produk rokok elektrik dengan segala variasinya.

Ada berbagai alasan mengapa vape atau rokok elektrik mengalami peningkatan konsumen. Beberapa diantaranya adalah variasi rasa rokok elektrik yang sangat beragam dibandingkan dengan rokok konvensional, harganya yang lebih murah, khususnya bagi perokok aktif yang biasanya mengkonsumsi rokok dalam jumlah besar, hingga kandungan vape yang jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar.

Tetapi di sisi lain, dengan semakin banyaknya pengguna rokok elektrik, tentu muncul berbagai penyalahgunaan terhadap produk vape yang ridak semestinya. Dan tidak jarang, berbagai penyalahgunaan tersebut juga menimbulkan korban. Misalnya, kejadian yang terjadi di Amerika Serikat beberapa waktu lalu, di mana ada beberapa pengguna vape yang meninggal setelah menggunakan produk vape palsu. Pemilik usaha vape palsu tersebut akhirnya segera ditangkap oleh pihak yang berwajib (npr.org, 9/10/2019).

Adanya produk vape ilegal, sama seperti produk-produk ilegal lainnya, tentu merupakan sesuatu yang sangat berbahaya bagi konsumen dan harus segera diatasi. Jangan sampai, banyak orang menjadi mengalami sakit hingga meninggal karena menggunakan produk-produk yang berbahaya.

Berbagai bentuk penyalahgunaan ini tentu bukan hanya hal yang terjadi di Amerika Serikat saja. Di Indonesia misalnya, ada berbagai praktik penyalahgunaan rokok elektrik atau vape yang bisa kita temui di berbagai tempat, dan harus dapat segera kita atasi.

Salah satunya misalnya, konsumen rokok elektrik di bawa umur. Padahal, vape atau rokok elektrik, sebagaimana produk-produk lain seperti rokok dan alkohol, merupakan produk-produk yang diperuntukkan untuk orang dewasa. Anak-anak merupakan kelompok usia yang harus dilarang mengkonsumsi berbagai produk-produk tersebut, dan siapa jeu de mots yang terlibat dalam penjualan produk rokok elektrik kepada anak-anak harus diberi sanksi.

Contoh lainnya misalnya adalah konsumsi vape yang dilakukan oleh ibu hamil. Hal ini tentu juga bukan sesuatu yang tepat untuk dilakukan. Tidak seharusnya, vape atau rokok elektrik dikonsumsi oleh perempuan hamil karena berpotensi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan bagi bayi yang dikandungnya.

Agar permasalahan penyalahgunaan tersebut bisa diatasi dengan baik, tentu aksi keterlibatan dari aparat penegak hukum untuk menindak pihak-pihak yang melanggar saja tidak cukup. Dibutuhkan pula peran aktif dan para pelaku usaha untuk terlibat secara langsung untuk mengatasi berbagai penyalahgunaan produk-produk rokok elektrik tersebut, yang tidak jarang dilakukan.

Berita baiknya, para pelaku usaha rokok elektrik di Indonesia bersedia mengambil langkah tersebut. Beberapa waktu lalu, asosiasi pelaku usaha vape, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), menyatakan bahwa mereka berkomitmen untuk membantu pemerintah dalam mencegah penyalahgunaan berbagai produk vape dan roko elektrik (finance.detik.com, 4/7/2023).

Ada beberapa langkah yang akan dilakukan oleh APVI sebagai wujud komitmen asosiasi tersebut dalam membantu pemerintah melakukan pencegahan penyalahgunaan rokok elektrik. Diantaranya adalah, aturan asosiasi bagi apra anggota APVI untuk tidak menjual produk-produk tersebut kepada anak-anak, perempuan hamil, dan juga orang-orang yang tidak merokok. Selain itu, APVI juga berkomitmen untuk melakukan edukasi publik untuk memperkecil potensi penyalahgunaan produk-produk vape.

Tetapi pada saat yang sama, APVI juga mengatakan bahwa sangat penting bagi pemerintah untuk dapat bersikap objektif terhadap kajian-kajian yang ada di luar negeri mengenai produk nikotin alternative seperti vape. Sebagaimana Yang Sudah Disampaikan Oleh Lembaga-lembaga Kesehatan Dunia Seperti Public Health Angleterre Dari Ingris, Vape Atau Rokok Elektrik Merupakan Produk Yang 95% Jauh Lebih Tidak Berbahaya Bila Dengan, 19 ans. 5)

Sikap objektif dari pemerintah terhadap berbagai kajian tersebut tentu merupakan sesuatu yang sangat penting untuk mencegah misinformasi mengenai vape dan rokok elektrik. Melalui hasil kajian tersebut, tentu diharapkan akan semakin banyak perokok yang berhenti merokok dan beralih ke produk alternatif yang jauh lebih tidak berbahaya untuk membantu mereka menghentikan kebiasaan merokoknya.

Tidak hanya dari sisi pelaku usaha, organisasi konsumen vape juga menyatakan komitmen mereka untuk mencegah penyalahgunaan vape dan produk nikotin alternatif. Aliansi Vapers Indonesia (AVI), yang merupakan organisasi konsumen vape, menyatkan bahwa mereka mendukung upaya APVI untuk mencegah peyalahgunaan produk-produk vape melalui berbagai kegiatan kampanye dan sosialisasi. Selain itu, AVI juga mengkampanyekan kepada para anggotanya untuk ikut turut menyebarkan informasi tentang hal tersebut (finance.detik.com, 4/7/2023).

Sebagai penutup, komitmen yang ditunjukkan oleh APVI dan juga AVI ini untuk mencegah berbagai penyalahgunaan rokok elektrik dan produk nikotin alternatif tentu sesuatu yang patut untuk didukung dan diapresiasi. Diharapkan, melalui komitmen ini, sosialisasi dan kampanye mengenai pencegahan penyalahgunaan tersebut dapat semakin masif, dan akan semakin sedikit orang-orang yang menggunakan rokok elektrik secara yang bukan semestinya.

Publié à l'origine ici

Suivi de la croisade mondiale de plusieurs millions de dollars de Michael Bloomberg contre la réduction des méfaits

Pendant des années, nous avons couvert l'ampleur des campagnes de plusieurs millions de dollars de l'ancien maire de New York Michael Bloomberg pour tenter de façonner la vie des consommateurs ordinaires.

Ce qui a commencé autrefois campagne d'état de nounou on Big Gulps à New York est devenu une opération massivement financée qui utilise des subventions et des fonds d'ONG pour de nombreux problèmes liés au tabac, principalement pour interdire les alternatives à la nicotine comme les produits de vapotage.

En 2019, Bloomberg s'est engagé $160 millions pour amener les États et les localités américaines à interdire les produits de vapotage aromatisés, principalement dirigés vers des groupes anti-tabac qui sont passés des campagnes «arrêter de fumer» à «arrêter de consommer de la nicotine sous toutes ses formes».

Ces efforts se sont rapidement étendus au niveau de l'Organisation mondiale de la santé, notamment en finançant des groupes antitabac américains par millions pour même aller jusqu'à interdire complètement les alternatives à la nicotine dans les pays en développement d'Amérique latine, d'Asie, etc. Alors que les pays de ces continents ont généralement des populations de fumeurs plus importantes qu'aux États-Unis et en Europe, ils ont jusqu'à présent été privés des alternatives à la nicotine salvatrices qui serviraient de solution moins nocive pour s'éloigner du tabagisme.

Au nom de «l'arrêt du tabac», Bloomberg et les organisations qu'il finance ont activement cherché à empoisonner le puits de la réduction des méfaits du tabac en présentant à tort les produits de vapotage comme «tout aussi mauvais» que le tabac combustible. Même si les agences de santé de pays comme le Royaume-Uni, la Nouvelle-Zélande et même le Canada recommander activement vapoter des produits pour inciter les fumeurs à arrêter, cette option est écartée de la table dans les pays en développement où Bloomberg a de l'influence.

En février de cette année, l'engagement de Bloomberg à restreindre sévèrement la réduction des risques a considérablement augmenté pour atteindre près de $420 millions, dans l'espoir de mener une campagne mondiale plus vaste dans 110 pays à travers le monde pour couper les citoyens des alternatives à la nicotine qui sont moins nocives.

Plus de $280 millions de cet argent se concentreront sur les pays en développement, offrant des subventions aux groupes politiques, aux agences de santé et aux politiciens pour mettre en œuvre un programme de tolérance zéro à la nicotine.

Le problème avec l'approche de Bloomberg, et par extension avec les dizaines de groupes de santé et antitabac qu'il finance, est leur déni de la de vraies preuves scientifiques sur la réduction des méfaits du tabac.

Plutôt que d'approuver les alternatives dérivées du marché qui ont réussi à amener les fumeurs adultes à arrêter - beaucoup plus efficacement que les programmes d'éducation gouvernementaux - ils ont créé une fausse équivalence entre la vape et la cigarette.

Cela nuit non seulement à la santé publique, mais continue d'alimenter un récit de désinformation qui a capturé de nombreux chercheurs en santé publique et agences gouvernementales. Nous le savons trop bien grâce à notre enquête transnationale des praticiens de la santé en Europe, dans laquelle de nombreux médecins ignoraient tout simplement la catégorie croissante d'alternatives à la nicotine moins nocives comme le vapotage, les bâtons chauffants sans brûlure, les sachets de nicotine, etc.

Alors que Bloomberg poursuit sa croisade mondiale contre la réduction des méfaits et que de nombreux groupes prennent son relais pour mener à bien des politiques visant à refuser des options plus sûres aux fumeurs qui en ont besoin dans les pays en développement, les chercheurs et les militants doivent continuer à souligner le besoin d'options et de choix des consommateurs lorsqu'il vient aux alternatives à la nicotine.

Les consommateurs, les dirigeants politiques et les militants communautaires doivent confirmer les preuves scientifiques et anecdotiques fournies par la révolution menée par les consommateurs dans la réduction des méfaits. Ce n'est qu'alors que nous pourrons continuer à sauver des vies, à influencer de meilleures politiques et à assurer une génération de personnes qui auront plus d'options pour vivre leur vie, pas moins.

Le gouvernement doit cesser de propager des mythes autour du vapotage pour empêcher la diffusion de fausses informations

KUALA LUMPUR, 25e Mai 2023 – Le Consumer Choice Center (CCC) demande au gouvernement de cesser d'émettre des mythes ou de fausses déclarations sur le fait que le vapotage est plus dangereux que la cigarette afin d'éviter les malentendus et la diffusion d'informations inexactes aux consommateurs et au public.

Le représentant du Malaysian Consumer Choice Center, Tarmizi Anuwar, a déclaré : « Il est temps que le gouvernement arrête de répandre des mythes ou de fausses informations sur le fait que le vapotage est censé être plus dangereux que les cigarettes. De nombreuses études scientifiques reconnues à l'échelle internationale ont conclu que passer complètement au vapotage offre d'importants avantages pour la santé au lieu de continuer à fumer.

En septembre 2022, les dernières recherches de l'Institute of Psychiatry, Psychology & Neuroscience (IoPPN) du King's College de Londres ont révélé que l'utilisation de produits de vapotage par rapport au tabagisme entraînait une réduction significative de l'exposition aux toxines qui favorisent le cancer, les maladies pulmonaires et cardiovasculaires. maladie.

En outre, Tarmizi a également déclaré que les allégations selon lesquelles le vapotage cause des maladies telles que EVALI et le poumon de pop-corn sont complètement trompeuses comme annoncé et qu'il doit y avoir une loi basée sur des faits et des études scientifiques pour réglementer immédiatement les produits de vapotage.

"Tellement de nouvelles trompeuses relient les e-cigarettes aux lésions pulmonaires connues sous le nom d'EVALI. Mais la cause profonde est l'abus de substances interdites contenant de l'acétate de vitamine E et non des produits de vapotage légaux.

« Une étude menée par Research Cancer UK indique que les e-cigarettes ne provoquent généralement pas de maladie pulmonaire connue sous le nom de poumon de pop-corn. À ce jour, aucun cas confirmé de poumon de pop-corn n'a été signalé chez des personnes utilisant des cigarettes électroniques ou des produits de vapotage.

« C'est pourquoi il est important que les faits et la science soient utilisés comme principaux moyens de formuler une législation visant à établir des normes de qualité et de sécurité pour le vapotage. Cela protège non seulement les consommateurs, mais garantit également que le vapotage est l'un des outils efficaces pour aider les gens à arrêter de fumer.

En ce qui concerne les soi-disant nombreux adolescents du monde entier qui deviennent dépendants de la nicotine et fument à cause du vapotage, Tarmizi pense qu'il n'y a pas de données pour étayer l'opinion selon laquelle ce problème se propage parmi les adolescents, mais estime que le vapotage des mineurs ne devrait pas être autorisé.

Récemment, le directeur du Center for Tobacco Products, Food and Drug Administration, le Dr Brian King, a déclaré que le vapotage n'est pas une porte d'entrée vers le tabagisme pour les adolescents. Il a déclaré que l'utilisation de cigarettes et de tabac sans fumée a diminué plus rapidement depuis 2012, lorsque l'utilisation des cigarettes électroniques a commencé à augmenter.

En outre, l'organisme de bienfaisance pour la santé qui vise à mettre fin aux dangers du tabac établi par le Royal College of Physicians, Action on Smoking and Health, déclare que le taux de tabagisme chez les jeunes est à son plus bas niveau au Royaume-Uni et que l'utilisation de l'électronique cigarettes chez les jeunes de 11 à 18 ans est rare.

« Cependant, les mineurs ne devraient pas être autorisés à vapoter. Afin d'éviter ou de réduire le risque que cela se produise, le gouvernement doit appliquer des restrictions d'âge par le biais de règles intelligentes telles que l'utilisation de la technologie moderne de vérification de l'âge pour les ventes en ligne », a-t-il conclu.

L'ARROGANCE DU GOUVERNEMENT DÉFIE LES FAITS SCIENTIFIQUES

Cela peut surprendre ceux qui ont besoin de se familiariser avec le fonctionnement de la politique en Hongrie. Pourtant, c'est comme si de rien n'était pour ceux qui connaissent la position du gouvernement sur les questions politiques.

Chaque fois que des députés de l'opposition soulèvent une question politique sensée, le gouvernement hongrois trouve un moyen soit de discréditer le député, soit d'écarter le sujet de la table, soit de complètement ignorer la question. Ce n'était pas différent lorsque László Lukács, le chef du groupe du parti Jobbik-Conservateurs, demandé le ministre de l'Intérieur une question sur la révision de la réglementation concernant les e-cigarettes. (Cela mérite peut-être un autre article sur ce que le ministre de l'Intérieur a à voir avec les questions de santé, mais la Hongrie n'a pas eu de ministère de la Santé depuis que le Fidesz a pris le pouvoir il y a 13 ans).

Le député Lukács s'est enquis de la possibilité de modifier la loi puisqu'elle est en vigueur depuis sept ans et que de nouvelles preuves scientifiques sont apparues dans de nombreux pays ; les gens ont connu des résultats positifs grâce à des législatures plus flexibles et au bon sens.

Mais c'est la Hongrie, où de nombreuses questions politiques se heurtent à l'arrogance des responsables gouvernementaux qui ne tiennent pas compte des faits et se concentrent uniquement sur l'humiliation de leurs collègues de l'opposition.

La réponse du secrétaire d'État a été relativement direct. Le gouvernement hongrois considère le vapotage comme nocif et n'envisage pas de modifier la législation actuelle : aucune considération, aucune ouverture à de nouvelles études, et aucun intérêt à se pencher sur les meilleures pratiques.

L'attitude du secrétaire d'Etat a choqué Michael Landl, le directeur du Alliance mondiale des vapoteurs (l'invité de notre podcastil y a quelques mois), qui a publié un communiqué de presse sur la déclaration officielle présentée par le gouvernement hongrois. Selon M. Landl, «Il est choquant que le gouvernement hongrois continue de pédaler sur des mythes usés et démystifiés sur le vapotage. Rétvári ignore systématiquement les preuves scientifiques prouvant les bienfaits du vapotage, sans parler de l'expérience de première main de millions de vapoteurs. Le vapotage est 95% moins nocif que fumer et une méthode plus efficace pour arrêter de fumer que les thérapies traditionnelles telles que la gomme et les patchs à la nicotine. L'approche hongroise du vapotage ne fera que coûter des vies. 

Le directeur de la WVA affirme également que til déclaration montre que la Hongrie ignore la science et diffuse des informations erronées sur le vapotage. Il dit que "Ce n'est pas bon signe pour la santé publique. Vapoter n'est pas la même chose que fumer et doit être traité différemment. Associer une alternative moins nocive au 95% au tabagisme empêchera des milliers de fumeurs d'arrêter.

Il convient de noter que le gouvernement hongrois ne tient pas compte des exemples suédois et britanniques montrant le succès de l'utilisation du vapotage comme outil de réduction des risques pour arrêter de fumer. Ces deux pays connaissent des taux de tabagisme et de maladies attribués au tabagisme record et offrent au monde de bons exemples de passage du tabagisme au vapotage. Cela tombe cependant dans l'oreille d'un sourd au sein du gouvernement prohibitionniste hongrois, qui défendrait probablement aussi la sorcellerie si ses intérêts l'exigeaient.

Publié à l'origine ici

Pentingnya Peneliti Indonésie Meneliti Kebijakan Harm Reduction di Negara Lain

Rokok elektrik, atau yang dikenal juga dengan nama vape, saat ini merupakan produk yang digunakan oleh banyak orang di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Kita, khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan, tentu sudah tidak asing lagi melihat penggunaan rokok elektrik di berbagai tempat.

Indonésie sendiri memiliki jumlah populasi pengguna vape yang tidak kecil. Tercatat pada tahun 2022 lalu misalnya, Indonésie memiliki sekitar 2,2 juta pengguna vape, di mana angka ini merupakan peningkatan sebesar 40% dari tahun 2021 (ekonomi.bisnis.com, 18/07/2022).

Jumlah pengguna di atas 2 juta orang tentu bukan merupakan angka yang kecil. Dengan besarnya jumlah pengguna vape tersebut, tentu ada alasan yang beragam yang membuat para konsumen untuk menggunakan produk tersebut. Mulai dari alasan financier, bahwa secara total biaya vape lebih murah dibandingkan rokok, hingga vape digunakan sebagai alat yang dapat membantu para penggunanya untuk mengurangi atau berhenti merokok.

Vape atau rokok elektrik sendiri memang sudah menjadi salah satu alat yang difungsikan untuk membantu para perokok untuk mengurangi hingga menghentikan kebiasaan merokoknya. Inggris misalnya, melalui National Health Service (NHS), telah merekomendasikan rokok elektrik sebagai alat untuk membantu para perokok untuk berhenti merokok (nhs.uk, 10/10/2022).

Di sisi lain, tidak sedikit pula pihak-pihak yang memiliki tanggapan négatif terhadap fenomena meningkatnya pengguna vape di Indonesia. Mereka yang memiliki sikap sangat kontra, umumnya berpandangan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang sangat berbahaya bagi kesehatan publik sehingga harus dilarang, atau setidaknya diregulasi secara sangat ketat.

Beberapa lembaga kesehatan dunia sendiri justru telah menyatakan bahwa rokok elektrik atau vape merupakan produk yang lebih aman dibandingkan rokok konvensional yang dibakar. Lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England, misalnya, pada tahun 2015 lalu, mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa vape merupakan produk yang 95% lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (theguardian.com, 28/12/2 018).

Itulah sebabnya, vape cukup sering digunakan sebagai alat untuk membantu kebijakan harm reduction dari rokok. Réduction des méfaits sendiri merupakan serangkaian kebijakan programme atau yang ditujukan untuk mengurangi dampak négatif dari penggunaan produk tertentu yang berbahaya, seperti rokok misalnya.

Menjadikan vape atau rokok elektrik sebagai alat untuk membantu program dan kebijakan harm reduction sendiri mungkin merupakan sesuatu yang belum terlalu akrab di telinga publik. Tidak bisa dipungkiri, salah satu penyebab utama dari hal ini adalah masih banyak pihak-pihak yang memiliki pandangan bahwa vape merupakan produk yang sama bahayanya, atau bahkan jauh lebih berbahaya, dari rokok konvensional yang dibakar.

Untuk itu, sangat penting bagi para peneliti dan juga para pembuat kebijakan untuk bekerja sama dan saling bertukar pengalaman dengan para peneliti dan juga pembuat kebijakan harm reduction di negara lain. Indonésie sendiri sebenarnya sudah memiliki potensi untuk melakukan hal tersebut.

Beberapa waktu lalu misalnya, ada peneliti asal Indonésie yang memaparkan penelitian mengenai pengurangan bahaya tembakau di sebuah konferensi di ibukota Philippine, Manille. Dalam konferensi tersebut, tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (FKG UNPAD) memaparkan mengenai penelitian mereka mengenai masalah tingkat merokok yang tinggi di Indonesia dan dampaknya terhadap kesehatan, khususnya terhadap kesehatan gigi dan mulut.

Dalam pemaparannya, tim FKG UNPAD menyatakan bahwa terdapat perbedaan profil risiko pengguna vape dan produk tembakau yang dipanaskan dengan rokok konvensional. Risiko vape dan tembakau yang dipanaskan terhadap kesehatan lebih rendah bila dibandingkan dengan rokok (tribunnews.com, 24/3/2023).

Selain itu, dipaparkan juga oleh tim tersebut bahwa produk vape dan tembakau yang dipanaskan memiliki peran potensial untuk membantu para perokok aktif untuk mengurangi kebiasaan merokoknya. Tidak hanya itu, tim dari FKG UNPAD tersebut juga melakukan studi yang mengevaluasi penggunaan vape dan tembakau yang dipanaskan secara jangka panjang, yang juga berkolaborasi dengan berbagai peneliti dari negara lain seperti Italia, Polandia, dan Moldova (tribunnews.com, 24/3/2023 ).

Adanya peran aktif para peneliti Indonesia di konferensi international dan juga kerja sama dengan peneliti dari negara lain tentu merupakan hal yang patut untuk diapresiasi dan didukung. Permasalahan kesehatan publik yang disebabkan oleh rokok tentu bukan hanya masalah besar yang melanda Indonésie, tetapi juga masalah besar yang dialami oleh banyak negara di dunia.

Sebagai penutup, rokok merupakan salah satu masalah kesehatan publik terbesar di Indonesia saat ini, mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok dewasa tertinggi di dunia. Melalui kerjasama dan kolaborasi penelitian tersebut, diharapkan akan tercipta ekosistem penelitian mengenai program dan kebijakan harm reduction yang lebih komprehensif, dan para peneliti dan pembuat kebijakan di Indonesia bisa saling belajar satu sama lain dan bertukar pengalaman dengan para peneliti dan pembuat kebijakan dari negara-negara lain .

Publié à l'origine ici

Le Royaume-Uni distribuera un million de kits de démarrage Vape aux fumeurs cherchant à arrêter

Le ministère de la Santé distribuera les kits dans le cadre d'une nouvelle campagne anti-tabac qui comprend des plans de répression des ventes illicites de vape. 

Alors que les groupes officiels de santé publique britanniques tels que Public Health England (PHE) et Action on Smoking and Health (ASH) continuent d'assurer qu'il y a pas d'épidémie de vapotage chez les adolescents tout en plaidant en faveur des bienfaits des vapes pour le sevrage tabagique, le Guardian vient de publier un article affirmant que le vapotage chez les adolescents est une « catastrophe de santé publique ».

"Je crains que nous ne somnambulions dans une catastrophe de santé publique avec une génération d'enfants accros à la nicotine", a déclaré le professeur Andrew Bush, médecin consultant en pneumologie pédiatrique aux hôpitaux Royal Brompton et Harefield, alors que cité par le Guardian. L'article poursuit en citant un certain nombre de parents qui expriment leurs inquiétudes concernant les habitudes de vapotage de leurs enfants.

Pendant ce temps, le Consumer Choice Center (CCC) a cité un rapport Action on Smoking and Health (ASH) de 2021, qui a examiné les comportements de vapotage chez les jeunes au Royaume-Uni et a constaté qu'une écrasante majorité (83%) d'adolescents et de préadolescents âgés de 11 ans et 18 ans, n'ont jamais essayé ni même entendu parler des cigarettes électroniques. Ce constat est constant depuis 2017.

Lire le texte complet ici

Le gouvernement d'unité doit légiférer rapidement sur la vente de vapes «enregistrées» uniquement pour prévenir l'abus de drogues

Le Conseil malaisien de la toxicomanie (MASAC) a appelé le gouvernement à mettre en place un budget spécial pour des études supplémentaires en vue de créer une loi spéciale pour imposer que seuls les vapos approuvés par le gouvernement puissent être vendus par les commerçants.

La présence de diverses marques de vapotage qui ne passent pas par le processus d'approbation approprié a entraîné la mise à disposition sur le marché de vapes aromatisées avec des substances interdites telles que des médicaments, selon le président du MASAC, Ahmad Lutfi Abdul Latiff.

"Cela a eu pour conséquence que davantage de toxicomanes ont commencé à fumer de la drogue en utilisant des vapos qui ne sont pas enregistrés auprès du gouvernement avant de passer progressivement à des types de drogues plus dangereux à l'avenir", a-t-il souligné dans la liste de souhaits révisée du budget 2023 du MASAC.

"Il est nécessaire de rationaliser les efforts pour créer une législation spéciale pour vendre uniquement des vapes enregistrées, la capacité de contrôler l'utilisation de substances interdites telles que les drogues à usage généralisé, en particulier chez les adolescents, et d'augmenter les revenus du gouvernement provenant des taxes sur les vapes enregistrées."

Pendant ce temps, le Consumer Choice Center (CCC) est d'accord avec le ministre de la Santé, le Dr Zaliha Mustafa, concernant les préoccupations concernant la vente de produits liés au vapotage aux enfants.

Selon le représentant de sa section malaisienne, Tarmizi Anuwar, CCC ne soutient pas le vapotage par les jeunes ou les enfants de moins de 18 ans et a suggéré que le gouvernement mette rapidement en place des lois intelligentes pour réglementer la vente et la commercialisation des produits de vapotage.

Lire le texte complet ici

L'affaire de la vape de l'actrice taïwanaise déclenche un débat sur la réglementation des alternatives au tabagisme

UNE SOCIÉTÉ Un message médiatique de l'actrice taïwanaise Charlene An sur son arrestation par la police thaïlandaise et la lourde amende qu'elle a dû payer pour possession de produits de vapotage à Bangkok a suscité des débats sur les mérites d'une alternative sans fumée et la nécessité d'une réglementation raisonnable.

An a déclaré qu'elle et ses amis avaient dû payer 27 000 bahts (environ S$1 080) avant de pouvoir partir après avoir été détenus et menacés de poursuites pénales par la police thaïlandaise pour possession d'un dispositif de vapotage. Le commissaire de police thaïlandais a présenté des excuses à la suite du message d'An et sept officiers ont fait l'objet d'une enquête pour extorsion présumée.

Suite à cet incident devenu viral sur les réseaux sociaux, des appels de groupes de défense du monde entier sur l'importance d'une réglementation raisonnable et scientifique régissant les alternatives sans fumée comme les vapos et les produits du tabac chauffés ont suivi.

L'Union des consommateurs de nicotine des Philippines (NCUP) a appelé les gouvernements à reconsidérer les alternatives de cigarettes moins nocives pour réduire les méfaits du tabagisme.

"Nous espérons que d'autres pays d'Asie du Sud-Est, dont la Thaïlande, reconnaîtront le concept de réduction des méfaits du tabac (THR) pour sauver des millions de fumeurs des maladies pulmonaires, du cancer et même de la mort. Les fumeurs devraient avoir accès à des produits moins nocifs et prendre de meilleures décisions pour eux-mêmes », a déclaré Anton Israel, président du NCUP.

« Les vapos et les produits du tabac chauffés sont des produits de réduction des méfaits du tabac qui délivrent de la nicotine sans brûler de tabac, ce qui réduit considérablement le nombre de produits chimiques nocifs par rapport au tabagisme.

De nombreux pays progressistes, dont le Royaume-Uni et le Japon, reconnaissent le rôle de ces produits pour aider les fumeurs à abandonner la cigarette. Ces deux pays ont enregistré une baisse significative de la prévalence du tabagisme suite à l'introduction des vapos et des produits du tabac chauffés », a ajouté Israël.

Lire le texte complet ici

La répression policière thaïlandaise contre les touristes munis d'appareils de vapotage montre qu'ils ont désespérément besoin de politiques de réduction des risques

Réduction des méfaits vs tabagisme

S'il vous arrive de pratiquer la réduction des méfaits et d'avoir un appareil de vapotage dans votre poche, il semble que la Thaïlande soit le dernier endroit que vous voudrez visiter.

Au cours des derniers jours, il a été révélé que des policiers auraient extorqué une actrice taïwanaise de plus de 27 000 bahts ($820) pour… attendez… avoir un appareil de vapotage.

L'actrice taïwanaise Charlene An est montée dans un taxi avec des amis après une soirée dans la capitale thaïlandaise et a été prise avec un vapotage et a été détenue par la police et n'a pas été autorisée à partir jusqu'à ce qu'elle ait payé la lourde amende.

Les policiers ont enfin transféré et peuvent faire face à leurs propres accusations, tandis que la police a été obligé de s'excuser au touriste taïwanais pour le faux pas grossier.

Ce n'est pas seulement un abus de pouvoir et irresponsable en soi, mais cela prouve encore une fois pourquoi la Thaïlande doit moderniser ses politiques de réduction des risques et adopter des alternatives au tabagisme comme le vapotage et d'autres produits.

Avant cela, en 2019, un touriste français avait été arrêté, condamné à une amende, emprisonné et expulsé uniquement pour vapotage. Elle a dû supporter des frais de justice, des dépens et des amendes d'environ 286 000 bahts ($8730) en une semaine seulement.

Pour tout touriste, cela peut être troublant, mais il est encore plus problématique que les résidents locaux n'aient pas accès aux produits légaux de réduction des risques. C'est ce qui se passe lorsque la propre politique du gouvernement considère le vapotage comme une menace.

Le gouvernement thaïlandais doit immédiatement réévaluer sa politique sur le vapotage et prendre en compte la proposition du ministre Thanakamanusorn de légaliser l'usage du vapotage comme un moyen de donner aux fumeurs la possibilité d'arrêter de fumer.

Le gouvernement devrait reproduire la mise en œuvre de politiques dans des pays comme le Royaume-Uni qui ont réussi à réduire considérablement les taux de tabagisme en reconnaissant la réduction des méfaits comme stratégie principale.

D'après les données récemment publiées par l'Office for National Statistics du Royaume-Uni, le nombre de fumeurs âgés de 18 ans et plus est passé de 14,0 % en 2020 à 13,3 % en 2021. En fait, il s'agit de la diminution la plus efficace depuis qu'elle a été enregistrée pour la première fois en 2011 de 20,2 %.

En août de l'année dernière, le ministre thaïlandais de la Santé publique et vice-Premier ministre Anutin Charnvirakul a déclaré que les cigarettes électroniques présentaient des risques importants pour la santé des utilisateurs et que le vapotage contribuait à créer de nouveaux fumeurs, en particulier chez les jeunes en Thaïlande.

D'après une étude récente de l'Office for Health Improvement & Disparities Royaume-Uni, le vapotage réduisait considérablement l'exposition aux substances nocives par rapport au tabagisme, comme le montrent les biomarqueurs associés au risque de cancer, de maladies respiratoires et cardiovasculaires.

Par ailleurs, une enquête analytique de Lee, Coombs et Afolalu (2018) a déclaré que les facteurs réels du vapotage chez les jeunes n'ont pas encore été prouvés. De plus, selon la Collège royal des médecins, les rapports indiquant que les adolescents qui utilisent le vapotage risquent de donner naissance à une génération affectée par la nicotine ne sont pas fondés sur des preuves.

Si les décideurs politiques en tenaient compte, il y aurait peut-être plus de personnes avec différentes options de réduction des risques en Thaïlande, et peut-être moins de cas d'abus par des policiers.

Tarmizi Anuwar est l'associée nationale malaisienne du Consumer Choice Center.

Rokok Elektrik et Miskonsepsinya

Rokok elektrik atau vape saat ini merupakan salah satu produk yang menjadi bagian keseharian yang tidak bisa dilepaskan dari jutaan orang di seluruh dunia, termasuk juga tentunya di Indonesia. Di berbagai tempat, khususnya di wilayah perkotaan, kita bisa dengan mudah menemukan berbagai pengguna vape, dan juga berbagai pertokoan yang menjual produk-produk rokok elektrik yang sangat beragam.

Semakin banyaknya konsumen yang memilih untuk mengkonsumsi vape atau rokok elektrik ini tentu disebabkan oleh berbagai hal. Setiap orang tentu memiliki alasan yang berbeda-beda mengenai mengapa mereka menggunakan vape, mulai dari harganya yang secara umum lebih murah dibandingkan dengan rokok konvensional, pilihan rasa yang lebih beragam, dan juga untuk membantu mereka mengurangi konsumsi rokok konvensional yang bera dibakarim, yang penyakit kronis.

Di sisi lain, ada juga sebagian kalangan yang memiliki sikap kritis dalam menanggapi semakin meningkatnya pengguna vape atau rokok elektrik yang ada di Indonesia. Mereka berpandangan bahwa vape merupakan produk yang sangat berbahaya, sama seperti rokok konvensional yang dibakar.

Padahal, sudah ada laporan yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga kesehatan internasional yang menyatakan bahwa, vape atau rokok elektrik merupakan produk yang jauh lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Salah satu dari lembaga kesehatan yang telah mengeluarkan laporan tersebut adalah lembaga kesehatan publik asal Britania Raya, Public Health England (PHE). PHE dalam laporannya menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang 95% jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional (theguardian.com, 28/12/2018).

Oleh karena itu, untuk melihat fenomena tersebut secara lebih dalam, beberapa waktu lalu, lembaga advokasi konsumen internasional, Consumer Choice Center (CCC), melakukan riset mengenai persepsi masyarakat terkait dengan kebijakan harm reduction produk-produk tembakau, khususnya rokok konvensional yang dibakar. Penelitian itu sendiri dilakukan di dua negara Eropa, yakni Jerman dan Prancis.

Meskipun sudah ada laporan yang dikeluarkan oleh lembaga kesehatan publik dari berbagai negara bahwa vape atau rokok elektrik jauh lebih tidak berbahaya dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar, tetapi masih banyak miskonsepsi yang diyakini oleh banyak orang. Hal ini bisa dilihat dari hasil laporan yang dilakukan oleh CCC.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh CCC misalnya, di Jerman, hanya ada 3 dari 15 dokter yang pernah mendengar dan mengetahui istilah harm reduction untuk mengurangi dampak buruk dari rokok. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa, sebagian besar dokter di Jerman tidak menganggap bahwa produk-produk vape atau rokok elektrik sebagai alat yang bisa digunakan untuk program harm reduction (consumerchoicecenter.org, 2022).

Sebagai catatan, réduction des méfaits sendiri merupakan serangkaian kebijakan kesehatan publik yang dirancang dengan tujuan untuk mengurangi dampak negatif dari perilaku sosial tertentu. Hal ini mencakup berbagai perilaku, seperti konsumsi rokok, kegiatan seksual yang beresiko, dan lain sebagainya.

Kembali ke penelitian yang dilakukan oleh CCC, hal ini cukup berbeda dari hasil penelitian yang ada di Prancis. Di negara tempat Menara Eiffel tersebut, sebagian besar dokter pernah mendengar dan mengetahui istilah harm reduction, dan menganggap bahwa vape atau rokok elektrik bisa digunakan sebagai alat harm reduction.

Hasil penelitian lainna, ditembukan bahwa 33% perokok di Prancis dan 43% perokok di Jerman menganggap bahwa rokok elektrik memiliki bahaya yang sama atau bahkan lebih berbahaya dari rokok konvensional yang dibakar. Selain itu 69% perokok di Prancis dan 74% perokok di Jerman menganggap nikotin dapat menyebabkan kanker.

Hal ini adalah pandangan yang sangat keliru, karena nikotin dalam rokok merupakan kandungan yang menyebabkan ketagihan, namun nikotin tidak menyebabkan kanker. Ada berbagai terapi berbasis nikotin yang aman yang disarankan oleh dokter untuk para perokok yang ingin berhenti merokok (cancerresearchuk.org, 24/3/2021),

Adanya miskonsepsi tersebut juga menimbulkan dampak yang négatif dan membuat para perokok di kedua negara tersebut menjadi lebih sulit untuk menghilangkan kebiasaannya yang sangat berbahaya tersebut. Berdasarkan riset yang dilakukan CCC misalnya, 29% perokok di Prancis dan 45% perokok di Jerman tidak pernah mendapatkan masukan dari dokter tentang bagaimana langkah efektif yang bisa mereka lakukan untuk berhenti merokok.

Dari penelitian CCC di atas, meskipun dilakukan di dua negara Eropa, ada hal yang bisa ditarik dan memiliki relevantnsi dengan fenomena yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia sendiri, miskonsepsi mengenai rokok elektrik merupakan sesuatu yang sangat umum. Beberapa waktu lalu misalnya, tidak sedikit pekerja medis misalnya yang mengadvokasi agar pemerintah melarang seluruh produk vape yang ada di Indonesia (cnnindonesia.com, 24/09/2019).

Sebagai penutup, adanya miskonsepsi mengenai produk-produk vape dan juga kegunannya sebagai alat harm reduction bagi para perokok tentu akan sangat merugikan publik, khususnya mereka yang sudah kecanduan dengan rokok dan memiliki keinginan untuk berhenti. Hal ini semakin berbahaya terutama di negara dengan tingkat perokok yang sangat tinggi seperti di Indonesia. Untuk itu, adanya kampanye mengenai pentingnya produk-produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik untuk alat réduction des méfaits merupakan sesuatu yang sangat penting, agar semakin banyak orang-orang yang bisa terbantu untuk mereka berhenti merokok.

Publié à l'origine ici

proche
fr_FRFR