fbpx

Indonesia

Pentingnya Digitalisasi Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual

Ekonomi kreatif saat ini merupakan salah satu sektor yang berkembang paling maju dan paling pesat di Indonesia. Sektor ini telah mempekerjakan puluhan juta pekerja dan juga memberi sumbangsih yang sangat besar bagi ekonomi Indonesia.

Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif misalnya, sektor ekonomi kreatif telah menyumbangkan sekitar 1.100 triliun rupiah pada tahun 2020. Hal ini terjadi meskipun di tengah pandemi COVID-19 yang hingga saat ini masih terjadi. Hal ini membuktikan bahwa ekonomi kreatif merupakan salah satu sektor yang paling mampu bertahan di masa pandemi (bisnis.tempo.co, 18/1/2021).

Hal ini tentu merupakan sesuatu yang sangat positif dan harus terus kita dorong. Bila kita mampu untuk semakin meningkatkan ekonomi kreatif di Indonesia, maka masyarakat juga akan mendapatkan manfaat yang sangat besar, dan akan semakin banyak membuka lapangan kerja.

Salah satu upaya yang sangat penting untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat dan komprehensif. Perlindungan hak kekayaan intelektual memang menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari wacana mengenai sektor ekonomi kreatif.

Inovasi merupakan fondasi dari industri kreatif, dan perlindungan hak kekayaan intelektual adalah hal yang sangat penting untuk meningkatkan inovasi. Dengan adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang baik dan kuat, maka kita akan memberi kepastian kepada para inovator dan pelaku industri kreatif agar karya mereka tidak dicuri dan mereka bisa mendapatkan manfaat ekonomi yang seutuhnya dari karya yang mereka buat.

Tanpa adanya perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, maka orang-orang yang tidak bertanggung jawab bisa dengan sangat mudah membajak dan mencuri hasil karya orang lain. 

Bila hal ini terus terjadi, maka bukan tidak mungkin insentif para pelaku industri kreatif untuk berinovasi akan semakin berkurang, dan para investor juga akan semakin enggan untuk menginvestasikan uang yang mereka miliki di sektor tersebut.

Peran aktif dari aparat penegak hukum untuk menindak mereka yang mealkukan pembajakan merupakan langkah yang sangat penting untuk melindungi hak kekayaan intelektual. 

Tetapi, bila kita ingin memperkuat perlindungan hak kekayaan intelektual, hal tersebut saja tidaklah cukup. Peran aktif dari para pelaku industri kreatif juga menjadi hal yang sangat krusial.

Saat ini, kesadaran para pelaku industri kreatif untuk mendaftarkan karya yang mereka buat di Indonesia masih tergolong rendah (jpnn.com, 14/7/2019). Padahal, peran ini merupakan hal yang sangat penting. Bila mereka tidak mendaftarkan karya yang mereka buat, maka akan mustahil karya tersebut untuk mendapatkan perlindungan dari pembajakan dan pencurian.

Oleh karena itu, sosialisasi mengenai pentingnya bagi para pelaku industri kreatif untuk mendaftarkan karya mereka menjadi hal yang penting untuk meningkatkan eksadaran tersebut. Tetapi, hal tersebut tidaklah cukup. Sosialisasi mengenai pentingnya mendaftarkan karya kreatif juga harus dibarengi dengan kebijakan untuk memudahkan proses pendaftaran tersebut.

Bila sosialisasi mengenai pentingnya pendaftaran hak kekayaan intelektual dilakukan secara gencar, namun para pelaku industri kreatif harus melalui proses yang sangat berbelit untuk mendaftarkan karya mereka, maka hal tersebut menjadi tidak akan ada gunanya. Insentif untuk mendaftarkan kekayaan intelektual oleh para pelaku industri kreatif akan tetap kecil.

Salah satu kebijakan yang sangat penting untuk diambil untuk mempermudah proses pendaftaran tersebut adalah melalui digitalisasi pendaftaran kekayaan intelektual. 

Saat ini, perkembangan teknologi informasi berkembang begitu cepat, dan jumlah pengguna internet di Indonesia sudah sangat tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), pada tahun 2021, tercatat ada 202,6 juta pengguna internet di Indonesia. Angka ini naik 11% dari tahun sebelumnya, yakni 175,4 pengguna (aptika.kominfo.go.id, 12/9/2021).

Angka ini tentu bukan merupakan jumlah yang sedikit. Dengan adanya proses digitalisasi pendaftaran kekayaan intelektual, maka akan semakin mempermudah para pelaku industri kreatif untuk mendaftarkan karya mereka, karena mereka tidak perlu lagi untuk pergi ke kantor pemerintahan dan melalui berbagai proses birokrasi yang berbelit agar karya mereka menjadi karya yang terdaftar sehingga hak kekayaan intelektualnya dapat terlindungi.

Berita baiknya adalah, pemerintah dalam hal ini sudah mengakomodir hal tersebut, agar digitalisasi proses pendaftaran kekayaan bisa diwujudkan. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, menekankan bahwa memanfaatkan sistem teknologi informasi dalam rangka pelayanan masyarakat, dalam hal ini untuk mendaftarkan kekayaan intelektual, adalah hal yang penting. 

Hal ini bukan hanya untuk mempermudah para pelaku usaha industri kreatif, khususnya para pemilik usaha kecil dan menengah, namun juga memperkecil peluang korupsi dan pungutan liar yang dilakukan oleh oknum pegawai pemerintahan (hukumonline.com, 18/7/2020).

Pernyataan dari Menkumham tersebut tetu merupakan sesuatu yang sangat positif dan patut kita apresiasi. Dengan semakin mudahnya pendaftaran kekayaan intelektual, diharapkan akan semakin banyak pula para pelaku industri kreatif yang mendaftarkan karya mereka. Dengan demikian, maka perlindungan kekayaan intelektual akan semakin kuat, dan semoga ekonomi kreatif di Indonesia dapat semakin berkembang di tahun-tahun mendatang.

Originally published here

Pentingnya Reformasi Regulasi Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

Perlindungan hak kekayaan intelektual merupakan salah satu permasalahan besar di negara kita. Lemahnya penegakan hukum untuk melindungi hak kekayaan intelektual membuat fenomena pembajakan sangat marak dan umum terjadi di Indonesia, baik secara offline maupun secara daring.

Kita tidak perlu pergi jauh-jauh untuk mengamati peristiwa tersebut. Bila kita pergi ke pusat perbelanjaan yang berada di dekat rumah kita, dengan mudah kita bisa menemukan berbagai produk bajakan yang dijual bebas, mulai dari produk-produk fashion, hingga produk-produk musik dan film. Hal yang sama juga bisa kita temukan dengan mudah di dunia maya.

Hal ini tentu merupakan masalah yang tidak kecil. Bila hak kekayaan intelektual tidak dilindungi, maka hal ini akan membawa kerugian yang besar bagi banyak pekerja kreatif dan inovator, khususnya mereka yang tinggal di Indonesia. Mereka menjadi tidak bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang mereka buat dengan susah payah.

Tanpa adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang baik dan kuat, tentu industri kreatif menjadi sangat sulit atau bahkan hampir mustahil dapat berkembang.

Bila seorang inovator atau pekerja kreatif tidak bisa menikmati dan mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yag dihasilkannya, maka tidak mustahil insentif mereka untuk berkarya akan semakin berkurang, karena karya yang mereka hasilkan dengan mudah bisa dicuri oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Untuk itu, perlindungan hak kekayaan yang kuat menjadi hal yang sangat krusial yang harus ditegakkan, agar ekonomi kreatif dan inovasi di sebuah negara dapat semakin meningkat, termasuk juga tentunya di Indonesia. Dengan semakin berkembangnya ekonomi kreatif, tentu juga akan semakin banyak lapangan kerja yang terbuka, yang akan meningkatkan kesejahteraan.

Ekonomi kreatif sendiri memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), industri kreatif merupakan salah satu sektor yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional, dan telah menyumbangkan 7,44% Produk Domestik Bruto (PDB), dan menyerap 14,28 tenaga kerja yang ada di Indoensia (ekonomi.bisnis.com, 9/3/2021). Dengan demikian, industri kreatif adalah sekto yang sangat penting, dan bila sektor ini berkembang, maka jutaan masyarakat Indonesia yang mendapatkan manfaatnya.

Penguatan terhadap penegakan perlindungan hak kekayaan intelektual adalah hal yang sangat penting. Namun, hal tersebut bukanlah satu-satunya kebijakan penting yang harus diimplementasikan. Melindungi hak kekayaan intelektual para pekerja kreatif dan juga inovator, harus pula dibarengi dengan kepastian bahwa mereka bisa memanfaatkan kekayaan intelektual yang mereka miliki tersebut untuk mendapatkan biaya dan modal demi mengembangkan usaha yang mereka miliki.

Bila hak kekayaan intelektual para pekerja kreatif dilindungi, dan segala bentuk praktik pembajakan dapat ditindak tegas, namun mereka yang membuat karya dan memiliki kekayaan intelektual tersebut tidak bisa memanfaatkan kekayaan yang mereka miliki secara maksimal, maka tentu upaya untuk mendongkrak industri kreatif menjadi sangat sulit dilakukan. Kalau demikian keadaannya, maka akan sangat sulit bagi para pekerja kreatif dan para inovator untuk bisa mendapatkan modal untuk mengembangkan usaha yang mereka miliki.

Untuk itu dibutuhkan reformasi yang sangat penting untuk memberikan kepastian agar para inovator dan pekerja kreatif bisa memanfaatkan kekayaan intelektual yang mereka miliki secara maksimal. Dengan demikian, mereka memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan usaha dan bisnis yang dijalankannya, yang tentunya juga akan semakin membuka lapangan kerja bagi banyak orang.

Beberapa pejabat negara dan pembuat kebijakan juga menaruh harapan atas perihal kebijakan reformasi tersebut. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno, misalnya, menyampaikan bahwa ia ingin agar reformasi perihal hak kekayaan intelektual itu untuk dipercepat. Salah satu yang paling penting adalah bagaimana kekayaan intelektual yang dimiliki tersebut bisa dijadikan sebagai agunan pinjaman (nasional.sindonews.com, 31/8/2021).

Menteri Sandiaga sendiri juga mengatakan bahwa, Kemenparekraf sedang menyiapkan rancangan peraturan untuk pmelaksanakan Undang-Undang Ekonomi Kreatif tahun 2019. Undang-undang tersebut mengatur skema pembiayaan yang basisnya pada kekayaan intelektual yang sudah didaftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan INtelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (mediaindonesia.com, 26/4/2021).

Reformsi ini adalah hal yang sangat penting agar para pelaku ekonomi kreatif dan para inovator yang memiliki kekayaan intelektual tersebut dapat lebih mudah bila mereka ingin mendapatkan pembiayaan untuk dijadikan modal usaha, atau mengembangkan usaha yang dimiliki. Regulasi ini bila berhasil disahkan maka akan menjadi terobosan baru yang besar untuk mengembangkan industri kreatif di Indonesia.

Maka dari itu, perlindungan kekayaan intelektual yang kuat dan adanya reformasi regulasi yang memungkinkan para inovator dan pelaku industri kreatif untuk memanfaatkan kekayaan intelektual yang mereka miliki agar mampu membangun dan mengembangkan usahanya adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Agar kekayaan intelektual bisa dijadikan agunan pinjaman misalnya, tentu harus diikuti pula dengan perlindungan yang kuat agar kekayaan intelektual tersebut tidak bisa dicuri.

Sebagai penutup, kebijakan reformasi kekayaan intelektual ini merupakan hal yang sangat patut kita apresiasi. Diharapkan, dengan adanya reformasi regulasi ini, industri kreatif di Indonesia akan semakin berkembang, lapangan pekerjaan akan semakin meluas, dan Indonesia dapat menjadi negara yang semakin sejahtera.

Originally published here

Pentingnya Pragmatisme untuk Memerangi Rokok

Konsumsi rokok merupakan salah satau permasalahan kesehatan pubik yang besar yang saat ini melanda berbagai negara di seluruh penjuru dunia, termasuk juga Indonesia. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa, mengkonsumsi rokok merupakan salah satu penyebab berbagai penyakit kronis yang dialami oleh jutaan orang di seluruh dunia, seperti kanker dan penyakit jantung.

Oleh sebab itu, kebijakan untuk menanggulangi dampak dari rokok ini merupakan salah satu kebijakan yang sangat umum yang diberlakukan oleh berbagai pemerintahan di seluruh dunia. Kebijakan tersebut sangat bervariasi, mulai dari kebijakan yang cukup longgar, seperti larangan iklan, kewajiban memasang peringatan di bungkus rokok, dan larangan memasang logo, hingga kebijakan yang sangat ketat seperti larangan total konsumsi produk tembakau.

Strategi pembatasan dan pelarangan ini sekilas memang merupakan hal yang terlhat masuk akal dan bisa diterima. Bila kita ingin banyak orang untuk berhenti menggunakan produk-produk tertentu yang terbukti berbahaya misalnya, maka langkah yang dianggap tepat adalah dengan memastikan masyarakat tidak bisa mendapatkan akses terhadap barang tersebut, atau setidaknya memberi disinsentif kepada masyarakat untuk tidak mengkonsumsi produk tersebut melalui informasi di label produk.

Tetapi, bukan berarti lantas anggapan yang sekilas terlihat masuk akal tersebut merupakan sesuatu yang tepat dan sesuai dengan kenyataan. Melarang masyarakat untuk mengubah perilakunya yang berbahaya seperti mengkonsumsi rokok tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Bhutan misalnya, merupakan salah satu negara yang melarang penjualan dan konsumsi rokok pada tahun 2010. Tetapi bukan berarti permasalahan konsumsi rokok di negara Himalaya tersebut menjadi selesai. Kebijakan pelarangan rokok justru memicu banyak perdagangan rokok ilegal. Pada tahun 2020, Bhutan akhirnya perlahan mulai mengizinkan warganya untuk membeli rokok melalui perusahaan yang dimiliki oleh negara untuk melawan perdagangan rokok ilegal (dfnionline.com, 7/9/2020).

Hal ini tentu bukan merupakan hal yang mengherankan untuk kita yang mengetahui sedikit sejarah mengenai kebijakan prohibisi. Berbagai kebijakan untuk melarang produk-produk yang dianggap berbahaya, seperti minuman keras dan rokok misalnya, niscaya akan berakhir pada kegagalan, sebagaimana kebijakan prohibisi minuman keras yang diberlakukan di Amerika Serikat pada dekade 1920-an. Kebijakan tersebut justru semakin memperkuat organisasi kriminal dan mafia seperti Al Capone, yang akhirnya menjadi penyedia produk ilegal tersebut.

Terkait dengan kebijakan disinsentif kepada pengguna rokok, seperti kewajiban memasang gambar dampak rokok terhadap kesehatan di bungkus rokok misalnya, keberhasilannya juga masih dipertanyakan. Deborah M. Scharf dan William G. Shadel dari Rand Corporation misalnya, menulis bahwa hampir tidak ada dampak langsung dari kewajiban pemasangan gambar tersebut dengan efek terhadap para konsumen rokok (rand.org, 30/7/2014).

Scharf dan Shadel juga menuli bahwa, ada berbagai macam faktor yang sangat kompleks yang menentukan bagaimana konsumen akan bereaksi terhadap berbagai kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi konsumen rokok tersebut. Tidak mustahil juga bahwa, kebijakan tersebut akan membawa dampak yang berkebalikan dari tujuannya, dengan membuat para perokok merasa defensif sehingga mereka menjadi tidak memperhatikan peringatan tersebut. Berdasarkan laporan, tidak sedikit juga para perokok yang “berkreasi” dengan menutup gambar peringatan tersebut agar mereka tidak perlu melihat gambar tersebut (rand.org, 30/7/2014).

Untuk itu, dibutuhkan langkah lain bila kita ingin menanggulangi dampak dari rokok, serta mengurangi konsumsi dari produk yang berbahaya tersebut. Kita harus mampu dan berani untuk mencoba berbagai solusi lain melalui pendekatan yang pragmatis ketimbang dengan terpaku pada ide-ide tertentu yang sudah terbukti gagal.

Sejarah sudah membuktikan bahwa, praktik konsumsi produk-produk yang membahayakan bagi kesehatan tidak bisa dilakukan melalui kebijakan yang keras seperti pembatasan hingga pelarangan total. Untuk itu, cara pragmatis yang paling memungkinkan untuk menekan dampak dari konsumsi tersebut adalah apabila ada produk lain yang dapat digunakan para perokok untuk berpindah dan memiliki dampak negatif yang jauh lebih kecil.

Saat ini sudah ada beberapa produk alternatif tersebut yang bisa kita temukan dengan mudah, khususnya kita yang tinggal di kota-kota besar. Salah satu produk tersebut yang kerap digunakan sebagai cara harm reduction strategy, atau strategi untuk mengurangi dampak negatif dari rokok itu sendiri, adalah rokok elektronik, atau yang dikenal juga dengan nama vape.

Penggunaan vape sebagai bagian dari harm reduction strategy memang merupakan hal yang menimbulkan pro dan kontra, di mana tidak sedikit yang berpandangan bawah vape merupakan produk yang sama bahayanya, atau bahkan lebih berbahaya, dari rokok konvensional yang dibakar. Pandangan ini jelas adalah pandangan yang sangat keliru.

Pada tahun 2015 lalu, lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England (PHE), mengeluarkan laporan terkait dengan dampak vape terhadap kesehatan. Dalam laporan PHE tersebut, disebutkan bahwa produk vape 95% jauh lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (Public Health England, 19/8/2015).

Laporan ini tentu merupakan sesuatu yang sangat penting dan patut kita apresiasi. Adanya produk yang mampu menjadi alternatif rokok yang terbukti jauh lebih aman adalah berita yang sangat baik, dan memberi kesempatan bagi para perkok untuk memindahkan konsumsinya ke produk yang lebih aman.

Penggunaan vape sebagai produk alternatif dalam rangka harm reduction strategy bukanlah sesuatu yang hanya hadir di teori saja, melainkan juga sudah dipratikkan di negara lain. Inggris misalnya, mengkampayekan penggunaan vape untuk membantu para perokok menghentikan kebiasaannya yang sangat berbahaya. Kebijakan tersebut terbukti sangat sukses, dan melalui strategi harm reduction dengan menggunakan vape, 1,5 juta warga Inggris telah menghentikan kebiasaan merokoknya (consumerchoicecenter.org, 21/7/2020).

Sebagai pentutup, langkah dan strategi pragmatis merupakan hal yang sangat penting bila kita ingin mengurangi jumlah populasi perokok. Jangan sampai, kita terlalu terpaku pada ide dan pandangan tertentu, sehingga kita tetap mengimplementasikan kebijakan yang sudah terbukti gagal, sehingga tidak mampu membantu kawan-kawan kita yang perokok untuk menghentikan kebiasaannya yang sangat berbahaya.

Originally published here

Pentingnya Mensosialisasikan Hak Kekayaan Intelektual

Hak kekayaan intelektual merupakan hal yang sangat penting untuk melindungi para pembuat karya dan pekerja kreatif agar mereka bisa mendapatkan manfaat dari karya yang mereka buat. Melalui perlindungan hak kekayaan intelektual, maka hak para pembuat karya dan pekerja kreatif atas karya yang mereka buat dengan susah payah akan dilindungi.

Tanpa adanya perlindungan hak kekayaan intelektual, maka setiap orang akan dapat mencuri dan membajak karya-karya yang dibuat oleh orang lain demi keuntungan diri mereka sendiri. Bila demikian, tentu hal tersebut akan sangat merugikan para pembuat karya dan pekerja kreatif.

Indonesia sendiri pada dasarnya sudah memiliki berbagai produk hukum yang bertujuan untuk melindungi hak kekayaan intelektual. Beberapa diantaranya adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang paten.

Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta tahun 2014 misalnya, secara eksplisit disebutkan bahwa, “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” (jogloabang.com, 17/9/2019). Melalui undang-undang tersebut, secara eksplisit disebutkan bahwa hak cipta adalah hak yang dapat digunakan secara ekslusif oleh mereka yang membuat karya tersebut.

Sayangnya, dalam implementasinya, perlindungan kekayaan intelektual di Indonesia seakan masih sangat semu. Di berbagai pusat perbelanjaan maupun toko-toko daring misalnya, kita dapat dengan mudah menembukan berbagai barang bajakan dijual secara bebas, mulai dari produk-produk hiburan seperti CD musik, hingga berbagai produk-produk fashion seperti baju, tas, dan sepatu.

Barang-barang tersebut dijual dengan harga yang sangat murah, jauh dari harga barang aslinya. Dengan demikian, tentu saja barang-barang bajakan tersebut akan semakin menarik para konsumen untuk membeli barang-barang bajakan tersebut. Hal ini tidak hanya menimpa berbagai produse dan pembuat karya dari luar negeri, namun juga berbagai pekerja kreatif dari negara kita.

Memang, di satu sisi, salah satu faktor yang sangat krusial yang membuat hal tersebut tetap terjadi adalah faktor penegakan hukum. Banyaknya aparat penegak hukum yang abai terhadap berbagai fenomena pembajakan produk yang dapat kita temukan dengan mudah di berbagai tempat membuat semakin banyak orang yang merasa bahwa mereka dapat dengan mudah membajak suatu produk tanpa konsekuensi.

Hal ini tentu bukan sesuatu yang dapat dibenarkan, dan harus kita atasi dengan sebaik mungkin. Namun, bukan berarti masalah tersebut hanya terletak pada aspek penegakan hukum saja. Tidak sedikit juga bagi para pelaku industri kreatif yang tidak mendaftarkan karya atau produk yang mereka buat kepada pemerintah, agar Hak Kekayaan Intelektual dari produk dan karya tersebut dapat terlindungi.

Berdasarkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) pada tahun 2020, pendaftar Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia masih belum tinggi. Padahal, anggaran yang diberikan kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sebesar 41,26 triliun rupiah (nasional.kontan.co.id, 30/6/2020).

Berdasarkan data dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, pada tahun 2020 lalu, ada sekitar 1.368 pendaftar dalam negeri yang mendaftarkan karya mereka agar kekayaan intelektualnya dapat terlindungi (nasional.kontan.co.id, 30/6/2020). Oleh karena itu, sangat penting bagi angka ini untuk ditingkatkan, agar semakin banyak para pekerja kreatif yang hak nya terlindungi sehingga bisa mendapatkan manfaat dari karya yang mereka buat.

Untuk itu, sosialisasi mengenai pentingnya untuk mendaftarkan karya yang kita buat agar hak kekayaan intelektual dari karya kita tersebut dapat terlindungi adalah hal yang sangat penting. Hal ini sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya melakukan pendaftaran tersebut.

Berbagai kegiatan di banyak daerah sebenarnya sudah dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk mensosialisasikan mengenai pentingnya perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Timur misalnya, pada bulan April 2021 lalu mengadalakn kegiatan sosialisasi di kota Sidoarjo, Jawa Timur, mengenai pentingnya perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual, khususnya yang berkaitan dengan produk-produk unggulan daerah (jatim.kemenkumham.co.id, 2021).

Sosialisasi mengenai pentingnya pendaftaran karya dan produk untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual tidak hanya dilakukan oleh Kemenkumham. Berbagai lembaga, seperti beberapa lembaga perbankan di Indonesia misalnya, juga melakukan hal tersebut. Bank NTT misalnya, pada bulan Mei ini beberapa waktu lalu, menyelenggarakan pertemuan dengan para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Manggarai Barat untuk mengkampanyekan pentingnya pendaftaran hak cipta dan paten untuk menghindari pembajakan (Kumparan.com, 19/5/2021).

Sebagai penutup, kampanye dan sosialisasi mengenai pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual adalah program yang sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya untuk mendaftarkan karya-karya atau produk mereka. 

Hal ini sangat penting agar para pembuat karya dan pekerja kreatif mampu menikmati hasil dari karya yang mereka buat dengan susah payah, dan berbagai tindakan ilegal yang sangat merugikan seperti pembajakan akan lebih mudah untuk dicegah dan ditindak.

Originally published here

Pentingnya Informasi yang Lengkap Terkait Vape bagi Masyarakat

Rokok elektronik, atau yang dikenal juga dengan istilah vape, saat ini merupakan produk yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari bagi jutaan masyarakat di Indonesia. Kita, khususnya yang tinggal di wilayah urban, dapat dengan mudah menemukan berbagai orang yang menggunakan produk rokok elektronik tersebut di berbagai tempat

Bagi sebagian orang, vape menyediakan berbagai pengalaman berbeda yang tidak bisa didapatkan dari mengkonsumsi rokok konvensional yang dibakar. Beberapa diantaranya adalah banyaknya pilihan rasa yang disediakan oleh berbagai produk vape yang dijual di pasar.

Tetapi, tidak semua pihak menyambut baik fenomena semakin populernya berbagai produk vape tersebut di masyarakat. Tidak sedikit sebagian kalangan yang menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang sangat negatif, dan harus segera ditangani. Tidak jarang juga, orang yang menganggap justru rokok elektronik dianggap sebagai produk yang jauh lebih berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar.

Padahal, berdasarkan penelitian, rokok elektronik atau vape merupakan produk yang jauh lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Berdasarkan laporan dari lembaga kesehatan publik Inggris, Public Health England (PHE) tahun 2015 misalnya, rokok elektronik atau vape merupakan produk yang 95% jauh lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (gov.uk, 19/8/2015).

Berdasarkan American Lung Association, rokok konvensional yang dibakar misalnya, mengandung lebih dari 7.000 zat kimia, di mana 69 diantaranya merupakan zat berbahaya yang dapat menyebabkan kanker (lung.org, 20/8/2019). Sementara itu, terkait dengan rokok elektornik atau vape, dua bahan utama yang terkandung dalam cairan vape tersebut terdiri dari propylene glycol (PG) dan vegetable glycerin (VG) yang sudah dinyatakan aman oleh berbagai lembaga regulator, salah satunya adalah lembaga regulator Amerika Serikat, Food and Drugs Administration (24/10/2019).

Informasi ini tentu merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui oleh publik sebagai konsumen. Bila terdapat informasi yang terbuka mengenai hal tersebut, maka konsumen dalam hal ini memiliki kesempatan untuk memilih produk yang jauh lebih untuk mereka konsumsi.

Hal ini pula yang diungkapkan oleh organisasi pegiat hak konsumen vape di Indonesia, Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (AKVINDO). AKVINDO menyatakan bahwa, saat ini masyarakat belum memiliki akses terhadap informasi mengenai vape atau rokok elektronik yang memadai, sehingga banyak menerima misinformasi dan kekeliruan (merdeka.com, 19/4/2021).

Pandangan yang sama juga diutarakan oleh Aliansi Vaper Indonesia (AVI). Menurut AVI, konsumen memiliki hak sebagaimana yang diatur dalam aturan perlindungan konsumen, diantaranya adalah mengenai akses terhadap informasi produk yang digunakan. Hal ini tentu termasuk juga para konsumen produk-produk vape atau rokok elektronik (vapemagz.co.id, 20/3/2021).

Informasi yang lengkap bagi konsumen agar mereka bisa memilih pilihan yang terbaik bagi diri mereka merupakan hal yang sangat penting, khususnya untuk para konsumen produk-produk yang sangat membahayakan kesehatan seperti rokok konvensional yang dibakar. Terlebih lagi, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi perokok tertinggi di dunia. Pada tahun 2021, jumlah perokok aktif di Indonesia diestimasi sebesar 65,7 juta jiwa (jpnn.com, 29/4/2021).

Angka yang sangat tinggi ini tentu merupakan sesuatu yang sangat mengkhawatirkan. Mengajak seseorang untuk berhenti merokok bukanlah hal yang semudah membalikkan telapak tangan, karena rokok merupakan salah satu produk yang mengandung zat adiktif yang dapat menimbulkan kecanduan.

Oleh karena itu, bila konsumen di Indonesia, khususnya mereka yang menjadi para perokok aktif, bisa mendapatkan informasi yang sesuai dan lengkap mengenai produk alternatif tembakau lainnya, seperti rokok elektronik, diharapkan setidaknya mereka bisa mempertimbangkan pilihan yang lebih baik. Bila para konsumen mendapatkan informasi yang lengkap mengenai bahaya rokok konvensional yang dibakar, dan bahwa produk rokok elektronik jauh lebih aman daripada rokok konvensional, tidak mustahil sebagian besar dari mereka akan berpindah ke produk yang lebih aman.

Originally published here

Pentingnya Peran Aktif Perguruan Tinggi dalam Melindungi dan Memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual

Perlindungan Hak kekayaan intelektual merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan insentif seseorang untuk berkarya dan berinovasi. Tanpa adanya perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, tentu insentif seseorang untuk berkarya dan berinovasi menjadi berkurang, karena orang lain dengan mudah bisa mencuri hasil karya yang kita buat dengan mudah.

Bila hak kekayaan intelektual dapat dilindungi dengan baik, maka para inovator dan pembuat karya bisa menikmati manfaat dari karya yang mereka buat dengan susah payah. Seseorang tidak bisa dengan mudah mencuri hasil karya orang lain untuk mendapatkan keuntungan materi. Ia akan dipaksa menggunakan pikirannya untuk berinovasi dan membuat sesuatu yang baru yang dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Adanya kerangka hukum yang kuat untuk melindungi hak kekayaan intelektual tentunya merupakan hal yang sangat penting untuk hadir dan ditegakkan. Peran pemerintah dalam perlindungan hak kekayaan intelektual adalah sesuatu yang sangat penting, karena tanpa adanya peran aktif dari pemerintah, tentu sangat mustahil kita bisa menegakkan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual.

Namun, peran pemerintah saja tidak cukup dalam menegakkan hak kekayaan intelektual tersebut. Dibutuhkan juga peran aktif berbagai lembaga terkait lainnya agar perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat semakin baik, sehingga inovasi di negara kita dapat semakin meningkat.

Salah satu lembaga terkait yang paling sering dilihat sebagai aktor penting adalah badan usaha, khususnya badan usaha yang bergerak di industri kreatif, seperti kerajinan, seni, dan lain sebagainya. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa, badan usaha yang bergerak di bidang industri kreatif merupakan pihak yang akan paling berpengaruh dari penegakan perlindungan hak kekayaan intelektual. Bila perlindungan hak kekayaan intelektual tidak ditegakkan, merekalah yang akan paling merugi, karena mereka tidak bisa mendapatkan manfaat dari produk yang telah mereka buat secara maksimal.

Namun, selain badan usaha, ada pula badan terkait lain yang memiliki peran tidak kalah pentingnya untuk berperan aktif untuk penegakan perlindungan atas hak kekayaan intelektual. Lembaga tersebut adalah lembaga perguruan tinggi yang tersebar di berbagai penjuru nusantara.

Perguruan tinggi merupakan salah satu pihak yang sangat penting dan harus dilibatkan dalam perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia. Lembaga pendidikan tinggi sebagai lembaga akademis memiliki peran yang sangat penting dan krusial dalam mendorong inovasi di negara kita.

Lembaga pendidikan tinggi sebagai lembaga akademis merupakan lembaga yang memiliki sumber daya yang tidak sedikit untuk melakukan dan menjalankan berbagai riset dan penelitian.

Untuk itu, sosialisasi pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual di lingkungan perguruan tinggi merupakan hal yang sangat penting, agar para pengajar, peneliti dan mahasiswa yang membuat karya bisa mendapatkan manfaat dari karyanya. Melalui sosialisasi pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual di perguruan tinggi, diharapkan akan semakin mendorong semangat para civitas academica untuk melakukan penelitian sehingga bisa meningkatkan akreditasi kampus mereka (duniadosen.com, 5/5/2017).

Selain itu, perlindungan hak kekayaan intelektual di ranah lembaga perguruan tinggi ini tidak cukup hanya pada aspek pendaftaran saja, namun juga harus ditingkatkan pada aspek pemanfaatan. Pemanfaatan kekayaan intelektual ini merupakan hal yang sangat penting dan bermanfaat bagi berbagai perguruan tinggi yang memiliki hak kekayaan intelektual tersebut. Jangan sampai perguruan tinggi hanya berfokus pada pendaftaran saja.

Maka dari itu, sangat penting bagi perguruan tinggi di Indonesia untuk mengubah paradigma mereka. Pemanfaatan hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh perguruan tinggi adalah hal yang sangat penting agar perguruan tinggi dapat semakin independen dan tidak hanya mengandalkan dana dari pemerintah untuk melakukan riset dan mengembangkan institusinya (hukumonline.com, 27/5/2021).

Berita baiknya adalah, saat ini sudah ada lembaga di berbagai perguruan tinggi yang memiliki fungsi untuk mendorong aktivitas kreatif dan inovatif serta membantu perguruan tinggi negeri dalam rangka mengelola dan memanfaatkan hak kekayaan intelektual yang mereka miliki. Lembaga tersebut bernama Sentra Kekayaan Intelektual (SKI), yang tersebar di berbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia.

Proses pemanfaatan kekayaan intelektual sendiri bukan merupakan sesuatu yang tidak ada masalah dan tantangan tersendiri. Berbagai permasalahan yang kerap muncul diantaranya adalah terkait dengan perjanjian lisensi, konflik kepentingan, dan kapabilitas serta kemampuan berbagai lembaga pendidikan tinggi tersebut untuk melakukan negosiasi (ugm.ac.id, 27/5/2018).

Oleh karena itu, keberadaan SKI ini sangat penting dalam membantu dan mensosialisasikan pentingnya mendaftarkan serta memanfaatkan hak kekayaan intelektual bagi perguruan tinggi. Hal ini sangat penting dilakukan, agar jangan sampai berbagai karya-karya penting yang dibuat oleh universitas atau lembaga pendidikan tinggi tersebut, yang dapat membawa manfaat besar tidak hanya bagi lembaga tersebut tapi juga bagi masyarakat secara luas, menjadi sia-sia dan tidak bisa dimanfaatkan.

Originally published here

Bahaya Pelarangan Vape di Negara Berkembang

Dunia saat ini masih terus berperang melawan pandemi COVID-19 yang muncul pada akhir tahun 2019 lalu. Sudah satu setengah tahun lamanya, virus yang sangat mudah menyebar antar manusia ini telah meluluh-lantahkan berbagai kegiatan, seperti acara musik dan perhelatan olahraga, serta keseharian miliaran orang di berbagai tempat di dunia.

Salah satu dampak yang paling terlihat dari munculnya pandemi ini adalah semakin banyaknya orang-orang yang sadar akan pentingnya kesehatan dan kebersihan. Semakin banyak dari kita yang menyadari bahwa mencuci tangan atau membersihkan badan setelah keluar rumah adalah sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan agar terhindar dari segala macam penyakit, khususnya COVID-19.

Tidak hanya dari masyarakat, banyak pemerintahan di berbagai belahan dunia juga mulai mengkampanyekan gaya hidup sehat untuk mencegah penyebaran virus tersebut. Beberapa diantaranya yang kita kenal di Indonesia adalah gerakan 5M, yakni Memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi (kesehatan.kontan.co.id, 26/1/2021).

Namun, berbagai upaya memperbaki kesehatan publik yang diadvokasikan oleh sebagian pihak guna mencegah penyebaran COVID-19 juga tidak hanya melalui kampanye, tetapi juga melalui pelarangan berbagai produk yang dianggap membahayakan kesehatan. Salah satunya produk yang kerap menjadi sasaran adalah produk-produk tembakau seperti rokok.

Salah satu negara yang memberlakukan pelarangan tersebut adalah Afrika Selatan. Pada tahun 2020 lalu misalnya, Afrika Selatan melarang pembelian produk-produk tembakau seperti rokok (bbc.com, 17/5/2020).

Akan tetapi, tidak hanya produk-produk rokok konvensional yang dibakar saja yang diadvokasi oleh beberapa pihak untuk dilarang. Salah satu produk lain yang diadvokasi oleh sebagian pihak untuk dilarang adalah produk-produk rokok elektronik, atau yang dikenal dengan nama vape, karena dianggap juga membahayakan kesehatan.

Salah satu pengusaha dan filantropi yang mengadvokasi kebijakan tersebut adalah pengusaha besar asal Amerika Serikat, Michael Bloomberg. Bloomberg telah meluncurkan inisiatif global untuk pengendalian tembakau sebesar USD1 miliar, atau sekitar 14 triliun rupiah.

Dampak dari inisiatif global yang dilancarkan oleh Bloomberg ini sudah muncul di berbagai negara, khususnya di negara-negara berkembang. Di Filipina misalnya, lembaga regulator kesehatan mulai mempresentasikan berbagai dokumen kebijakan tidak hanya melarang rokok, namun juga vape, di negara tersebutm setelah mendapatkan dana dari inisiatif global Bloomberg (brusselstimes.com, 18/3/2021).

Tidak hanya di Filipina, Meksiko juga mengalami kejadian yang serupa. Di Meksiko belum lama ini, terungkap bahwa salah satu staf pengacara dari lembaga advokasi kesehatan yang didanai oleh Bloomberg, yang bernama Campaign for Tobacco-Free Kids, telah menyusun undang-undang yang bertujuan untuk melarang impor dan penjualan produk-produk vape (brusselstimes.com, 18/3/2021).

Kebijakan ini tentunya merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan, khususnya di negara-negara berkembang. Pelarangan terhadap produk-produk vape atau rokok elektronik berarti akan semakin banyak orang yang beralih ke produk-produk rokok konvensional yang dibakar, atau produk-produk vape ilegal yang sangat berbahaya hingga dapat menimbulkan kematian.

Hal ini akan semakin berbahaya bila terjadi di negara-negara berkembang, apalagi pada masa pandemi, karena secara umum negara-negara tersebut tidak memiliki fasilitas layanan kesehatan yang baik. Bila produk-produk vape dilarang, terlebih lagi pada masa pendemi, maka akan semakin banyak orang yang beralih ke rokok konvensional yang dibakar, yang secara ilmiah sudah terbukti menyebabkan berbagai penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung.

Vape atau rokok elektronik sudah terbukti merupakan produk yang jauh lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Pada tahun 2015 lalu, lembaga kesehatan Britania Raya, Public Health England (PHE), mengeluarkan laporan bahwa vape atau rokok elektronik merupakan produk yang 95% jauh lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (Public Health England, 2015).

Oleh karena itu, kebijakan untuk memperbaiki kesehatan publik dengan cara melarang produk-produk vape atau rokok elektronik adalah kebijakan yang tidak tepat. Untuk memperbaiki kesehatan publik dari dampak negatif dari rokok konvensional, akan lebih efektif bila dengan membeirkan opsi produk lain yang lebih aman kepada para perokok.

Hal ini sudah terbukti di negara-negara di mana pemerintahnya bukan melarang produk-produk vape, namun justru mendorong para perokok untuk beralih ke produk-produk rokok elektronik yang jauh lebih aman. Di negara-negara tersebut, jumlah perokok justru menjadi berkurang. Di Selandia Baru misalnya, berdasarkan survei tahun 2018, ada 13,2% perokok. Jumlah tersebut berkurang dari tahun 2013 ketika angka perokok sejumlah 15,1% (stats.govt.nz, 10/10/2019).

Sebagai penutup, bila kita ingin membantu para perokok, khususnya di negara-negara berkembang yang jumlahnya sangat besar, maka kita harus mampu menyediakan produk alternatif yang dapat digunakan oleh para perkok untuk menghentikan kebiasaannya. Jangan sampai, intensi baik kita untuk memperbaiki kesehatan publik justru semakin menghasilkan sesuatu yang lebih buruk.

Originally published here.

HPTL Diyakini Membantu Masyarakat Berhenti Merokok

Jakarta: Inovasi produk nikotin seperti vape, tembakau yang dipanaskan (HTP), snus, dan kantong nikotin atau lebih dikenal di Indonesia dengan sebutan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) diyakini memiliki dampak positif. Salah satunya, membantu perokok untuk berhenti.

Pernyataan ini disampaikan sejumlah aktivis dan ilmuwan dari berbagai belahan dunia saat menghadiri peringatan Hari Vape Sedunia pada 30 Mei 2021. Topik utama dari pertemuan virtual ini adalah pentingnya pemahaman mengenai dampak positif inovasi produk tersebut.

“Inovasi pada produk nikotin sudah terbukti memberikan dampak yang positif. Inovasi teknologi yang ada pada produk HPTL bersifat netral dan lahir dari kebutuhan pengguna akan alternatif produk tembakau yang lebih minim risiko. Sayangnya, terkadang hal ini belum didukung dengan regulasi yang sesuai, sehingga prosesnya terhambat,” kata Wakil Direktur Consumer Choice Center, Yael Ossowski, melalui keterangan tertulis, Rabu, 2 Mei 2021. 

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?

Ossowski mengatakan masih banyak pihak yang menganggap vape dan rokok konvensional merupakan hal yang sama. Ini merupakan salah satu alasan utama mengapa produk HPTL belum mendapatkan regulasi yang sesuai. Selain itu, temuan ilmiah masih belum dijadikan acuan utama dalam merumuskan kebijakan.

Kondisi ini dinilai sangat disayangkan, di mana penelitian terkait produk HPTL saat ini semakin banyak dan berkembang. Ahli Toksikologi dari University of Graz, Austria, Bernd Mayer, menyebut berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa vape lebih rendah risiko daripada rokok konvensional.

“Oleh karena itu, upaya mendorong para perokok untuk beralih ke produk alternatif merupakan hal yang tepat,” kata Bernd.

Pada kesempatan yang sama, Cristiana Batista dari Asosiasi Vape Portugal (APORVAP) menjelaskan vape merupakan salah satu hasil penemuan terbesar karena dapat membantu perokok untuk berhenti. Menurut dia, inovasi ini harus disambut dengan insentif dari segi regulasi yang dapat membuat produk ini lebih berkembang dan berdampak positif.

“Saya sangat optimis dengan vape karena produk ini dapat membantu saya berhenti setelah menjadi perokok selama 16 tahun,” kata Batista.

Forum turut mendiskusikan tentang pendekatan baru dalam mengontrol prevalensi merokok di sebuah populasi. Tobacco Harm Reduction (THR) atau pengurangan dampak buruk tembakau adalah pendekatan yang menitikberatkan pada pentingnya memberikan alternatif yang lebih rendah risiko untuk para perokok.

Untuk menerapkan pendekatan tersebut, pemerintah perlu mendukung produk-produk HPTL melalui berbagai instrumen regulasi. Sebaliknya, melarang produk-produk tersebut merupakan pilihan yang kurang tepat.

Menurut pendiri dan mantan Direktur Eksekutif (2000–2017) Drug Policy Alliance, Ethan Nadelmann, pelarangan terhadap opsi-opsi alternatif yang rendah risiko justru dapat melahirkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan. “Ketika Anda melarang sesuatu, hal tersebut tidak membuatnya menghilang begitu saja, permintaan pasar akan tetap ada dan itu membuat jutaan orang kembali ke pasar gelap untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan,” kata Nadelmann.

Originally published here.

Pesan Inovasi dari Peringatan Hari Vape Sedunia

Sejumlah aktivis dan ilmuwan dari berbagai belahan dunia menghadiri peringatan Hari Vape Sedunia pada 30 Mei 2021. Salah satu topik utama dalam pertemuan virtual ini adalah pentingnya pemahaman mengenai dampak positif inovasi produk nikotin, yang terdiri dari vape, tembakau yang dipanaskan (HTP), snus, dan kantong nikotin atau lebih dikenal di Indonesia dengan sebutan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL). Produk-produk tersebut berpotensi lebih rendah risiko dan dapat membantu perokok untuk berhenti. Namun, kurangnya pemahaman para pembuat kebijakan akan produk-produk tersebut membuat perkembangannya melambat.

“Inovasi pada produk nikotin sudah terbukti memberikan dampak yang positif. Inovasi teknologi yang ada pada produk HPTL bersifat netral dan lahir dari kebutuhan pengguna akan alternatif produk tembakau yang lebih minim risiko. Sayangnya, terkadang hal ini belum didukung dengan regulasi yang sesuai, sehingga prosesnya terhambat,” kata Yael Ossowski, Wakil Direktur Consumer Choice Center.

Ossowski menambahkan, masih banyak pihak yang menganggap bahwa vape dan rokok konvensional merupakan hal yang sama. Ini merupakan salah satu alasan utama mengapa produk HPTL belum mendapatkan regulasi yang sesuai. Selain itu, temuan ilmiah masih belum dijadikan acuan utama dalam merumuskan kebijakan. 

Kondisi ini dinilai sangat disayangkan, di mana penelitian terkait produk HPTL saat ini semakin banyak dan berkembang. Profesor Bernd Mayer, Ahli Toksikologi dari University of Graz, Austria mengatakan “Berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa vape lebih rendah risiko daripada rokok konvensional. Oleh karena itu, upaya mendorong para perokok untuk beralih ke produk alternatif merupakan hal yang tepat.”

Pada kesempatan yang sama, Cristiana Batista dari Asosiasi Vape Portugal (APORVAP) menjelaskan bahwa vape merupakan salah satu hasil penemuan terbesar karena dapat membantu perokok untuk berhenti. Menurutnya, inovasi ini harus disambut dengan insentif dari segi regulasi yang dapat membuat produk ini lebih berkembang dan berdampak positif. Batista menambahkan, “Saya sangat optimis dengan vape karena produk ini dapat membantu saya berhenti setelah menjadi perokok selama 16 tahun.”

Mendukung bukan menghentikan 

Forum turut mendiskusikan tentang pendekatan baru dalam mengontrol prevalensi merokok di sebuah populasi. Tobacco Harm Reduction (THR) atau pengurangan dampak buruk tembakau adalah pendekatan yang menitikberatkan pada pentingnya memberikan alternatif yang lebih rendah risiko untuk para perokok. Untuk menerapkan pendekatan tersebut, pemerintah perlu mendukung produk-produk HPTL melalui berbagai instrumen regulasi. 

Sebaliknya, melarang produk-produk tersebut merupakan pilihan yang kurang tepat. Menurut Ethan Nadelmann, Pendiri dan mantan Direktur Eksekutif (2000–2017) Drug Policy Alliance menjelaskan bahwa pelarangan terhadap opsi-opsi alternatif yang rendah risiko justru dapat melahirkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan. “Ketika Anda melarang sesuatu, hal tersebut tidak membuatnya menghilang begitu saja, permintaan pasar akan tetap ada dan itu membuat jutaan orang kembali ke pasar gelap untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan,” tambah Nadelmann.

Originally published here.

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan Royalti untuk Pekerja Seni

Perlindungan Hak Kekayaan intelektual dan pekerja seni adalah dua hal yang sangat terkait dan tidak bisa dipisahkan. Melalui perlindungan hak kekayaan intelektual, maka para pekerja seni, seperti musisi dan sineas, bisa menikmati manfaat dari karya yang telah mereka buat.

Tanpa adanya perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, hal tersebut tentu akan sangat merugikan para pekerja seni. Para pekerja seni tersebut berpotensi akan semakin sulit untuk mendapatkan manfaat dari karya yang mereka buat untuk menafkahi kehidupan mereka, karena setiap orang dapat bebas membajak atau menampilkan karya-karya mereka tanpa harus membayar para pekerja seni yang membuat karya tersebut.

Di era digital, perlindungan hak kekayaan intelektual terhadap pekerja seni tentu memiliki tantangan baru. Seiring dengan perkembangan teknologi, setiap orang dapat dengan mudah membajak dan memasarkan produk-produk karya seni yang dibajak tersebut di dunia maya, untuk dinikmati dan disaksikan secara gratis oleh jutaan orang di seluruh dunia.

Namun, tantangan perlindungan hak kekayaan inteletual, khususnya di Indonesia, bukan hanya dari perkembangan dunia maya. Di sektor pelayanan, seperti rumah makan, kafe, karaoke, dan klub malam, kita bisa dengan mudah menemukan para pengelola tempat tersebut menampilkan musik atau lagu tertentu untuk menghibur para pengunjugnya, namun tanpa memberi bayaran kepada para musisi yang membuat berbagai lagu yang dimainkan.

Hal ini tentu merupakan sesuatu  yang perlu untuk diselesaikan. Terlebih lagi, karena yang menampilkan musik tersebut adalah tempat usaha yang bertujuan untuk mencari keuntungan.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, pada tanggal 30 Maret 2021 lalu, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/ Atau Musik. Dalam Pasal 3 ayat 1 peraturan tersebut, tertulis secara eksplisit bahwa “Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak (cnnindonesia, 5/4/2021).

Dalam peraturan tersebut, dijelaskan secara eksplisit juga dituliskan berbagai penggunaan musik atau lagu yang diharuskan untuk membayar royalti kepada para musisi yang membuat lagu tersebut. Diantaranya adalah seminar, konser, transportasi umum, pameran, nada tunggu telepon, pertokoan, bank, dan kantor, pusat rekreasi, penyiaran televisi dan radio, serta fasilitas hotel (cnnindonesia, 5/4/2021).

Adanya peraturan tersebut tentu merupakan hal yang patut kita apresiasi. Diharapkan, dengan adanya peraturan pemerintah yang mewajibkan para pemilik usaha, seperti rumah makan, untuk membayar royalti kepada para musisi, maka kesejahteraan musisi dapat lebih terjamin, dan hak kekayaan intelektual yang mereka miliki terhadap karya yang mereka buat juga dapat semakin terjaga.

Hal ini semakin penting terutama pada saat pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 telah membuat industri musik di Indonesia menjerit, karena para musisi tidak bisa tampil di depan publik seperti tahun-tahun sebelumnya (voi.id, 16/7/2020).

Diharapkan, dengan adanya peraturan pemerintah tersebut, maka para musisi yang saat ini sedang mengalami kesulitan dapat terbantu,. Membuat musik, terlebih lagi yang sangat populer dan bisa dinikmati oleh banyak orang, bukanlah sesuatu yang mudah, dan dibutuhkan banyak usaha. Sudah selayaknya, para musisi tersebut bisa mendapatkan manfaat dari karya yang mereka buat.

Selain itu, argumen lain untuk membenarkan kebijakan pengelola usaha untuk memutar musik atau lagu tanpa royalti kepada para musisi adalah, tidak sedikit dari para pengelola yang memutar musik tersebut melalui media streaming yang berbayar, seperti Spotify misalnya. Karena sudah membayar layanan streaming tersebut, maka dianggap hal tersebut adalah sesuatu yang cukup sehingga pembayaran royalti adalah sesuatu yang kurang diperlukan.

Pandangan ini merupakan sesuatu yang sangat keliru. Berbagai layanan streaming tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa layanan mereka hanya bisa digunakan untuk tujuan personal, dan bukan kegiatan usaha. Berdasarkan ketentuan dari layanan streaming Spotify misalnya, dijelaskan secara eksplisit bahwa layanan mereka hanya bisa digunakan untuk hiburan pribadi dan bukan untuk penggunaan komersial. Dengan demikian, layanan streaming ini tidak boleh digunakan secara publik di tempat usaha, seperti radio, toko, dan rumah makan (support.spotify.com, 15/4/2021).

Melalui ketentuan tersebut, maka sudah jelas bahwa ketentuan tersebut sejalan dengan peraturan pemerintah yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo pada bulan Maret lalu. Menggunakan layanan streaming untuk kepentingan komersil merupakan sesuatu yang tidak bisa dibenarkan.

Sebagai penutup, hak kekayaan intelektual, termasuk juga tentunya karya-karya seni seperti musik, merupakan hal yang patut dilindungi oleh negara. Oleh karena itu, adanya peraturan pemerintah yang bertujuan untuk menegakkan perlindungan hak kekayaan intelektual adalah sesuatu yang harus kita apresiasi, agar para pekerja seni bisa mendapat perlindungan atas karya yang mereka buat. DIharapkan, industri kreatif, termasuk juga industri musik, di Indonesia dapat semakin berkembang di masa yang akan datang.

Originally published here.

Scroll to top
en_USEN