fbpx

Mes: amñ2023 f08142023-02-22T08:08:14+00:00ammiércoles

El Ministerio de Salud instó a tomar recomendaciones inmediatas en el Informe del AG sobre la fuga de datos de MySejahtera

KUALA LUMPUR: El Centro de Elección del Consumidor de Malasia (MCCC) insta al Ministerio de Salud (MoH) a implementar medidas de seguridad inmediatas para evitar el robo continuo de datos personales de la aplicación MySejahtera.

Esto sigue al Informe del Auditor General 2021 Serie 2, que reveló que la cuenta de superadministrador descargó los datos personales de tres millones de malasios en la aplicación MySejahtera del 28 al 31 de octubre de 2021.

El representante de MCCC, Tarmizi Anuwar, instó al Ministerio de Salud a mejorar las medidas de seguridad para garantizar la seguridad de los consumidores y que tales incidentes no vuelvan a ocurrir.

“El Ministerio de Salud debe actuar de inmediato para reforzar el sistema de gestión de seguridad de datos y la aplicación MySejahtera según lo recomendado por el Informe del Auditor General para evitar la intrusión de datos de consumidores nuevamente.

Leer el texto completo aquí

Debate sobre el enfoque conservador de la regulación alimentaria

En este episodio de "The Federalist Radio Hour", Bill Wirtz, analista principal de políticas del Consumer Choice Center, se une a la editora de cultura federalista Emily Jashinsky para explorar la relación entre la innovación agrícola y el libre comercio y discutir las diferencias en las regulaciones alimentarias estadounidenses y europeas. .

Escuchar AQUÍ

Kenapa KKM gagal kenal pasti data MySejahtera dimuat turun 'Super Admin', soal kumpulan pengguna

Wakilnya menggesa KKM segera bertindak memperketatkan sistem pengurusan keselamatan data dan aplikasi tersebut.

PETALING JAYA: Pusat Pilihan Pengguna (CCC) mengecam kerajaan kerana masih tidak mengenal pasti medan data peribadi yang dimuat turun daripada akaun "Super Admin" menerusi aplikasi MySejahtera, selepas lebih setahun laporan polis dibuat.

Wakilnya, Tarmizi Anuwar, menggesa Kementerian Kesihatan (KKM) mempertingkatkan langkah keselamatan bagi memastikan keselamatan data pengguna terjamin.

“KKM perlu segera bertindak memperketatkan sistem pengurusan keselamatan data dan aplikasi MySejahtera seperti disarankan laporan ketua audit negara bagi mengelakkan pencerobohan data berulang.

“Tindakan ini perlu diambil secepat mungkin kerana selepas satu tahun tiga bulan (laporan dibuat), kementerian masih tidak dapat mengenal pasti medan data peribadi telah dimuat turun.

“Hal ini sangat membimbangkan kerana lebih tiga juta data pengguna berisiko disalah guna pihak berkenaan”, katanya dalam kenyataan.

Leer el texto completo aquí

Industri Vape dan Revisi Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2012

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok aktif terbanyak di dunia. Datos de Berdasarkan dari Encuesta mundial sobre el tabaco en adultos, pada tahun 2021 lalu misalnya, jumlah perokok dewasa di negara kita berjumlah sekitar 69,1 juta jiwa (sehatnegeriku.kemkes.go.id).

Angka ini tentu bukan jumlah yang sangat kecil. Jumlah perokok aktif yang besar di sebuah negara tentunya juga akan membawa berbagai masalah kesehatan publik yang besar seperti biaya kesehatan publik yang berpotensi besar akan membengkak yang disebabkan oleh berbagai penyakit kronis akibat konsumsi rokok.

Selain itu, yang mendapatkan penyakit kronis dari rokok tentunya juga bukan hanya mereka yang menjadi perokok aktif. Orang-orang yang tinggal dan berada di sekitar para perokok juga berpotensi dapat mengalami berbagai penyakit yang disebabkan oleh asap rokok yang mereka hisap, baik itu keluarga hingga masyarakat umum.

Untuk itu, jumlah tingginya populasi perokok di Indonesia bukan masalah yang kecil, dan harus dapat segera diselesaikan. Bila hal ini tidak diselesaikan, maka tentunya kesehatan publik masyarakat Indonesia bisa semakin terancam, dan juga akan semakin meningkatkan biaya kesehatan publik.

Harus diakui bahwa, permasalahan kesehatan yang disebabkan karena rokok tentu bukan hanya dialami oleh Indonesia saja, tetapi juga berbagai negara lain di seluruh dunia. Oleh karena itu, berbagai negara telah melakukan banyak upaya yang ditujukan untuk menanggulangi permasalahan tersebut, mulai dari peraturan yang membatasi peredaran produk-produk rokok secara ketat, hingga peraturan yang melarang total berbagai kegiatan produksi dan konsumsi rokok.

Indonesia sendiri sudah memiliki berbagai aturan yang ditujukan untuk mengurangi insentif seseorang untuk merokok, salah satunya adalah kebijakan cukai. Selain itu, beberapa tahun lalu misalnya, pemerintah Indonesia menerapkan aturan yang mewajibkan para produsen rokok untuk mencantumkan gambar yang menunjukkan dampak berbahaya dari konsumsi rokok terhadap kesehatan (antaranews.com, 20/6/2014).

Sehubungan dengan aturan tersebut, beberapa tahun lalu, Indonesia juga mengeluarkan regulasi untuk mengatur peredaran rokok di dalam negeri, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 tahun 2012. Aturan tersebut mmeberikan serangkaian regulasi mengenai penjualan produk-produk rokok, menjualan Máquina expendedora de rokok melalui, serta kewajiban mencantumkan bahaya rokok dan juga pembatasan hanya boleh menjual maksimum 20 batang rokok por bungkus.

Adanya aturan tersebut tentu bisa dipahami mengingat tingginya jumlah perokok yang ada di Indonesia. Bila jumlah perokok ini semakin meningkat, maka tentunya hal tersebut akan semakin membahayakan kesehatan publik dan akan semakin membengkakkan biaya layanan kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah.

Terkait dengan peraturan tersebut, beberapa waktu lalu, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk merevisi PP tentang regulasi produk tembakau tersebut. Beberapa revisi dari aturan tersebut diantaranya adalah mengenai pelarangan iklan, promosi, memperbesar gambar peringatan dalam bungkus rokok, dan juga pelarangan bagi para penjual untuk menjual rokok secara batangan (cnnindonesia.com, 27/01/2023).

Tetapi, tidak hanya itu. Adanya revisi tersebut juga berpotensi akan menyamaratakan regulasi yang dikenakan kepada rokok konvensional yang dibakar, dengan rokok elektrik. Sebelumnya, vape, yang masuk dalam golongan produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) tidak termasuk dalam PP tersebut (ekonomi.bisnis.com, 28/7/2022).

Hal ini tentu merupakan perkembangan yang mengkhawatirkan. Bila vape atau rokok elektrik diregulasi dengan metode dan cara yang sama dengan rokok konvensional yang dibakar, maka tidak mustahil hal ini akan semakin mempersulit konsumen dalam mendapatkan produk vape. Dengan demikian, para perokok akan semakin sulit mendapatkan produk nikotin alternatif yang dapat membantu mereka mengurangi hingga menghentikan kebiasaan merokoknya.

Tidak hanya itu, wacana mengenai pelarangan vape di Indonesia juga merupakan hal yang semapt disampaikan oleh berbagai pihak di pemerintahan. Beberapa waktu lalu misalnya, Wakil Presiden Maaruf Amin mengatakan bahwa, bila vape atau rokok elektrik terbukti berbahaya, maka pasti akan dilarang oleh pemerintah (cnnindonesia.com, 27/01/2023).

Padahal, laporan yang dikeluarkan oleh lembaga kesehatan dari berbagai negara menunjukkan bahwa, vape atau rokok elektrik merupakan produk yang jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Pada tahun 2015 lalu misalnya, lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England (PHE), mengeluarkan laporan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang 95% jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (theguardian.com, 28/12/ 2018).

Tidak hanya itu, vape atau rokok elektrik juga terbukti merupakan produk yang dapat membantu para perokok untuk menghentikan kebiasaan merokoknya yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Vape atau rokok elektrik misalnya, merupakan produk yang dua kali lipat lebih efektif untuk membantu perokok untuk berhenti merokok dibandingkan dengan produk nikotin alternatif lainnya, seperti permen karet nikotin (nhs.uk, 2022),

Oleh karena itu, sangat penting bagi para pembuat kebijakan untuk juga melibatkan para konsumen dalam formulasi kebijakan tekait regulasi produk-produk tembakau, seperti vape dan rokok elektrik. Hal ini dikarenakan para konsumen itu lah yang akan paling merasakan dampak dari regulasi tersebut. Jangan sampai, kebijakan yang didasari pada niat baik, yakni untuk menanggulangi dampak negatif dari konsumsi rokok, menjadi sesuatu yang kontra produktif dan membawa dampak yang negatif terhadap kesehatan publik.

Publicado originalmente aquí

OÙ S'ARRÊTERA L'ETAT-NOUNOU ?

Avertissements sanitaires obligatoires sur l'alcool : les nouvelles règles de l'Irlande ne sont qu'un début.

Le gouvernement irlandais avance dans son projet d'apposer des étiquettes d'avertissement sanitaire obligatoires sur les boissons alcoolisées dice que le vin et la bière. Ce mois-ci, la période d'objection de la Commission européenne concernant les changes proposées à la loi irlandaise sur la santé publique (sur l'alcool) a expiré, ce qui permet à Dublin d'aller de l'avant avec sa nouvelle Regulación.

En sustancia, les étiquettes d'avertissement ressembleraient à celles déjà connues dans de nombreux pays européens pour les cigarettes – probablement de grandes images chocs ainsi que des message décrivant les dangers de la consommation d'alcool.

Dans l'Union européenne, l'idée qu'un pays modifie unilatéralement la législation sur l'étiquetage des denrées alimentaires est mal vue, car elle est considérée comme une distorsion de la dynamique du marché common. Il est donc d'autant plus surprenant que la Commission n'ait pas répliqué au gouvernement irlandais et ait laisse la proposition aller de l'avant. Cela est d'autant plus frappant que de grands Etats membres producteurs d'alcool, tels que l'Italie, l'Espagne et la France, ont déjà soulevé desobjects contre cette d'étiquetage.

Une première étape 

Pour moi, ce qui est le plus flagrant dans cet exemple, c'est qu'il contredit bon nombre des réactions que j'ai entendues au fil des ans lorsque j'écrivais sur les raisons de mon difference au paquet neutre pour les cigarettes. Je crois que lorsque nous permettons à l'Etat de prendre des mesures aussi générales contre ce qu'il considère comme un vice, où cela s'arrêtera-t-il ? ¿Alcool? Aux bombones ? Ceux qui ont qualifié mon argument de pente savonneuse se retrouvent aujourd'hui confrontés au premier pays à déclencher la chute de dominos juridiques.

L'Etat providence ne connaît pas de limites – il légifère et réglemente votre choix de consommateur, de la manière la plus condescendante qui soit. Le principe sous-jacent des burócrates qui élaborent ces règles est que vous, en tant qu'individu, ne savez tout simplement pas faire mieux. Cela dit, et pour le bien de l'argumentation, les étiquettes d'avertissement pourraient-elles être efficaces ?

Les partisans de ces mesures citent des études qui ont des limites importantes… Cliquez ici pour lire la suite.

Lorsqu'il s'agit d'étiquetage, les « défenseurs de la santé publique » sont prompts à citer un Certain nombre d'études prouvant l'efficacité d'un avertissement sanitaire particulier, qu'il s'agisse d'un texte ou una imagen. Toutefois, cela supone que l'avertissement soit déjà examiné, ce qui ne va pas de soi.

C'est similaire au cas de la médecine : pour qu'un médicament soit efficace, il semble évident que lepatient devra le prendre en premier lieu. Prenons l'exemple de hasta el estudio de 2018, qui fixe la quantité de personnes interrogées qui étaient réellement au courant des étiquettes d'avertissement pour l'alcool.

« Le registro visual a identifié que 60% des participantes ont consideré l'étiquette d'avertissement d'alcool actuellement sur le marché […]. L'étude actuelle jette un doute sur les pratiques dominantes (essentiellement l'auto-declaration), qui ont été utilisées pour évaluer les étiquettes d'avertissement sur l'alcool. 

L'attention ne peut pas être utilisée pour évaluer l'efficacité des étiquettes d'avertissement de manière isolée dans les cas où l'attention n'est pas présente 100% du temps. »

banalización

Mais une mauvaise concept ne peut pas être la seule explication de la diminution de la sensibilisation. Prenons l'exemple des consignes de sécurité dans les avions. Les grands voyageurs le savent bien : après quelques vols, les consignes de sécurité passent totalement inaperçues parce qu'elles sont répétitives.

Une inflation d'étiquettes d'avertissement peut desensibiliser ceux qui sont censés y être attentifs, par manque de matiz. Los mensajes «le café peut être mauvais pour la santé» y «fumer des cigarettes peut être mauvais pour la santé» n'établissent pas une hiérarchie des dangers pour la santé. De hecho, placés l'un à côté de l'autre, les deux message pourraient laisser entienden que les deux sont aussi nocifs l'un que l'autre.

Nous devons essayer de ne pas banaliser les avertissements sanitaires : s'ils perdent de leur signification pour les consommateurs, nous courons le risque que des avertissements sanitaires importants soient en fait ignorés.

En outre, en dehors de la question de savoir si cette mesure serait efficace, nous devrions également dire la choose suivante : ce n'est pas beau.

De nombreuses sélections de vins et de bières constituyen un patrimonio cultural non seulement par leur qualité, mais aussi par leurs étiquettes. Les étiquettes sont le moyen par lequel nous apprécions le caractère désirable d'un produit ; c'est ainsi que nous nous sentons souvent liés à un aliment ou une boisson traditionnels. Il est inaceptable de nuire à toute l'esthétique du produit pour la remplacer par une enième annonce de service public, pour les objectifs zélés des nounous de la santé publique.

La consommation d'alcool comporte des risques, c'est un fait admis par tous, y compris par ceux qui ont tendance à en abuser. Ces derniers ne ralentiront pas leurs esfuerzos pour abuser de l'alcool simplement à cause d'une étiquette, et les jeunes ne changeront pas leur consommation d'alcool simplement à cause d'une étiquette. Ce n'est rien d'autre qu'une politique de bien-être qui détruit la beauté au détriment du choix du consommateur.

La théorie déprimante que j'ai est que ce n'est que le début. Ceux qui défendent ce type de politique le font toujours par le biais d'arguments émotionnels qui jettent sous le tapis tous ceux qui défendent la liberté. Nous entendrons des chooses dice que « s'il vous plaît, pensez aux enfants » ou « pourquoi êtes-vous redevable à l'industrie du vin » encore et encore, jusqu'à ce qu'ils fassent passer leurs règles dans les parlements.

Ce dont nous avons besoin, c'est qu'un plus grand nombre de consommateurs disent « trop, c'est trop », et arrêtent ces nounous dans leur élan.

Publicado originalmente aquí

El gobierno de unidad necesita legislar rápidamente la venta de solo vaporizadores 'registrados' para prevenir el abuso de drogas

EL Consejo de Abuso de Sustancias de Malasia (MASAC, por sus siglas en inglés) ha pedido al Gobierno que establezca un presupuesto especial para estudios adicionales con miras a crear una ley especial que ordene que los comerciantes solo puedan vender vaporizadores aprobados por el Gobierno.

Según el presidente de MASAC, Ahmad Lutfi Abdul Latiff, el resultado de la presencia de varias marcas de vape que no pasan por el proceso de aprobación adecuado ha resultado en vapes aromatizados con sustancias prohibidas, como drogas, disponibles en el mercado.

“Esto ha resultado en que más adictos a las drogas comiencen a fumar drogas mediante el uso de vapeadores que no están registrados con el gobierno antes de cambiar gradualmente a tipos de drogas más peligrosos en el futuro”, destacó en la lista de deseos revisada del Presupuesto 2023 de MASAC.

“Es necesario optimizar los esfuerzos para crear una legislación especial para vender solo vaporizadores registrados, la capacidad de controlar el uso de sustancias prohibidas, como las drogas, de uso generalizado, especialmente entre los adolescentes, y para aumentar los ingresos del gobierno de los impuestos a los vaporizadores registrados”.

Mientras tanto, el Centro de Elección del Consumidor (CCC) está de acuerdo con la Ministra de Salud, la Dra. Zaliha Mustafa, con respecto a las preocupaciones sobre la venta de productos relacionados con el vapeo a niños.

Según el representante de su capítulo de Malasia, Tarmizi Anuwar, CCC no apoya el vapeo por parte de jóvenes o niños menores de 18 años y sugirió que el gobierno implemente rápidamente leyes inteligentes para regular la venta y comercialización de productos de vapeo.

Leer el texto completo aquí

La demanda contra los algoritmos de Google podría acabar con Internet tal como lo conocemos

Una demanda contra Google busca responsabilizar a los gigantes tecnológicos y las plataformas de medios en línea por las recomendaciones de contenido de terceros de sus algoritmos en nombre de la lucha contra el terrorismo. Una victoria contra Google no nos haría más seguros, pero podría socavar drásticamente el funcionamiento de Internet.

El caso de la Corte Suprema es González contra Google. La familia González está relacionada con Nohemi González, una estadounidense que murió trágicamente en un ataque terrorista de ISIS. Están demandando a Google, la empresa matriz de YouTube, por no hacer lo suficiente para impedir que ISIS use su sitio web para alojar videos de reclutamiento mientras recomienda dicho contenido a los usuarios a través de algoritmos automatizados. Se basan en las leyes antiterroristas que permiten reclamar daños y perjuicios a “cualquier persona que ayude y sea cómplice, proporcionando a sabiendas una asistencia sustancial” a “un acto de terrorismo internacional”.

Si esto parece una exageración, es porque lo es. No está claro si los videos alojados en YouTube condujeron directamente a un ataque terrorista o si alguna otra influencia fue la principal responsable de radicalizar a los perpetradores. Google ya tiene políticas contra el contenido terrorista y emplea un equipo de moderación para identificarlo y eliminarlo, aunque el proceso no siempre es inmediato. Las recomendaciones automáticas suelen funcionar al sugerir contenido similar al que los usuarios han visto, ya que es más probable que sea interesante y relevante para ellos en un sitio web que aloja millones de videos. 

Las plataformas también están protegidas de la responsabilidad por lo que publican sus usuarios e incluso se les permite participar en la moderación, selección y filtración de contenido de terceros de buena fe sin ser los editores de la marca. Esto es gracias a la Sección 230, la ley que ha permitido la rápida expansión de un Internet libre y abierto donde millones de personas por segundo pueden expresarse e interactuar en tiempo real sin que los gigantes tecnológicos tengan que monitorear y examinar todo lo que dicen. Una victoria en la demanda contra Google reducirá el alcance de la Sección 230 y la funcionalidad de los algoritmos, al tiempo que obligará a las plataformas a censurar o vigilar más.

La sección 230 garantiza que Google no será responsable por simplemente alojar propaganda terrorista enviada por los usuarios antes de que fuera identificada y eliminada. Sin embargo, la proposición de que estas protecciones se extienden a los algoritmos que recomiendan contenido terrorista sigue sin probarse en los tribunales. Pero no hay ninguna razón por la que no deberían hacerlo. El gran volumen de contenido alojado en plataformas como YouTube significa que los algoritmos automatizados para ordenar, clasificar y resaltar el contenido de manera útil para los usuarios son esenciales para la funcionalidad de las plataformas. Son tan importantes para la experiencia del usuario como el alojamiento del contenido en sí. 

Si las plataformas son responsables de las recomendaciones de sus algoritmos, serían efectivamente responsables del contenido de terceros todo el tiempo y es posible que deban dejar de usar recomendaciones algorítmicas por completo para evitar litigios. Esto significaría una experiencia de consumo inferior que nos dificultaría encontrar información y contenido relevante para nosotros como individuos.

También significaría más “prohibición en la sombra” y censura de contenido controvertido, especialmente cuando se trata de activistas de derechos humanos en países con gobiernos abusivos, predicadores pacíficos aunque feroces de todas las religiones, o cineastas violentos cuyos videos no tienen nada que ver con el terrorismo. Dado que es imposible examinar cada video enviado en busca de enlaces terroristas, incluso con un gran personal de moderación, pueden ser necesarios algoritmos de herramientas para bloquear contenido que podría ser simplemente propaganda terrorista. 

Los defensores conservadores de la libertad de expresión que se oponen a la censura de las grandes tecnologías deberían estar preocupados. Cuando YouTube tomó medidas enérgicas contra el contenido violento en 2007, los activistas que expusieron los abusos contra los derechos humanos por parte de los gobiernos de Oriente Medio sin plataforma. Las cosas empeorarán aún más si se presiona a las plataformas para que lleven las cosas más lejos.

Responsabilizar a las plataformas de esta manera es innecesario, incluso si eliminar más contenido extremista reduciría la radicalización. Leyes como la Ley de derechos de autor del milenio digital brindan un proceso de notificación y eliminación para contenido ilegal específico, como la infracción de derechos de autor. Este enfoque se limita al contenido enviado por el usuario ya identificado como ilegal y reduciría la presión sobre las plataformas para eliminar más contenido en general.

Combatir el terrorismo y responsabilizar a las grandes tecnológicas por malas acciones genuinas no debería involucrar precedentes o leyes radicales que hagan que Internet sea menos libre y útil para todos nosotros.

Publicado originalmente aquí

Hecho en China - Vendido en China

Durante décadas, hemos estado acostumbrados a ver casi todo lo que compramos con la etiqueta 'Hecho en China'. Era conveniente para todas las partes, consumidores y vendedores por igual. Sin embargo, últimamente los productos tecnológicos chinos han causado mucha preocupación en el mundo libre.

TikTok es uno de los temas más comentados. La popularidad de la aplicación ensombrece el peligro que representa con respecto a la recopilación de datos y el vínculo aparente entre la empresa y el Partido Comunista Chino (PCCh). No sorprende que varios gobiernos ya hayan tomado medidas para limitar el uso de la aplicación. Primero, Estados Unidos prohibió TikTok en dispositivos gubernamentales, seguido de algunas universidades que hicieron lo mismo. Es probable que Canadá siga, y muchas personas esperan que la legislación lenta y burocrática de la UE apruebe algo similar.

Otra preocupación es la red 5G de Huawei, a la que algunos países de la UE ya han renunciado. Aún así, la mayoría de los estados miembros dependen de esta tecnología china, aunque muchos proveedores de servicios alternativos provienen del mundo libre. 

Últimamente, ha causado revuelo en Australia saber que las notorias empresas chinas Hikvision y Dahua proporcionaron cámaras de vigilancia a los edificios gubernamentales. Según James Paterson, el portavoz de la oposición para la seguridad cibernética y la lucha contra la interferencia extranjera, la Commonwealth estaba “plagada de software espía del PCCh” e instó al gobierno a eliminarlo de inmediato. Hace unos meses ocurrió lo mismo en Reino Unido, donde estas dos empresas fueron prohibidas por cuestiones de derechos humanos y posible espionaje.

La última noticia que ha causado preocupación proviene de los usuarios de Android en China, donde los teléfonos celulares de fabricantes chinos populares como Xiaomi, OnePlus y Oppo Realme recopilan una gran cantidad de datos a través de sus sistemas operativos. Aunque, a partir de ahora, solo tenemos información de que esto se refiere solo a teléfonos en China, debemos tener cuidado al usar productos y servicios tecnológicos chinos similares. De lo contrario, terminaremos teniendo nuestros datos 'Vendidos en China'.

Publicado originalmente aquí

¿Y si la UE regulara los trenes como hace con la ingeniería genética?

En un evento reciente sobre fitomejoramiento, participé en una conversación con varias personas involucradas en la discusión científica en torno a las Nuevas Técnicas de Mejoramiento (NBT). A pesar de que la tecnología de edición de genes CRISPR Cas-9 fue desarrollada por una científica europea, Emmanuelle Charpentier, su uso en la agricultura sigue siendo ilegal en este continente, según una directiva obsoleta sobre modificación genética de 2001 y un tribunal del TJUE. caso interpretándolo en 2018. Expliqué que creo que el enfoque de la UE hacia el principio de precaución ha sido distorsionado y obstaculiza la innovación, y mientras buscaba una analogía, dije: "Imagínese que este sistema de gobernanza hubiera existido durante la invención del transporte ferroviario". .

La invención de los ferrocarriles se remonta a la Alemania del siglo XVI, cuando los vagones todavía eran tirados por caballos sobre rieles de madera. A fines de la década de 1700, los ingenieros sustituyeron los rieles de madera por hierro, lo que llevó a la introducción de los tranvías. El primer tranvía tirado por caballos comenzó a operar en el Reino Unido en 1807. Fue solo a mediados de siglo que la locomotora a vapor se volvió viable para los ferrocarriles, pero con la innovación llegaron aquellos que abogaban por la precaución. 

Puede parecer extraño para el lector actual que está acostumbrado a que los ferrocarriles sean elogiados como la solución para gran parte de los problemas de movilidad de Europa y como una ambición de reducir las emisiones de dióxido de carbono, pero durante la era victoriana de Inglaterra, los ferrocarriles fueron criticados por causar "locura ferroviaria". . Edwin Fuller Torrey y Judy Miller escribieron en La peste invisible: el auge de las enfermedades mentales desde 1750 hasta el presente, se creía que los trenes “lesionar el cerebro.” A diferencia del Movimiento de Vida Limpia en los Estados Unidos, que pretendía la idea de que el té dañaría mentalmente a las mujeres, la historia de la locura ferroviaria estaba respaldada por evidencia anecdótica. Durante la década de 1860, surgieron una gran cantidad de noticias, contando historias de pasajeros de trenes que pierden la cabeza durante los viajes en tren. Las historias de pasajeros que se desnudaban y se asomaban por las ventanas, atacaban a otros con una variedad de armas, incluidos cuchillos, todo mientras se calmaban después de que el tren se detuvo, inspiraron temor en los usuarios habituales de este medio de transporte. 

Las historias de los medios añadieron leña al fuego al publicar titulares sobre cómo los viajes en tren eran peligrosos e impredecibles y que los propios trenes tenían la culpa de la locura de sus viajeros. En ocasiones, omitieron que los trenes eran utilizados por aquellos que habían escapado de los asilos mentales y que los trenes en sí mismos no son inmunes a la violencia y el crimen de la misma manera que lo sería cualquier otra área pública. Hoy sabemos que el apoyo a la salud mental es esencial para frenar este tipo de incidentes y que en lugar de miedo y estigma, muchas personas en nuestra sociedad necesitan ayuda. Miramos la histeria de la era victoriana con un sentido de superioridad moderna, tal vez justificadamente. Sin embargo, imaginemos qué pasaría si el viaje en tren nunca se hubiera inventado y se introdujera en la UE en 2022.

A medida que los informes de los viajes en tren desde los Estados Unidos resuenan en la esfera de los medios europeos, los estados miembros individuales aprueban una moratoria en las licitaciones para el desarrollo ferroviario. La prometedora industria ferroviaria promete un gran desarrollo económico para Europa, pero los grupos activistas ponen en duda la eficiencia y la necesidad de los ferrocarriles. “Sabemos hasta qué punto Estados Unidos ignora la seguridad de sus ciudadanos. Pero, ¿quieres que tu gobierno permita que la locura se extienda por nuestra sociedad con estas máquinas devoradoras de mentes? Firma nuestra petición”, se lee en un folleto de “Ciudadanos europeos por la seguridad en los viajes”, repartido durante una protesta frente a la Comisión Europea. Los activistas se han disfrazado de trenes, atravesando una gran figura de una cabeza humana. El Daily Mail escribió sobre la protesta, con el titular "Valientes manifestantes OBLITERAN a los eurócratas por permitir que los asesinos alucinantes entren en las ciudades".

Los legisladores del Parlamento Europeo reaccionan a la presión pública y piden a la Comisión Europea que respete el principio de precaución. El Centro Común de Investigación de la UE había publicado datos que mostraban que no había conexión entre los ferrocarriles y los problemas de salud mental de sus pasajeros, lo que llevó a una audiencia en el Parlamento en la que los eurodiputados interrogaron a los científicos sobre sus vínculos con la industria ferroviaria. “Pretendes que eres independiente, pero hace apenas ocho años publicaste un estudio sobre seguridad ferroviaria, que contó con el apoyo logístico y financiero de la industria ferroviaria”, investiga un eurodiputado de los Países Bajos. Mientras la investigadora explica que es común que los científicos trabajen junto con la industria en el análisis de la innovación tecnológica, es interrumpida por otra eurodiputada de Alemania: “Un hombre en mi ciudad natal acaba de regresar de Estados Unidos donde tomó uno de los “trenes seguros” como usted los llama, y su esposa me dice que ahora se unen a una demanda colectiva por los problemas de salud mental que tuvo al usar una de estas máquinas. Hasta que me demuestre que el tren NO lo lastimó, creo que deben seguir siendo ilegales en Europa. No somos el Salvaje Oeste, donde las empresas experimentan con los ciudadanos”.

Tras un largo procedimiento de consulta, y a pesar de las evaluaciones de seguridad que demostraron que los ferrocarriles no tenían los efectos que se les acusaba de causar, la Unión Europea afirma su compromiso de tener los más altos estándares de seguridad para el consumidor en el mundo. Los viajes en tren siguen siendo ilegales y la gente usa predominantemente motores de combustión interna para moverse entre ciudades. Diez años después, la Comisión compiló un informe urgente que muestra que los ciudadanos de todo el mundo pueden viajar de A a B mucho más rápido que los europeos. Se necesitarán otros 20 años para verificar el efecto de la prohibición ferroviaria en este bajo rendimiento.

Algunos lectores pueden considerar esta analogía como graciosa y poco aconsejable, dado que Europa permite mucha innovación tecnológica e incluso la fomenta. Mi objetivo no es afirmar que Europa es alérgica a la innovación, sino expresar incredulidad sobre cómo la UE no puede aprovechar las oportunidades de la edición de genes a pesar de su seguridad y precisión. Como referencia: la mutagénesis no dirigida a través de la radiación ionizante es perfectamente legal en Europa, incluso para los productos de agricultura orgánica, a pesar de ser una técnica considerablemente menos precisa para el cultivo de plantas que las NBT. Además, aprobar NBT no significaría que la EFSA y otras agencias de seguridad alimentaria serían eliminadas del proceso de aprobación de semillas; de hecho, aprenderíamos más sobre ellas a través del trabajo de las agencias de la UE.

La ingeniería genética se utilizó para el desarrollo de vacunas de ARNm, a su vez, utilizadas durante la pandemia de COVID-19. A todos los efectos, la Unión Europea puede aprobar esta tecnología cuando reconozca la urgencia. Porque la edición de genes en nuestro sistema alimentario, que presenta la oportunidad de hacer que nuestros alimentos sean más saludables y sostenibles (al poder alimentar a una población mundial en constante crecimiento), aún tiene que reconocer esta urgencia. 

Esperemos que no miremos hacia atrás a nuestros estándares regulatorios actuales en 200 años de la misma manera que miramos hacia atrás al miedo victoriano a los trenes.

Publicado originalmente aquí

La prohibición británica de los plásticos de un solo uso es una mala noticia para los consumidores y el medio ambiente

Los consumidores británicos pueden despedirse de las comodidades de los cubiertos, platos y recipientes de plástico para alimentos. Habiendo prohibido ya las pajitas de plástico, los bastoncillos de algodón y los agitadores, Inglaterra se une Escocia en prohibir la fabricación y distribución masiva de plásticos de un solo uso de Octubre de 2023 en adelante. Gales está en proceso de redacción legislación similar.

Las razones detrás de la prohibición son visibles a simple vista. Lamentablemente, todo el mundo en Gran Bretaña está familiarizado con la basura plástica y los vertederos que estropean el campo. Agregue la contribución que hacen los plásticos a las emisiones de gases de efecto invernadero y la amenaza que representan para el bienestar de las plantas y la vida silvestre locales, y una prohibición para contener el problema comienza a parecer justificada.

Emil Panzaru, Gerente de Investigación del Consumer Choice Center, no encontró la noticia bien recibida: “Tales prohibiciones hacen más daño que bien. Al ignorar los peligros que representan los sustitutos del plástico en sus evaluaciones de impacto, las autoridades británicas, sin saberlo, fomentan opciones más dañinas para el medio ambiente y privan a los consumidores de sus opciones”.

Después de todo, es demasiado fácil ver el horror de los tenedores desechados y las latas aplastadas reunidas en una pila al costado de una carretera y concluir que los plásticos son la amenaza ambiental número uno. Para apoyar este caso, el gobierno británico cita el uso de 2.700 millones de cubiertos de plástico anual, solo 10% de los cuales son reciclados, y enfatiza el vínculo entre los plásticos degradables y los gases de efecto invernadero.

Lo que el gobierno no ve es el costo de producir alternativas. Una vez que desglosamos los datos detrás de las emisiones de gases de efecto invernadero y observamos el consumo de tierra y agua, el agotamiento del ozono y el agotamiento de los recursos, podemos ver que su consumidor promedio debe reutilizar una bolsa de algodón al menos 7,000 veces para justificar su impacto ambiental. En comparación directa, la investigación encuentra que los clientes necesitan usar bolsas de algodón 52 veces para llegar a la pequeña huella de un transportista Tesco mundano. Estos reemplazos son, por lo tanto, mucho más dañinos que el plástico.

Dados estos problemas, Panzaru sugirió las siguientes políticas: “el gobierno británico debe ir más allá de las soluciones simplistas pero dañinas que pintan el plástico como malo y los sustitutos como buenos. Si la preocupación es ambiental, los formuladores de políticas deberían abordar el uso de plástico caso por caso, considerando también los costos que plantean los sustitutos”.

Concluye: “Si la preocupación es que los transeúntes desconsiderados están estropeando el campo, entonces tirar basura y tirar basura no se detendrá una vez que el plástico se haya ido. En cambio, el gobierno debe imponer castigos más severos para disuadir a las personas de tirar basura en el futuro. De esta manera, los consumidores seguirán siendo libres de elegir y el medio ambiente estará mejor por ello”.

Vuelve al comienzo
es_ESES