fbpx

Day: September 18, 2020

Backing #Vaping to beat #Cancer

The upcoming European Union’s Beating Cancer Plan is a historic chance to improve public health in Europe. Cancer is the second leading cause of death in the EU. 1.3 million people die from cancer each year in the EU and 700,000 of those deaths are associated with smoking. Despite these terrifying numbers, approximately 140 million Europeans are still smoking. The European Union is right to tackle the disease with a holistic approach, writes Michael Landl (pictured).

A comprehensive approach needs to include prevention and harm reduction. While it is important that lawmakers do everything, they can to prevent people from starting smoking, it is equally important to support current smokers in their quest to quit. Including e-cigarettes (vaping) in the EU Beating Cancer Plan will help millions of European who are struggling to quit smoking and consequently prevent many deaths associated with cancer from smoking.

E-cigarettes contain liquid which is heated and turned into vapour. There is no tobacco nor tar in e-cigarettes and many of the toxins in cigarettes are not present in e-cigarettes. In 2015, Public Health England declared that vaping is 95% less harmful than smoking and began recommending that current smokers switch to electronic cigarettes. Countries like Canada and New Zealand followed their lead and have helped save millions of lives. In fact, these policies promoting vaping arguably achieved more in a short period of time than what lawmakers tried to accomplish for years: fewer people smoking cigarettes. 

We know that abstinence is not as effective as alternatives, such as vaping. According to a 2019 study from Queen Mary University London of 100 smokers trying to quit cold turkey, only three to five succeed – while according to the same study, vaping is even more effective for smoking cessation than nicotine-replacement therapy, like patches or gums.

Despite the weight of evidence, a number of governments have considered new restrictions on vaping, rather than make it more accessible. While often well intentioned most newly proposed regulations, such as flavour liquid bans or higher taxes, would disproportionately harm smokers who are trying to quit. This runs directly against the goal of beating cancer.

The EU Beating Cancer Plan is a massive opportunity to ramp up the fight against smoking. Lawmakers should include vaping in the plan as a harm reduction tool to prevent cancer. The European Union’s institutions and governments should follow the lead of countries like the United Kingdom, Canada and New Zealand and encourage the use of vaping as a less harmful alternative for adult smokers.

If the European Union is serious about improving health, we must back vaping to beat cancer.

About the World Vapers’ Alliance

The World Vapers’ Alliance (WVA) amplifies the voice of passionate vapers around the world and empowers them to make a difference for their communities. The alliance partners with 19 groups representing vapers worldwide and represents individual vapers. Michael Landl, the WVA’s director, is an experienced policy professional and a passionate vaper.

Originally published here.

Bahaya Pelarangan dan Perdagangan Gelap

Perdagangan gelap dan barang-barang ilegal merupakan salah satu permasalahan besar yang hingga saat ini masih terus terjadi di dunia. Melalui maraknya perdagangan gelap, bukan hanya para pedagang barang-barang yang legal yang dirugikan, tetpai juga para konsumen, karena mereka akan mendapatkan dan mengkonsumsi barang-barang yang tidak diregulasi dan tidak jarang juga sangat berbahaya.Pada tahun 2012 misalnya, lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani isu-isu mengenai kriminalitas, United Nations Office on Drugs & Crime, memberi estimasi nilai perdagangan ilegal internasional sebesar USD870 miliar. Angka tersebut tentu merupakan jumlah yang sangat besar.Tidak seperti yang mungkin dibayangkan oleh sebagian kalangan, perdagangan gelap yang trejadi di berbagai belahan dunia tidak hanya melibatkan zat-zat psikotropika yang berbahaya dan juga barang-barang mewah, namun juga berbagai barang-barang sederhana yang mudah kita jumpai dan kita gunakan sehari-hari. Produk-produk pakaian sehari-hari misalnya, dan produk-produk pangan misalnya, juga merupakan barang-barang yang dijual di banyak pasar gelap.Produk-produk tembakau misalnya, juga merupakan salah satu produk yang kerap diperjualbelikan di pasar gelap. Tidak bisa dipungkiri bahwa produk-produk tembakau merupakan produk yang memiliki dampak buruk bagi kesehatan penggunanya. Hal ini tentu berpotensi kian diperparah bila produk-produk tembakau tersebut didapatkan di dalam pasar ilegal yang tidak diregulasi oleh pemerintah dan tidak dapat dicek dan diketahui keamanannya bagi konsumen.Bank Dunia (World Bank) memberi definisi perdagangan ilegal tembakau sebagai seluruh kegiatan menjual, mendistribusi, dan membeli produk-produk tembakau yang dilarang oleh hukum. Hal tersebut termasuk juga pemalsuan dan pembajakan produk tembakau tertentu, dan juga menyelundupkan produk-produk tersebut (World Bank, 2019).

Sebagaimana produk-produk ilegal lainnya, produk-produk tembakau ilegal yang beredar di pasar juga umumnya memiliki harga yang jauh dibawah dengan produk-produk legal yang diregulasi oleh pemerintah. Berdasarkan laporan World Bank tahun 2019 lalu, Produk-produk tembakau yang dijual di Brazil dan Argentina misalnya, memiliki harga 50% lebih murah dibandingkan dengan produk-produk tembakau yang legal. Hal yang sama juga terjadi di Paraguay, yang perbedaan harganya mencapai 67% Di negara tetangga kita, Malaysia, harga produk-produk tembakau ilegal memiliki perbedaan 55% dari harga produk-produk yang legal (World Bank, 2019).Peredaran produk-produk tembaau ilegal bukan hanya masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang di kawasan Asia atau Amerika Latin. Negara-negara dunia pertama di Eropa misalnya, juga menghadapi permasalahan tersebut. Organisasi Uni Eropa yang menangani kasus-kasus korupsi dan kriminalitas, European Union Anti-Fraud Office (OLAF), memberi estimasi pasar tembakau ilegal di negara-negara Uni Eropa pada tahun 2020 sebesar 10 miliar Euro (Consumer Choice Center, 2020). Aktivitas dari perdagangan produk-produk tembakau ilegal bukan hanya dapat semakin membahayakan konsumen-konsumennya yang mengkonsumsi produk-produk ilegal tersebut, akan tetapi aktivitas tersebut juga memberi keuntungan kepada organisasi-organisasi kriminal (organized crimes). Menteri Kesehatan Italia mislanya, pada tahun ini menyatakan bahwa aktivitas perdagangan ilegal produk-produk tembakau telah memberikan pemasukan dua kali lipat bagi organisasi-organisasi kriminal di negaranya, yang sebelumnya hanya mendapatkan pemasukan dari penjualan zat-zat psikotropika ilegal seperti heroin dan kokain (Consumer Choice Center, 2020).

Ada beberapa dampak yang signifikan dari marak dan banyaknya produk-produk tembakau ilegal, sebagaimana yang dicatat oleh World Bank. Selain masalah kesehatan, sebagaimana yang sudah diungkapkan sebelumnya, di mana produk tembakau memang secara saintifik berbahaya bagi kesehatan dan hal tersebut akan kian diperparah dengan prduk-produk ilegal yang tidak diregulasi, produk-produk tembakau ilegal juga akan memiliki dampak yang signifikan terhadap anak-anak di bawah usia (World Bank, 2019).Untuk peredaran dan pasar produk-produk tembakau yang legal misalnya, pemerintah dapat memberlakukan serangkaian regulasi yang ketat, baik di distributor ataupun di pertokoan, untuk memastikan produk-produk tembakau tersebut tidak jatuh ke tangan dan dikonsumsi oleh anak-anak dibawah usia. Bila ada distributor atau toko yang melanggar aturan tersebut, dan mengizinkan anak dibawah usia membeli produk-produk tembakau yang dijual, maka pemerintah dapat memebri sanksi mulai dari denda sampai dengan pencabutan izin usaha.Hal sebaliknya terjadi di dalam pasar tembakau ilegal. Karena aktivitas tersebut dilakuakan secara sembunyi-sembunyi dan berada diluar regulasi pemerintah, maka pemerinath tidak bisa membelakukan serangkaian regulasi penting yang ditujukan untuk melindungi anak-anak dibawah usia untuk mendapatkan produk-produk tembakau. Anak-anak dapat dengan mudah mendapatkan produk tersebut langsung dari para penjual ilegal. Hal ini tentu akan menimbulkan masalah yang sangat besar yang memiliki dampak yang sangat negatif terhadap kesehatan anak-anak.Lantas, apakah yang bisa kita lakukan untuk menanggulangi aktivitas perdagangan ilegal produk-produk tembakau yang sangat berbahaya tersebut? Ada beberapa solusi yang sangat penting untuk diperhatikan dan dilakukan oleh para pembuat kebijakan demi mencegah dan mengurangi aktivitas-aktivitas tersebut. Hal pertama yang paling jelas adalah jangan sampai harga produk-produk tembakau yang legal menjadi meningkat sehingga semakin sulit diakses dan didapatkan oleh masyarakat, terutama masyarakat dari kelas menengah ke bawah.Salah satu hal yang menarik para konsumen untuk membeli produk-produk ilegal, produk apapun itu, baik fashion, pangan, barang-barang elektronik, dan lain sebagainya, termasuk tentunya produk-produk tembakau, adalah produk-produk tersebut memiliki harga yang jauh dibawah dibandingkan dengan produk-produk legal. Dengan menaikkan harga produk-produk legal tertentu yang beredar di pasar, maka hal tersebut akan semakin memberi insentif kepada konsumen untuk membeli dari pasar gelap yang ilegal.Indonesia misalnya, merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Jumlah perokok di negara kita sejumlah lebih dari 65 juta jiwa, atau 34% dari keseluruhan penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut 70% dari perokok di Indonesia berasal dari Rumah Tangga Miskin (Detik.com, 27/08/2016).

Hal tersebut tentu merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh para pembuat kebijakan industri tembakau, terlebih lagi bila para pembuat kebijakan akan memberlakukan kebijakan untuk menaikkan harga produk-produk tembakau, salah satunya adalah melalui kenaikan biaya cukai. Pada tahun 2020 ini misalnya, pemerintah membelakukan kenaikan cukai rokok yang tertinggi setidaknya sejak tahun 2013 (Katadata.co.id, 2020). Mereka yang paling terkena dampaknya tentu adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah dan menegah ke bawah.Dampak dari kebijakan kenaikan cukai rokok yang akan semakin memberi insentif konsumen membeli produk-produk tembakau di pasar ilegal juga merupakan hal yang diungkapkan oleh Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI). Yang paling dirugikan, selain konsumen dalam hal ini, juga para produksen dan pekerja yang bekerja di industri tembakau (CNN Indonesia, 10/09/2019). Kebijakan lainnya yang harus diperhatikan adalah tidak memberlakukan kebijakan yang sudah terbukti negara-negara lain gagal dalam menekan peredaran produk-produk tembakau, salah satunya adalah kebijakan kemasan polos. Kebijakan kemasan polos, atau yang dikenal juga dengan plain packaging policy, adalah kebijakan yang melarang setiap produksen produk-produk tembakau untuk menampilkan brand dan logo mereka di depan bungkus produk tersebut, dan digantikan dengan kemasan polos berwarna hitam yang tidak bergambar.Australia merupakan negara pertama yang memberlakukan kebijakan plain packaging pada tahun 2012. Pada tahun 2014, jumlah produk tembakau ilegal yang disita oleh aparat keamanan Australia sebesar 182 ton. Jumlah tersebut semakin meningkat di tahun 2017 menjadi 381 ton (Forbes, 01/21/2017). Kebijakan tersebut sudah terbukti gagal dan justru semakin meningkatkan peredaran produk tembakau ilegal yang sangat berbahaya bagi konsumen.

Sebagai penutup, perdangan produk-produk ilegal, termasuk produk-produk tembakau, merupakan permasalahan besar yang melanda berbagai negara di seluruh dunia. Jangan sampai, justru kebijakan-kebijakan yang dimaksudkan untuk menanggulangi dampak negatif dari tembakau malah berdampak pada peningkatan peredaran produk-produk ilegal, dan semakin memberi insentif bagi konsumen untuk membeli produk di pasar gelap, yang tentunya sangat berbahaya.

Originally published here.

Millones de exfumadores podrían recaer si se prohíben los sabores en el vapeo

Una nueva investigación publicada por el Consumer Choice Center (Centro de Elección del Consumidor) y World Vapers Alliance (Alianza Mundial de Vapeadores) muestra que 15 millones de exfumadores de ocho países podrían volver a fumar si se promulgan las prohibiciones de los sabores del vapeo de nicotina.

El informe “Why Vape Flavors Matter?” analizó la situación en 8 países (Estados Unidos, Canadá, Holanda, Polonia, Alemania, Francia, España, e Italia). De acuerdo con este, hay tres consecuencias negativas de prohibir los sabores en el vapeo:

1. La prohibición llevará a los vapeadores a comprar productos de vapeo con sabor en otras jurisdicciones legales;
2. Los vapeadores podrían recurrir a comprar productos de vapeo con sabor en el mercado ilegal;
3. Los vapeadores podrían volver a fumar.

El análisis también encontró que los vapeadores que usan sabores distintos a tabaco son 230% más propensos a dejar de fumar que aquellos que usan solo sabores de tabaco. 

Reacciones al estudio

Michael Landl, director de la Alianza Mundial de Vapeadores, dijo que “prohibir los sabores tendría un efecto profundamente negativo en la sociedad, empujando a los fumadores de vuelta a los cigarrillos o al peligroso mercado negro. El vapeo es una herramienta muy eficaz para dejar de fumar y los sabores son una parte integral del éxito. La prohibición de los sabores podría hacer que millones de exfumadores volvieran a tomar el hábito”.

David Clement, director de Asuntos Norteamericanos del Consumer Choice Center, añadió: “Lo que queremos que la gente, especialmente los legisladores, reconozcan es que los sabores que se van formando no solo tienen que ver con el sabor y la comodidad para los usuarios adultos: son un factor importante para que la gente deje de fumar de forma tradicional”.

En el informe también se examinan otras consecuencias negativas de la prohibición de los sabores. Estas incluyen acceder a los mercados negros o fabricar sus propios líquidos de vapeo. Esto último puede ser muy peligroso si la persona no cuenta con el conocimiento y los ingredientes adecuados. 

“Sabemos que las prohibiciones de los sabores reavivan los problemas de la prohibición, lo cual es un neto negativo para la sociedad, tanto en lo que respecta a la actividad delictiva como a la seguridad de los consumidores”, dijo Yaël Ossowski, director adjunto del Consumer Choice Center. “A la luz de todas estas pruebas, países como los Países Bajos o Dinamarca deben reconsiderar sus planes sobre las prohibiciones de los sabores y, en su lugar, facilitar al máximo a los fumadores el cambio a alternativas menos perjudiciales en comparación con el tabaquismo”, dijo Michael Landl.

Originally published here.

Open Letter to the Members of the Board of the WTO

To the attention of Mr. Tim Yeend,
Chef de Cabinet and Principle Advisor to Director-General
World Trade Organization

Bruxelles, 16 September 2020


Subject: On the risk of TRIPS to create regulatory barriers to medical innovation

Dear Mr. Tim Yeend,

In light of the “vaccine nationalism” and buy-outs of the broad-spectrum antiviral medication “Remdesivir”, much of the emphasis on intellectual property issues revolved around coronavirus has focused on immunizations and medicines, and we couldn’t stand aside from
this timely discussion.

Earlier this month, South Africa issued a communication titled “Beyond Access to Medicines and Medical Technologies Towards a More Holistic Approach to TRIPS Flexibilities.” It was pointed out that the COVID-19 response required looking beyond patents towards a more “integrated approach to TRIPS flexibilities that include other various types of intellectual property (IP) rights including copyrights, industrial designs and trade secrets” (IP/C/W/666).

“TRIPS flexibilities” that are usually used to refer to exceptions allowing countries to override global IP rules for public health reason have been used mainly in regard to patents. However, as the communication argues, the scope of the flexibilities should also be extended
to other various types of intellectual property (IP) rights including copyrights, industrial designs and trade secrets. As such, the recommendations submitted by South Africa are cross-field as they also touch upon the production and distribution of essential medical devices such as masks, ventilators, and personal protective equipment.

The risk of TRIPS is to create regulatory barriers that go well behind the pharmaceutical industries. Some examples of innovations that are supposed to be shared but face regulatory barriers go beyond pharmaceuticals to AI algorithms for apps and 3D-printed ventilator valves.

As a quick reminder, this can include so-called compulsory licensing when a government authorizes a manufacturer to copy another’s patented medicine. There are other grey areas still to be addressed over compulsory licensing as well as there are many ways to make easier access to vaccines: for example, a mutual recognition of FDA and EMA and other agencies and fast-tracking procedures for some type of medicines.

During tough times, decision-makers are requested to restore certainty to the greatest extent possible. Moreover, this crisis compels us to be one step ahead and anticipate issues.

Looking forward to your swift reaction,
Gianna GANCIA MEP
Anna BONFRISCO MEP
Fulvio MARTUSCIELLO MEP
Massimiliano SALINI MEP
Matteo ADINOLFI MEP
Salvatore DE MEO MEP
Antonio Tajani MEP
Hermann Tertsch MEP
Marlazy Aguilar MEP
Ivan Stefanec MEP
Stefania Zambelli MEP
Fred Roeder, managing director of the Consumer Choice Center

Scroll to top
en_USEN