fbpx

Giorno: 19 Settembre 2023

Garantire che la politica di fine partita generazionale sia realizzabile nel ridurre la prevalenza del fumo in Malesia, afferma l'organismo dei consumatori

KUALA LUMPUR: I politici dovrebbero approfondire la politica Generational Endgame (GEG), assicurandosi che offra un metodo pratico e raggiungibile per ridurre la prevalenza del fumo in Malesia.

Il rappresentante del Malaysian Consumer Choice Center (MCCC), Tarmizi Anuwar, ha affermato che il governo deve anche portare avanti un processo di coinvolgimento più significativo e di qualità per garantire che tutte le parti interessate siano adeguatamente coinvolte nel processo di consultazione. 

"Non vogliamo solo ricevere una presentazione di 10-15 minuti senza avere alcuna ulteriore discussione dopo", ha detto Tarmizi in una nota.

CCC ha recentemente pubblicato un rapporto intitolato Tavola rotonda sul controllo dei prodotti da fumo nella sanità pubblica: margini di miglioramento.

Lo scopo principale della tavola rotonda è quello di ottenere punti di vista alternativi da esperti in vari campi e valutare ed esaminare in modo completo il disegno di legge considerando gli aspetti sanitari, legali, economici e di fattibilità. 

Leggi il testo completo qui

Erorile strategiei anti-fumat a României. Motivi per la pianificazione del governo nel "lipici" della popolazione

Expertul Emil Pânzaru a analizat pentru „Adevărul” strategia anti-fumat a României. Acesta crede că taxele suplimentare pe tutun și pe produsele alternative nu aduc nici bani în plus la buget și nici nu îi ajută pe români să renunțe la fumat.

Doctorul în economie Emil Pânzaru avertizează cu privire la politicile greșite ale statului român, care apelează exclusiv la taxe și impozite pentru a acoperi găurile din buget, în dauna altor segmente sociale și economice. Este și cazul fumătorilor, care, spune expertul, vor plăti prețuri mai mari din cauza accizelor suplimentare, iar acest lucru este dăunător și pentru strategia anti-fumat a țării, care la rândul ei generează efecte negative în domeniul sănătății, dar și în cel al combaterii infracționalității economice.

„Consumatorii români vor fi pedepsiţi fără sens pentru greşeala Guvernului. Problema este simplă, dar gravă. Statul român a cheltuit mult mai mult decât a încasat, estimările actuale plasând deficitul bugetar pentru 2023 în jurul cifrei enorme de 7,5% din PIB, mult peste pragul UE de 3%. Ca urmare, România ar putea pierde toate fondurile europene alocate prin PNRR, un dezastru pentru o ţară care are nevoie serioasă de investiţii”, avertizează Emil Pânzaru.

Taxele suplimentare nu garantează venituri mai mari

Disperat să-şi repare greşeala, Guvernul vrea să-i taxeze în plus pe „vaperi” şi pe cei care preferă alternative fumatului în general, arată Emil Pânzaru.

Însă faptul că statul va majora din nou aceste taxe nu înseamnă încasări suplimentare la buget. „Să fim clari – o măsură care descurajează consumatorii din a cumpăra nişte bunuri nu va aduce bani statului. Ministerul Finanţelor a estimat o creştere de 1,1 miliarde de lei la buget ca urmare a noilor impozite. Din contră, logica economică ne-ar spune că lucrurile s-ar întâmpla fix pe dos. Cu cât sunt mai mari taxele, cu atât oamenii vor cumpăra mai puţin sau vor evita taxele pe ascuns. Ar fi un scenariu prost pentru România, ţară în care evaziunea fiscală se ridică la 10% din PIB”, atrage atenția expertul.

Leggi il testo completo qui

L'attivismo verde statunitense e il cattivo giornalismo mettono a repentaglio le foreste canadesi

Canada is a world leader in sustainable forest management. The deforestation rate hovers near zero, wildfires have been in decline for decades (despite the recent tragedies) and the billions of trees dotting our landscape suck large amounts of carbon dioxide out of the atmosphere. These are all points of celebration, but that’s lost on many who claim to champion environmental views.

Barry Saxifrage, visual carbon columnist for Canada’s National Observer’s (CNO), has a much starker view: “Our forests have reached a tipping point,” he declared on August 21. Beaming with colorful charts and scientific jargon, his article alleges that because of “decades of surging” logging emissions, “Canada’s managed forest is a gigantic carbon bomb.”

This is a stunning visual that calls us to action, but it’s just not true.

Those claims were recirculated for an American audience by New York Timescontributor David Wallace-Wells with the drastic headline, “Forests Are No Longer Our Climate Friends.”

The issue with both articles, apart from their climate doomerism, is that they’re largely based on questionable research published last year by the Natural Resources Defense Council (NRDC)—a US activist group that has routinely criticized Canadian forestry for years.

Noi thoroughly debunked that report in the Hamilton Spectator in response, but the mainstream has decided the claims fit the bill enough to stick.

Saxifrage and Wallace-Wells express valid concerns about climate change and wildfires, which I believe we all share. But their specific claims contradict a broad scientific consensus and leave readers with the false impression that our managed forests have set us on a course to climate armageddon. 

Both articles are shot through with analytical errors, key factual omissions and other distortions that are plainly intended to drive an agenda focused more on politics than climate solutions.

(Mis)counting carbon emissions

To give a quick breakdown, Canada’s managed forests “both remove carbon from the atmosphere as they grow … and emit it when they die and decay or burn,” explains Natural Resources Canada (NRCan).

A variety of human and natural activities affect this balance. Logging emits CO2; replanting trees removes it from the atmosphere. Natural disturbances—forest fires, for instance—emit carbon dioxide, while natural tree regeneration removes carbon. Human activity in managed forests, like slash burning, fire suppression and insect control, also affects the forests’ ability to remove carbon from the atmosphere. This is very well studied by a broad spectrum of academics.

Leggi il testo completo qui

Forum globale sulla nicotina 2023 dan Upaya Mengurangi Dampak Buruk Rokok

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, rokok merupakan salah stau ancaman terbesar bagi kesehatan publik banyak negara-negara di dunia, termasuk juga di Indonesia. Rokok convenzionale yang dibakar telah terbukti dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis, seperti kanker e serangan jantung.

Penyakit kronis yang disebabkan oleh konsumsi rokok ini bukan hanya memberikan Damak yang negatif terhadap individu yang mengonsumsinya, tetapi juga terhadap institusi kesehatan publik yang membiayai kesehatan masyarakat. Dengan banyaknya orang-orang yang mengalami penyakit kronis karena konsumsi rokok, tentu hal ini akan membuat biaya kesehatan publik menjadi membengkak. Di Indonesia sendiri misalnya, pada tahun 2021 lalu, tercatat bahwa BPJS mengeluarkan dana 15 triliun rupiah per tahun untuk biaya kesehatan yang disebabkan oleh rokok (kompas.tv, 14/12/2021).

Oleh karena itu, berbagai yurisdiksi di negara-negara di dunia sudah mengeluarkan berbagai aturan regulasi untuk memitigasi Damak negatif dari rokok tersebut kepada individu dan masyarakat. Adanya aturan tersebut sangat beragam, mulai dari kebijakan cukai rokok untuk menaikkan harga, sehingga mengurangi insentif seseorang untuk merokok, hingga aturan yang sangat ketat seperti pelarangan total seluruh kegiatan produksi e dan konsumsi rokok.

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang sudah memberlakukan berbagai regulasi dan aturan yang ditujukan per mengurangi jumlah perokok aktif. Beberapa diantaranya yang sangat umum diketahui adalah pemberlakuan cukai rokok, yang semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Selain itu, Indonesia juga memiliki regulasi lain terkait dengan periklanan, seperti tidak boleh menampilkan produk rokok di iklan-iklan yang dibuat oleh perusahaan rokok.

Diharapkan, melalui berbagai regulasi tersebut, insentif seseorang untuk merokok menjadi semakin berkurang, dan akan memperbaiki kesehatan publik, karena penyakit kronis yang disebabkan oleh rokok akan menurun. Tetapi, sepertinya berbagai kebijakan ini belum cukup, melihat fakta justru jumlah populasi perokok cenderung terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, berbagai kebijakan tersebut seakan terlihat kurang berhasil dalam mencapai tujuannya. Dari tahun ke tahun, jumlah populasi perokok di Indonesia kian naik. Pada tahun 2011 lalu, jumlah perokok dewasa di Indonesia berjumlah sekitar 60,3 juta jiwa. Angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2021, menjadi 69,1 juta jiwa (cnnindonesia.com, 31/5/2022).

Hal ini tentu merupakan sesuatu yang sangat mengkhawatirkan dan harus segera diatasi secepatnya. Memang harus diakui bahwa, meninggalkan rokok bagi perokok aktif, apalagi yang sudah sangat lama selama belasan hingga puluhan tahun, bukan sesuatu yag mudah dilakukan. Rokok mengandung zat nikotin yang membuat para penggunanya mengalami adiksi.

Per farlo, adanya aturan regulasi yang berfokus pada pelarangan dan meningkatkan harga saja nondak cukup. Dibutuhkan langkah lain dengan menggunakan pendekatan yang berbeda, agar tujuan untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia dapat tercapai e dan berhasil.

Hal ini lah yang menjadi topik bahasan dalam acara Global Forum Nicotine (GFN) 2023, yang berlangsung di Polonia pada tanggal 21-24 Juni lalu. GFN ha inviato una conferenza per la riduzione del danno e un'innovazione per ridurre il danno e per evitare che il danno venga negato. La conferenza di questo articolo è stata inviata da 84 negara (filtermag.org, 6/7/2023).

Pentingnya riset dan penelitian mengenai solusi riduzione del danno yang paling efektif menjadi salah satu topik panel diskusi dalam konferensi ini. La Cochrane Review è stata pubblicata dall'Università di Oxford, ma ha anche selezionato un elenco di prodotti elettronici molto efficaci per il servizio per la tua salute.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan di tiga negara (34 studi di Amerika Serikat, 16 studi di Inggris, dan 8 studi di Italia), per perokok aktif berpotensi besar untuk menggantikan kebiasaan merokoknya ke rokok elektrik dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan dibandingkan dengan langkah lain , seperti terapi nikotin (antaranews.com, 8/3/2023).

Dalam panel lainnya misalnya, peneliti dan dosen Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Neily Zakiyah, mengungkapkan bahwa inormasi yang disebarkan terkait dengan resiko dari produk alternativef seperti rokok elektrk harus berdasarkan kajia ilmiah. Hal in isangat penting agar masyarakat bisa mendapatkan informasi secara tepat dan akurat. Selain itu, adanya kolaborasi tuk menyampaikan informasi tersebut, seperti para ilmuwan, media, dan komunitas, juga penting untuk diupayakan (antaranews.com, 3/8/2023).

Selain itu, pandangan bahwa vape atau produk nikotin alternative lainnya sebagai penyebab beberapa penyakit juga menjadi topik bahasan dalam konferensi ini. Peneliti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran (UNPAD), Dr. Amaliya misalnya, dalam konferensi ini menyarakan bahwa produk nikotin alternative seperti vape bukan menjadi penyebab masalah kesehatan gusi (jpnn.com, 10/7/2023).

Sebagai penutup, rokok konvensional yang dibakar merupakan salah satu penyebab terbesar masalah kesehatan publik di berbagai negara, termasuk juga Indonesia. Per questo, adanya informasi yang tepat yang dapat membantu para perokok untuk berhenti merkok, salah satunya melalui produk nikotin alternatif yang jauh lebih tidak berbahaya, adalah hal yang sangat penting.

Originariamente pubblicato qui

Il divieto di svapare in auto in Alabama peggiora la salute pubblica

Sebbene lo sforzo per ridurre l’inalazione di fumo passivo dalle sigarette combustibili sia nobile, il vapore prodotto dalle sigarette elettroniche non contiene il catrame dannoso e le sostanze chimiche presenti nelle sigarette combustibili. Non crea lo stesso grado di danno.

MONTGOMERY, AL— Questa primavera, i legislatori dello stato dell’Alabama hanno approvato un disegno di legge (HB3) che è ora in vigore, vietando l'uso di sigarette e prodotti vaporizzati nei veicoli quando è presente un bambino di età pari o inferiore a 14 anni.

Elizabeth Hicks, analista degli affari statunitensi presso il gruppo di difesa dei consumatori Consumer Choice Center, ha dichiarato dell'HB3: "Una legislazione come questa dimostra ulteriormente come i regolatori considerino lo svapo e il fumo la stessa cosa, quando in realtà numerosi studi hanno dimostrato che lo svapo è 95% meno nocivo. Sebbene lo sforzo per ridurre l’inalazione di fumo passivo dalle sigarette combustibili sia nobile, il vapore prodotto dalle sigarette elettroniche non contiene il catrame dannoso e le sostanze chimiche presenti nelle sigarette combustibili. Non crea lo stesso grado di danno.

“Trattare lo svapo come le sigarette ostacola la salute pubblica dissuadendo i fumatori dall’adottare un’opzione di nicotina meno dannosa. Con 8.600 annuali legati al fumo deceduti in Alabama, i regolatori dovrebbero considerare lo svapo come uno strumento di riduzione del danno piuttosto che regolamentarlo come le sigarette”, ha aggiunto Hicks.

Leggi il testo completo qui

Smascherare la polizia del divertimento

Molto è già stato discusso riguardo al rapporto del Center for Substance Use and Addiction (CCSA) che raccomanda cambiamenti drastici alle linee guida sanitarie sull'alcol.1 Gli esperti del Forum scientifico internazionale sulla ricerca sull’alcol (ISFAR) l’hanno definita “una fusione pseudo-scientifica di studi selezionati di bassa validità scientifica che si adattano alle loro nozioni preconcette” e più recentemente 16 eminenti esperti, professori e ricercatori di riduzione del danno con sede in Quebec hanno affermato che il rapporto della CCSA inganna i consumatori con affermazioni come "anche a piccole dosi, l'alcol ha conseguenze per tutti".

Ma al di là delle critiche che la CCSA ha ricevuto da coloro che lavorano nel campo della ricerca sull’alcol, esiste un legame un tempo oscuro tra i ricercatori che spingono regolarmente per un cambiamento della politica sulla neotemperanza e le organizzazioni internazionali sulla temperanza come Movendi.

Movendi è un gruppo internazionale contro la temperanza che predica un approccio a consumo zero nei confronti dell'alcol. Movendi è stata fondata nel 1800 con il nome "L'Ordine dei Buoni Templari", ma ha cambiato nome nel 2020, forse perché il loro nome precedente sembrava tratto da un romanzo di Dan Brown. 

Abbastanza divertente, Movendi finanzia le sue lobby neo-temperanti in tutto il mondo organizzando una lotteria in Svezia. Ora, non c’è niente di moralmente sbagliato nel gestire una lotteria, o nel gioco d’azzardo, ma gestire una lotteria che è stata citato in giudizio da parte dell'Agenzia svedese per i consumatori per l'utilizzo di tattiche di marketing ingannevoli e per la frode dei consumatori è certamente sospetto e degno di critica. Per non parlare del fatto che finanziano la loro guerra puritana contro un “peccato” con i profitti di un altro. 

Movendi è importante nel dibattito sulla politica sull’alcol a livello internazionale, perché collabora ufficialmente con l’Organizzazione Mondiale della Sanità, ma anche a livello nazionale, perché i suoi ricercatori affiliati sono i veri autori del rapporto CCSA che ha dovuto affrontare così tante critiche. 

Sì, gli autori del rapporto della CCSA sull'alcol, finanziato con i soldi dei contribuenti tramite Health Canada, sono apertamente affiliati a un'organizzazione internazionale anti-alcol il cui obiettivo principale è creare un futuro senza alcol.

Come facciamo a saperlo? Ebbene, gli autori del rapporto CCSA, Tim Stockwell, Timothy Naimi e Adam Sherk, hanno legami aperti con Movendi che sono evidenti a chiunque. Ad esempio, appena due giorni dopo la pubblicazione del rapporto CCSA, su Movendi è stata pubblicata una sintesi interattiva del rapporto sito web, scritto dallo stesso gruppo di autori. 

In effetti, questi ricercatori della CSSA citano sulla propria pagina sul conflitto di interessi che loro sono affiliato con Movendi International. E mentre la loro divulgazione afferma che sono membri volontari di Movendi, secondo le rivelazioni, hanno viaggiato con i soldi di Movendi agli eventi Movendi in Svezia e sono presenti su Movendi podcast, dedicato alla sensibilizzazione sui pericoli dell'alcol. 

E quanto sono stridenti questi lobbisti anti-alcol e l’organizzazione a cui sono legati? Ebbene, sempre secondo Movendi sito web, i loro membri si impegnano affermando che “sono tenuti a condurre una vita libera dall’uso di alcol e altre droghe inebrianti”.

Ora, non c’è niente di sbagliato nello scegliere di astenersi dall’alcol e da altre droghe inebrianti. A ognuno il suo. Ma prendere il proprio punto di vista personale e mascherarlo da scientifico, a spese dei contribuenti, e di conseguenza fare pressione sul governo federale per un cambiamento politico, è un’altra cosa. I contribuenti hanno chiesto che i loro soldi venissero utilizzati per finanziare il lobbismo anti-alcol? Certamente no.

Immaginate se il governo del Canada commissionasse uno studio sul livello appropriato di consumo di carne e si scoprisse che gli autori dello studio, dopo essere giunti a quella che è ovviamente una conclusione pre-stirata, sono vegani convinti affiliati ad organizzazioni anti-carne come Persone per il Trattamento Etico degli Animali (PETA)? Ne seguirebbe comprensibilmente un’indignazione, e i risultati sarebbero liquidati come nient’altro che pseudoscienza guidata ideologicamente. 

Ebbene, la buona notizia per i canadesi che bevono è che, nonostante i titoli dei giornali sul rapporto della CCSA, sembrerebbe che il governo federale si stia avvicinando al rapporto e alla contabilità confusa della CCSA con cautela. Al momento il Canada è a basso rischio linee guida rimanere a due drink al giorno per le donne e tre drink al giorno per gli uomini, come dovrebbero essere, date le condizioni piccolocambiamenti nel rischio assoluto per la salute che esistono a questo livello di consumo. 

Alla fine, questi attivisti anti-alcol sono solo persone che vogliono tassare, vietare e regolamentare quanto più possibile la vostra vita. Non sono altro che la Fun Police.  

Originariamente pubblicato qui

Fallita l’applicazione del divieto di fumo nei ristoranti, la fine generazionale aumenterà il commercio illegale 

KUALA LUMPUR, 18th Sep 2023 – The Consumer Choice Center (CCC) has just published a Report on the Roundtable Discussion on Smoking Product Control in Public Health: Room for Improvement held on 23 August 2023 recently at the Majestic Hotel, Kuala Lumpur. 

Representative of the Malaysian Consumer Choice Center, Tarmizi Anuwar said: “The main purpose of the round table discussion is to get alternative views from experts in various fields as well as comprehensively assess and scrutinize the bill taking into account health, legal, economic and feasibility aspects. In addition, this report aims to provide proposals for improving the bill to the Special Select Committee, the Ministry of Health and policy makers.”

In addition, Tarmizi emphasized that this report is important to be examined by policy makers to ensure that the Generational Endgame policy to be implemented is studied more deeply and takes a more practical and feasible approach to reduce smoking rates in Malaysia.

“Policy makers should examine the essence of this report because our concern is that this tobacco bill will end up with an increase in illegal trade and the lack of a comprehensive impact assessment especially on consumers.”

“In addition, the Government also needs to carry out a more meaningful and quality engagement process to ensure that every stakeholder is properly involved in the consultation process. We don’t want to just be given a 10-to-15-minute presentation but not have any further discussion after that.”  

According to YB Dr. Afif Bahardin who is the Taman Medan assemblyman, he thinks that Generational Endgame will fail due to lack of resources and human capital. This is based on his experience dealing with the Ministry of Health while serving as the Member of the Penang State Executive Council who tried to make Penang a smoke-free zone but was unsuccessful. 

“In Malaysia, the illegal trade is rampant and from my point of view GEG will fail, just like how Penang tried to do it before. We need to focus on how to control smoking. There are currently no vaping regulations and no regulations on nicotine levels. Get support from everyone not only from enforcement but also for the community. Also, instead of focusing on introducing new bills. Restaurants still have people smoking, enforcement needs to be there. I think supporting community education is much more important than imposing new laws”, he said.

In addition, Kue Kok Meng as the President of the Petaling Jaya Coffee Shop Association said that until now the Ministry of Health or law enforcement cannot control the current laws such as smoking in restaurants. 

“In the coffee shop I don’t see law enforcement coming to ban people from smoking. The government has made all the advertisements but people still smoke. Most importantly, the responsibility of enforcement should be done by enforcement agencies and not coffee shops.”

According to Benedict Weerasena until May 2021, illegal cigarettes continue to increase and emphasizes the importance of enforcement to deal with the issue of illegal trade before introducing the end generation policy. 

“The impact on GEG for retailers is lost revenue, compliance costs, equipment costs, monitoring costs, opportunity costs and legal fees. Based on our study, the total enforcement cost for GEG is estimated at RM 303 million per year including tobacco track costs, public awareness campaigns, administrative costs, additional enforcement to curb the growth of the illegal cigarette market.”

“We don’t want to be like South Africa in March 2020 when their government introduced a ban on the sale of tobacco products. But 93% of smokers can still continue to buy cigarettes and the average price has increased by 250%. If this matter is not controlled it creates a negative perception that our country prioritizes smuggling over legitimate sources.” he said. 

Download the full report qui

Descrizione