fbpx

Monat: 0J

Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual und Royalti für Pekerja Seni

Perlindungan Hak Kekayaan intelektual dan pekerja seni adalah dua hal yang sangat terkait dan tidak bisa dipisahkan. Melalui perlindungan hak kekayaan intelektual, maka para pekerja seni, seperti musisi dan sineas, bisa menikmati manfaat dari karya yang telah mereka buat.

Tanpa adanya perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, hal tersebut tentu akan sangat merugikan para pekerja seni. Para pekerja seni tersebut berpotensi akan semakin sulit untuk mendapatkan manfaat dari karya yang mereka buat untuk menafkahi kehidupan mereka, karena setiap orang dapat bebas membajak atau menampilkan karya-karya mereka tanpa harus membayar para pekerja seni yang membuat karya tersebut.

Di era digital, perlindungan hak kekayaan intelektual terhadap pekerja seni tentu memiliki tantangan baru. Seiring dengan perkembangan teknologi, setiap orang dapat dengan mudah membajak und memasarkan produk-produk karya seni yang dibajak tersebut di dunia maya, untuk dinikmati dan disaksikan secara gratis oleh jutaan orang di seluruh dunia.

Namun, Tantangan Perlindungan Hak Kekayaan Inteletual, Khususnya von Indonesien, Bukan Hanya Dari Perkembangan Dunia Maya. Di sektor pelayanan, seperti rumah makan, kafe, karaoke, dan klub malam, kita bisa dengan mudah menemukan para pengelola tempat tersebut menampilkan Musik atau lagu tertentu untuk menghibur para pengunjugnya, namun tanpa memberi bayaran kepada para musisi yang membuat berbagai lagu yang dimainkan.

Hal ini tentu merupakan sesuatu yang perlu untuk diselesaikan. Terlebih lagi, karena yang menampilkan musik tersebut adalah tempat usaha yang bertujuan untuk mencari keuntungan.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, pada tanggal 30 Maret 2021 lalu, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/ Atau Musik. Dalam Pasal 3 ayat 1 peraturan tersebut, tertulis secara eksplisit bahwa „Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak (cnnindonesia, 04.05.2021).

Dalam peraturan tersebut, dijelaskan secara eksplisit juga dituliskan berbagai penggunaan musik atau lagu yang diharuskan untuk membayar royalti kepada para musisi yang membuat lagu tersebut. Diantaranya adalah seminar, konser, transportasi umum, pameran, nada tunggu telepon, pertokoan, bank, dan kantor, pusat rekreasi, penyiaran televisi dan radio, serta fasilitas hotel (Cnnindonesia, 5/4/2021).

Adanya peraturan tersebut tentu merupakan hal yang patut kita apresiasi. Diharapkan, dengan adanya peraturan pemerintah yang mewajibkan para pemilik usaha, seperti rumah makan, untuk membayar royalti kepada para musisi, maka kesejahteraan musisi dapat lebih terjamin, dan hak kekayaan intelektual yang mereka miliki terhadap karya yang mereka buat juga dapat terja ga.

Hal ini semakin penting terutama pada saat pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 telah membuat industri musik di Indonesia menjerit, karena para musisi tidak bisa tampil di depan öffentlich seperti tahun-tahun sebelumnya (voi.id, 16.7.2020).

Diharapkan, dengan adanya peraturan pemerintah tersebut, maka para musisi yang saat ini sedang mengalami kesulitan dapat terbantu,. Membuat Musik, Terlebih Lagi Yang Sangat Populer und Bisa Dinikmati Oleh Banyak Orang, Bukanlah Sesuatu Yang Mudah, und Dibutuhkan Banyak USAha. Sudah selayaknya, para musisi tersebut bisa mendapatkan manfaat dari karya yang mereka buat.

Selain itu, argumen lain untuk membenarkan kebijakan pengelola usaha untuk memutar musik atau lagu tanpa royalti kepada para musisi adalah, tidak sedikit dari para pengelola yang memutar musik tersebut melalui media streaming yang berbayar, seperti Spotify misalnya. Karena sudah Membayar Laanan Streaming Tersebut, maka dianggap hal Tersebut adalah sesuatu yang cukup sehingga pembayaran royalti adalah sesuatu yang kurang diperlukan.

Pandangan ini merupakan sesuatu yang sangat keliru. Berbagai layanan streaming tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa layanan mereka hanya bisa digunakan untuk tujuan personal, dan bukan kegiatan usaha. Berdasarkan ketentuan dari layanan streaming Spotify misalnya, dijelaskan secara eksplisit bahwa layanan mereka hanya bisa digunakan untuk Hiburan pribadi dan bukan untuk penggunaan komersial. Dengan demikian, layanan streaming ini tidak boleh digunakan secara public of tempat usaha, seperti radio, toko, dan rumah makan (support.spotify.com, 15.4.2021).

Melalui ketentuan tersebut, maka sudah jelas bahwa ketentuan tersebut sejalan dengan peraturan pemerintah yang dikeluarkan oleh Präsident Joko Widodo pada bulan Maret lalu. Menggunakan layanan streaming für kepentingan komersil merupakan sesuatu yang tidak bisa dibenarkan.

Sebagai penutup, hak kekayaan intelektual, termasuk juga tentunya karya-karya seni seperti musik, merupakan hal yang patut dilindungi oleh negara. Oleh karena itu, adanya peraturan pemerintah yang bertujuan untuk menegakkan perlindungan hak kekayaan intelektual adalah sesuatu yang harus kita apresiasi, agar para pekerja seni bisa mendapat perlindungan atas karya yang mereka buat. DIharapkan, Industri Kreatif, Termasuk Juga Industri Musik, in Indonesien dapat semakin berkembang di Masa Yang akan datang.

Ursprünglich veröffentlicht hier.

VAE und Israels COVID-Erfolg: Lehren für die EU

Jetzt, da sich die Pandemie hoffentlich ihrem Ende nähert, ist es an der Zeit, über neue Fallstudien nachzudenken und sie gründlich zu analysieren.

Sowohl die USA als auch die EU hatten es schwer, ihre Gesundheitssysteme an die COVID-19-Krise anzupassen, die Tests frühzeitig effektiv auszuweiten und die bereits bestehenden regulatorischen Belastungen zu überwinden. Länder wie Israel und die Vereinigten Arabischen Emirate haben solche Fehler jedoch vermieden.

Basierend auf den Erkenntnissen des kürzlich veröffentlichten Consumer Choice Center's Pandemie-Resilienz-Index 2021, Israel und die VAE erwiesen sich als die pandemieresistentesten Länder. Beide Länder führen die weltweiten Impf- und Testbemühungen an. Zum 31. März 2021 betrug die durchschnittliche Anzahl der in den VAE durchgeführten täglichen Tests 8,29, was fast dreimal so hoch war wie in Frankreich, Finnland, Irland und Portugal.

Seit Beginn der Pandemie sind Testdienste in den VAE umfassend verfügbar. Unter Verwendung der modernsten Einrichtungen und Testsysteme haben Abu Dhabi Health Services (SEHA) und das Gesundheitsministerium von Abu Dhabi Drive-Through-Testdienste eingerichtet, um die Ausbreitung zu stoppen, und Tests alle zwei Wochen wurden empfohlen. Im März 2020 wurde in nur 14 Tagen ein riesiges Labor gebaut vergrößern die Prüfung.

Die VAE haben auch erfolgreich digitale Technologien zur Bekämpfung der Pandemie eingesetzt. Chat-Bots sowie verschiedene Apps wurden entwickelt und eingeführt, um die Folgen einer Gesundheitskatastrophe abzumildern. So wurde beispielsweise die App „Arzt für jeden Bürger“ zur Verfügung gestellt, um die Kommunikation zwischen Bevölkerung und Ärzten zu erleichtern.

Israel ist ein klarer Gewinner, wenn es um die Geschwindigkeit von Impfungen geht. März erhielten 60,64 Prozent der israelischen Bevölkerung mindestens eine Impfdosis, was hauptsächlich der Grund dafür ist, dass Israel den Pandemie-Resilienz-Index anführt, Israels COVID-Impfkampagne startete 17 Tage später als die des Vereinigten Königreichs (der erstes Land der Welt, das den COVID-19-Impfstoff von Pfizer/BioNTech zugelassen hat). Zum Vergleich: Die meisten EU-Länder brauchten dafür mehr als 20 Tage länger als das Vereinigte Königreich. Im Fall der Niederlande – 37 Tage länger.

Israel hingegen hat weder die höchste Anzahl an Intensivbetten pro 100.000 Menschen noch eine sehr hohe durchschnittliche Anzahl neuer COVID-Tests pro tausend Menschen. Die Anzahl der verfügbaren Beatmungsgeräte pro 100.000 Einwohner in Israel beträgt jedoch 40, was viel höher ist als beispielsweise in Polen, Griechenland, Lettland, Malta und Irland.

Die Vereinigten Arabischen Emirate liegen vor allem wegen ihrer Impfquote auf dem zweiten Platz. Am 31. März 2021 verabreichten die VAE 84 Impfstoffdosen pro 100 Personen. Was den Beginn der Impfung betrifft, haben die VAE die EU in Sachen Impfung um etwa 10 Tage überholt. Großbritannien und die USA (53 bzw. 45 Dosen) folgen den VAE. Der Rest der analysierten Länder hinkt deutlich hinterher.

Niemand ist jedoch wirklich aus der Pandemie heraus, wenn nicht alle draußen sind. Israel und die Vereinigten Arabischen Emirate sind die Erfolgsgeschichten der Pandemie, aber der Rest der Welt muss aufholen, damit wir alle zu etwas Normalität zurückkehren können. Die Widerstandsfähigkeit der Gesundheit und insbesondere die Fähigkeit, künftige Krisen vorherzusehen und die notwendigen Vorkehrungen zu treffen, sind von entscheidender Bedeutung, und die Fehler der EU, wie die langsame Einführung und Erprobung von Impfstoffen, haben sich als kostspielig erwiesen. In Zukunft müssen die Union und die Mitgliedstaaten klüger handeln und dem Beispiel Israels und der VAE folgen.

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Propiedad intellectual, el derecho que se debatte en el mundo por la liberación de patentes de las vacunas

Organizaciones internacionales rechazaron las medidas propuestas por la OMC. Si se aceptaran y aplicaran, sería contraproducente: profundizaría la Krise y debilitaría las bases de sustentación ante una futura pandemia.

El debatte sobre el derecho de propiedad intellectual se puso al rojo vivo con la pretendida iniciativa de liberar las patentes de las vacunas.

Sin embargo, una acción de tal magnitud podría traer aparejado un efecto contrario al deseado ya que se vulneran los esfuerzos de empresas tras haber invertido cientos de millones de dólares en investigación y desarrollo.

Sobre este tópico, die Fundación Libertad y Progreso junto con otras 26 organizaciones internacionales rechazaron las medidas propuestas vor der Organización Mundial del Comercio (OMC), tendientes a anular los derechos de propiedad intelectual (DPI). El resultado de estas medidas, si se aceptaran y aplicaran, sería contraproducente: profundizaría la Krise en la que nos encontramos y debilitaría las bases de sustentación ante una futura pandemia.

Según el Global Health Innovation Centre de Duke University, el mundo se encamina a producir 12.000 milliones de dosis of distintas vacunas necesarias para brindar inmunidad de rebaño (70% de la población mundial). Una vejación masiva sobre los derechos de propiedad intellectual afectarán los incentivos para esta producción y futuras investigaciones para el bienestar de la humanidad.

El respeto por los derechos de propiedad intellectual ist fundamental para acabar con la pandemie de la Covid-19 und reaktivar la economía. La seguridad jurídica garantizará no sólo la producción, sino también el acceso a vacunas.

Libertad y Progreso abonnieren a la declaración conjunta que establece los siguientes puntos:

*Los DPI son fundamentales para la producción a escala sostenible de vacunas;
*Los DPI son esenciales para la I&D para futuras pandemias;
*La compencia mundial, no la producción local forzada, será la que mantenga los precios bajos de las vacunas;
*Una suspensión de los DPI no tendrá efecto sobre la producción de vacunas sin una transferencia tecnológica forzada, la cual sería demasiado lenta, estaría llena de problemas legales y causaría mucho daño económico.

Am 20. April 2021 haben 217 Vacunas Anti-Covid (además de más de 600 tratamientos antivirales y terapéuticos) bajo desarrollo a nivel mundial. Este mercado competitivo e innovador se encuentra bajo riesgo con las iniciativas multilaterales anti-DPI. La escasez de vacunas en la Argentina y en otros países, no se hubiera producido o hubiera sido transitoria si los gobiernos respektive hubieran actuado con diligencia.

Las organizaciones abajo firmantes, hacemos un lamado a los gobiernos para que protejan el sistema de innovación que ha suministrado multiples vacunas y medicamentos anti-Covid en tiempo récord. De no ser así, la inversión futura para nuevos desarrollos para enfrentar las nuevas cepas de Covid-19 y futuras pandemias será menor y, por ende el costo humano será superior.

La declaración fue firmada por la Asociación de Consumidores Libres de Costa Rica, Alternate Solutions Institute de Pakistán, Austrian Economic Center de Austria, Bay Area Council Economic Institute de los Estados Unidos, Centro Mackenzie de Liberdade Econômica del Brasil, Center for Global Enterprise de los Estados Unidos, Competere de Italia, Consumer Choice Centre de Bélgica, Free Market Foundation de Sudáfrica, Fundación Eléutera de Honduras, Fundación IDEA de México, Galen Center for Health and Social Policy de Malasia, Geneva Network de Reino Unido, Imani Center for Policy and Education de Ghana, Stiftung für Informationstechnologie und Innovation de los Estados Unidos, Instituto de Ciencia Política de Colombia, Instituto de Libre Empresa del Perú, Istituto Bruno Leoni de Italia, Istituto per la Competitivà (I-Com) de Italia, KSI Strategic Institute for Asia Pacific de Malasia Libertad y Desarrollo de Chile, Libertad y Progreso de Argentina, McDonald-Laurier Institute de Canadá, Mi nimal Government Thinkers de Filipinas, Paramadina Public Policy Institute de Indonesia, Prime Institute de Pakistán und Property Rights Alliance de los Estados Unidos.

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Das Ende des Spirituosenmonopols in Ontario wäre eine Win-Win-Win-Situation

Ein Überdenken der LCBO könnte den Steuerzahlern eine enorme Menge Geld sparen

Ontario steht am Rande einer fiskalischen Klippe. Unter ihrer vorherigen liberalen Regierung wurde die Provinz die am meisten verschuldet subsouveräne Einheit der Welt. Leider haben schlechte Politikgestaltung und die COVID-19-Pandemie ihre Situation nur verschlechtert. Ontarios Schulden belaufen sich jetzt auf über $404 Milliarden, was bedeutet, dass der Anteil jedes Ontarioiers an diesen Schulden satte $27.000 beträgt.

Am Ende der Pandemie wird Ontario eine mutige Politik brauchen, um sich aus dem Loch zu befreien, in dem es sich befindet. Eine mutige Politik, die helfen würde, wäre die Privatisierung des LCBO (Liquor Control Board of Ontario) oder zumindest die Begrenzung seiner Expansion und deren Beendigung Monopolstellung.

Die Abschaffung der LCBO und die Umstellung auf ein privates, vorzugsweise unbegrenztes Einzelhandelsmodell würde den Verbrauchern zugute kommen, indem ihnen mehr Auswahl und Komfort geboten würden. Ontario hat derzeit das Schlimmste Einzelhandelsdichte von Alkohol in Kanada, hauptsächlich weil die Kombination eines staatlichen Monopols (LCBO) mit einem staatlich sanktionierten privaten Monopol (The Beer Store) die Skalierbarkeit des Einzelhandelszugangs eingeschränkt hat. Infolgedessen kommt in Ontario auf 4.480 Einwohner nur ein Alkoholgeschäft. Im Vergleich dazu kommt in British Columbia ein Geschäft auf 2.741 Einwohner, in Alberta eines auf 1.897 Einwohner und in Quebec ein Geschäft auf 1.047 Einwohner. Die Beendigung des Monopols der LCBO würde dazu beitragen, Ontario auf eine Stufe mit anderen Provinzen zu bringen.

Noch wichtiger ist, dass ein Überdenken der LCBO den Steuerzahlern eine enorme Menge Geld sparen könnte. Die Betriebskosten des LCBO sind aufgebläht. Basierend auf seinem 2019 Jahresabschluss, betragen die durchschnittlichen Verkaufs-, allgemeinen und Verwaltungskosten (SG&A) pro Geschäft $1.515.000 pro Jahr. Bei 666 Firmengeschäften ist dies eine beträchtliche Ausgabe für die Steuerzahler. Private Alternativen wie private Einzelhändler mit hohen Lagerbeständen in Alberta kosten deutlich weniger zu betreiben. Basierend auf Alcannas 2019 Jahresfinanzbericht, die durchschnittlichen SG&A für eine private Verkaufsstelle, die mit einer LCBO vergleichbar ist, beträgt nur $676.000 pro Jahr. Wenn wir jetzt mit den Fingern schnippen und das LCBO vollständig aus dem Betriebsmodell der Regierung herausnehmen könnten, würden die Steuerzahler erstaunliche $559 Millionen pro Jahr einsparen. Wenn die Ford-Regierung nach niedrig hängenden fiskalischen Früchten sucht, dann ist es das.

Gewerkschaften und andere Befürworter einer verstaatlichten Alkoholverteilung hätten offensichtlich ein Problem mit der vollständigen Abschaffung der LCBO. Sie werden argumentieren, dass die Privatisierung die gut bezahlten Arbeitsplätze der Tausenden von Ontariern bedrohen würde, die für die LCBO arbeiten. Dies könnte zutreffen, da es unwahrscheinlich ist, dass private Einzelhändler von ihren Arbeitnehmern verlangen würden, Mitglied der OPSEU zu sein, der Ontario Public Service Employees Union, die Löhne ausgehandelt hat, die weit über den Markttarifen für vergleichbare Jobs liegen. Allerdings gibt es eine Kompromisslösung, die sowohl die Wahlmöglichkeiten der Verbraucher erweitert, diese LCBO-Arbeitsplätze erhält als auch den Steuerzahlern Millionen von Dollar spart. Es soll die LCBO daran hindern, ihre Aktivitäten auszuweiten, und den privaten Sektor die Lücke füllen lassen.

Jedes Jahr fügt das LCBO durchschnittlich sieben neue Geschäfte in Ontario hinzu. Wenn die Provinz die Expansion des LCBO einfach stoppen und den Privatsektor die Lücke füllen lassen würde, würden die Steuerzahler nach fünf Jahren kumulativ $88 Millionen einsparen. Bei der 10-Jahres-Marke würde diese Zahl $323 Millionen betragen. Und diese Einsparungen sind nur die laufenden betrieblichen Einsparungen und beinhalten nicht die zig Millionen Dollar, die das LCBO ausgibt, um Ladenfronten für die Expansion zu erwerben.

Diese Kompromisslösung würde es den bestehenden Verkaufsstellen des LCBO ermöglichen, in Betrieb zu bleiben, und gleichzeitig mehr Einzelhandelszugang und ein voranschreitendes Hybridmodell ermöglichen. Neben den Kosteneinsparungen können auch Umsatzsteigerungen hinzukommen. Hybride und private Einzelhandelsmodelle für den Alkoholverkauf (wie in BC und Alberta) erzeugen tatsächlich mehr Alkohol Steuereinnahmen pro Kopf, ein weiterer Vorteil für die öffentliche Hand. Politisch ist diese Kompromisslösung ein Kinderspiel. Die Verbesserung des Zugangs, die Förderung privater Geschäftsmöglichkeiten, die Generierung von mehr Einnahmen und die Beibehaltung der aktuellen LCBO-Beschäftigung wären eine Win-Win-Win-Situation.

Die Ford-Regierung hat bereits den Grundstein für einen solchen Ansatz gelegt. Begraben im Zeitplan für Lizenzen und Genehmigungen im Haushalt 2019 hat die Provinz effektiv den Weg für einen wirklich freien und offenen Alkoholmarkt in Ontario geebnet. Die Rechnung Zustände dass „eine Person beim Standesbeamten eine Lizenz zum Betrieb eines Einzelhandelsgeschäfts für Alkohol, zum Betrieb als Großhändler oder zur Lieferung von Alkohol beantragen kann.“

Ontario hat die Tür für ein verbraucherfreundliches Einzelhandelsmodell für Alkohol geöffnet, das das Monopol der LCBO endgültig beenden würde. Eine vollständige Privatisierung wäre am besten, aber wenn das politisch zu weit hergeholt ist, würde ein Kompromiss über den freien Zugang immer noch allen Einwohnern von Ontario zugute kommen. Die Regierung hat die Möglichkeit einer solchen Änderung geschaffen. Im Interesse von Verbrauchern und Steuerzahlern sollte es jetzt durchgezogen werden.

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Nachhaltigkeit: die europäische Wortschlacht

Es wird für jeden etwas anderes bedeuten.

Die Farm-to-Fork-Strategie der Europäischen Union versucht, die Nachhaltigkeit im Agrarsektor zu fördern. Während Nachhaltigkeit im Allgemeinen ein lobenswertes Ziel ist, hat es eine breite Palette möglicher Bedeutungen und Anwendungen. Die EU-Institutionen haben das Wort angemessen definiert. 

Es ist notwendig, eine klare und präzise Definition dessen festzulegen, was wir unter Nachhaltigkeit verstehen, denn nur so können wir uns konkrete Ziele setzen und klare und präzise Kennzahlen entwickeln, um unseren Fortschritt bei der Erreichung dieser Ziele zu verfolgen. Die Schlussfolgerung der Europäischen Kommission scheint zu sein, dass die ökologische Landwirtschaft im Wesentlichen gleichbedeutend mit nachhaltiger Landwirtschaft ist. Aber das ist eine bloße Annahme, die ohne Bezugnahme auf eine Vielzahl praktischer Bedenken gemacht wird und jede wirkliche wissenschaftliche Untersuchung der Tatsachen vermeidet. 

Die Website der Europäischen Kommission für nachhaltige Landwirtschaft lobt die Verbesserungen der Nachhaltigkeit durch die Gemeinsame Agrarpolitik (GAP), hat jedoch keine Definition festgelegt, die den Zielen der Politik entspricht. Die Farm-to-Fork-Strategie ist ein politischer Fahrplan, der bestimmte numerische Ziele umreißt, wobei der Anspruch, dass diese Ziele nachhaltig sind, nur impliziert wird. Damit die europäischen Verbraucher die Ziele der Europäischen Union im Bereich der nachhaltigen Landwirtschaft verstehen, müssen wir Definitionen festlegen, die prägnant beschreiben, was nachhaltige Landwirtschaft ist.

In jedem Webinar kann sogar das Wort Nachhaltigkeit bedeutungslos verwendet werden, was oft die Agenda des Redners unterstützt. Dieser Redner ist oft ein Befürworter der Agrarökologie oder des Nahrungsmittelproduktionssystems, das die Fortschritte der modernen Landwirtschaft ablehnt. Und das ist Freiwild; diese Befürworter müssen ihre Stimme im demokratischen Prozess haben. Allerdings kooptieren sie oft einen Begriff, der noch genau definiert werden muss. Sie können den Test machen: Halten Sie einen Durchschnittsverbraucher auf der Straße an und fragen Sie, ob wir nachhaltigere Lebensmittel wollen sollten. Wer würde dem wohl widersprechen? Die Frage, ob wir nachhaltige Lebensmittel unterstützen sollten, ohne zu definieren, was das bedeutet, ist ähnlich wie die Frage, ob wir „gute“ Lebensmittel wollen oder nicht. Wir werden unterschiedliche Vorstellungen davon haben, was das bedeutet. Im Bio-Sektor würden Standards der Nachhaltigkeit nicht erfüllt.

Glaubwürdige Untersuchungen haben ergeben, dass die Umstellung der gesamten derzeitigen Landwirtschaft auf den ökologischen Landbau die Treibhausgasemissionen (THG) um bis zu 70% erhöhen würde. Die Forscher analysierten die hypothetische Umstellung der walisischen und englischen landwirtschaftlichen Produktion auf den ökologischen Landbau und stellten fest, dass geringere Ernteerträge im ökologischen Landbau die Notwendigkeit erhöhten, Lebensmittel aus Übersee zu importieren. Unter Berücksichtigung der beim Anbau dieser Lebensmittel im Ausland emittierten Treibhausgase – ein Teil der Gleichung, der von Befürwortern des ökologischen Landbaus oft ignoriert wird – würden die gesamten emittierten Treibhausgase im besten Fall zwischen 21% und erstaunlichen 70% steigen, je nachdem, wie viel natürlicher Lebensraum und Wald sein müssten gelöscht, um den Rückgang auszugleichen, der durch die Umstellung von England und Wales auf die ökologische Produktion verursacht wurde. Für die Europäische Union, die ein 25%-Bio-Produktionsziel in Europa anstrebt, wären die Auswirkungen von Importen aus Übersee sogar noch erheblicher. Während die Studie davon ausging, dass England und Wales den Großteil der benötigten zusätzlichen Lebensmittel aus Europa importieren würden, würde eine 25%-Öko-EU ihre Produktionsdefizite durch den Import von Lebensmitteln ausgleichen, die in weniger entwickelten Ländern mit erheblich weniger effizienten Anbaumethoden angebaut werden, was erheblich zunehmen würde Emissionen.

Also, während wir Nachhaltigkeit definieren, warum beschäftigen wir uns nicht mit den Fakten und nur mit den Fakten?

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Die interventionistische Adipositas-Strategie von Boris Johnson wird scheitern. Wir brauchen mehr Auswahl, nicht weniger zum Abnehmen

Fettleibigkeit ist auf dem Vormarsch wie nie zuvor. Mehr als einer von vier Menschen im Vereinigten Königreich ist inzwischen fettleibig, eine der treibenden Kräfte hinter der Sterblichkeitsrate von Covid. Im Jahr vor der Pandemie wurden in England mehr als eine Million Menschen zur Behandlung von Fettleibigkeit ins Krankenhaus eingeliefert.

Rekord-Krankenhausaufenthalte sollten ein Weckruf sein. Die Gesundheitsbehörden auf internationaler und nationaler Ebene haben es versäumt, sich dem schieren Ausmaß der Herausforderung zu stellen. Public Health England und die Weltgesundheitsorganisation sind beide mit einem interventionistischen Tunnelblick indoktriniert. Für sie bedeutet die Bekämpfung von Fettleibigkeit, Dinge zu verbieten, sie aus der Existenz zu besteuern, zu versuchen, Verbraucher mit aufdringlichen Kampagnen zu manipulieren und sie dazu zu bringen, „bessere Entscheidungen“ zu treffen. 

Diejenigen, die mit der Behandlung von Fragen der öffentlichen Gesundheit beauftragt sind, lesen aus demselben müden Hymnenblatt gescheiterter Maßnahmen. Sie tragen Ideen des 20. Jahrhunderts vor, um mit den Problemen des 21. Jahrhunderts umzugehen, und ihr Scheitern hat tragische Folgen enormen Ausmaßes.

Die Schlagzeile dieser entsetzlichen Show ist der Plan der Regierung, Junk-Food-Werbung zu verbieten. Die Richtlinie scheint trotz umfangreicher Kampagnen, die auf die Probleme eines übermäßig aufdringlichen Ansatzes für die Werbeindustrie und alle anderen aufmerksam machen, weiterzumachen, nachdem sie in die Rede der Königin aufgenommen wurde.

Meine Mutter, eine alleinerziehende Mutter aus der Arbeiterklasse mit Migrationshintergrund, führt von ihrer Küche aus ein kleines Backgeschäft. Unter dem verrückten Werbeverbotsplan wird es illegal, wenn meine Mutter Bilder ihrer Kuchen auf Instagram postet. Und wofür? Die regierungseigene Analyse der Politik ergab, dass sie durchschnittlich 1,7 Kalorien pro Tag aus der Ernährung von Kindern entfernen wird – etwa ein halber Smartie.

Auf die Frage nach dem Fall einer Bäckerei mit Instagram-Account konnte der Sprecher des Ministerpräsidenten keine Zusicherungen geben. Eine Regierungsquelle, die Anfang dieses Jahres in der Sunday Times zitiert wurde, sagte: „Es wird Vorbehalte geben – dies richtet sich nicht an kleine Unternehmen, die online für hausgemachte Kuchen werben. Es richtet sich an die Lebensmittelgiganten.“ Es bleibt unklar, wie ein pauschales Verbot einer bestimmten Art von Werbung rechtlich gegen einige Unternehmen gerichtet werden kann und andere nicht.

Die Lösung für die Fettleibigkeitskrise liegt in mehr Entscheidungsfreiheit, nicht in weniger. Sogar diese bösen Lebensmittelgiganten reagieren auf den öffentlichen Druck und möchten unbedingt gesehen werden, dass sie sich in diesem Bereich anstrengen. McDonald's bietet beispielsweise fünf Millionen Stunden Fußballtraining in ganz Großbritannien an. Auch die britischen Pubs spielen eine wichtige Rolle und tragen jedes Jahr mehr als 40 Millionen Pfund zum Breitensport bei.

Wenn Menschen massenhaft ihre Besorgnis über ein bestimmtes Problem äußern, tun private Akteure alles, um sich nützlich zu machen und etwas dagegen zu unternehmen. Unzählige Unternehmen investieren freiwillig in Programme für einen gesunden Lebensstil oder reduzieren ihre eigenen Beiträge zur Fettleibigkeit. Tesco zum Beispiel hat einen ehrgeizigen Plan aufgestellt, um den Anteil seiner Lebensmittelverkäufe, die aus gesunden Produkten bestehen, auf 65 Prozent zu steigern und damit ein Beispiel für den Rest der Branche zu geben, während sich der Markt verändert.

Versuche, die Reaktion auf Krisen im Bereich der öffentlichen Gesundheit in der Regierung zu zentralisieren und die Verantwortung in Whitehall zu konzentrieren, scheitern konsequent. Tescos radikal neue Agenda wurde nicht von Bürokraten des öffentlichen Gesundheitswesens motiviert, sondern von Forderungen seiner eigenen Aktionäre und dem Druck von Konkurrenten wie Sainsbury's und Marks & Spencer. Während Public Health England hart gegen Marmite-Anzeigen und Instagram-Bilder von Cupcakes vorgeht, sind private Unternehmensinvestoren die Gruppe von Menschen, die wohl mehr als alle anderen tun, um Großbritannien gesünder zu machen.

Unternehmen und Verbraucherentscheidungen sind im Kampf gegen Fettleibigkeit unsere Verbündeten, nicht unsere Feinde. Anstatt zu versuchen, die Flut aufzuhalten, sollten wir die Macht des Marktes nutzen, um Fettleibigkeit zu bekämpfen.

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Україну названо найменш підготовленою країною до пандемії

Pandemie-Resilienz-Index 2021.

Раніше цього місяця Consumer Choice Center опублікував свій перший Індекс стійкості до пандемії з метою аналізу готовності світових систем охорони здоров'я до кризи COVID-19. Індекс розглядає 40 країн через призму наступних факторів: схвалення вакцин, драйв вакцинації, а також кількість ліжок інтенсивної терапії та темпи тестування. Україна в ньому посіла останнє місце як найменш підготовлена до пандемії країна.

Стійкість країн була оцінена як найвища, вище середнього, середня, нижче середнього та найнижча. I з зраїль т т о б'єднані арабькі е ррати ч чолили рййтинieben, т т чч & ч & ч & ч ч & т & г & г & т & т & т п & т & т & т гт & kümmere sich Британія та США — вище середнього.

Нова Зеландія та Україна продемонстрували найнижчу стійкість. У випадку з Новою Зеландією, її відставання можна пояснити місцем розташування та строгим закриттям кордоня. "

Натомість у випадку з Україною — причини інші. Як пострадянська держава, яка пробиває шлях до ЄС, Україна не змогла провести ефективну реформи системи охорони. У поєднанні з корупцією, регуляторними бар'єрами для затвердження вакцин та неефективним управлінням, Україна не тільки не змогла на ранніх етапах ідентифікувати зростання рівня поширення ковіду та діяти відповідно, а й швидко адаптувати свою систему охорони здоров'я до новопосталих викликів.

Наприклад, Україні знадобилось на 84 дні більше ніж Великобританії і на більше ніж 50 днів більше ніж ЄС часу для того, щоб офіційно розпочати вакцинацію. Затримки більшою мірою є результатом недалекоглядності і відсутності ANTиковідної стратегії. О б'єднані арабь & ь е & мрати, як є с с с ттовmaß л л & м з в цакцинац ц з з з з з зи & ю · мм & ю м & iges м м & iges б м & iges бм & ю м & iges б & ю м & iges б & iges б & ю · мм & ю м & iges м & ю · мм & ю · мм & ю · мм & ю · мм & ю · мм & ю · мм & ю · мм & ю · мм & ю · мм & ю · м м & ю · м м & ю · мм & · ücklich Гірший ніж Україна за цим індикатором індексу результат має тільки Австралія, яка почала вакцинацію 25-го лютого 2021-го року, на день пізніше ніж Україна.

Боротьбу з вірусом також підриває мала підтримка вакцинації серед українського населення. Згідно з опитуванням, проведеним Національним харківським інститутом соціологічних досліджень Дослідженням, станом на грудень 2020-го року лише 21 відсоток українців хотіли вакцинуватись – 40 відсотків були проти.

Середня кількість щоденних тестів проведених в Україні на 100 тисяч населення (станом на 31 березня 2021-го року) – 0.51 – є однією з найнижчих у світі. Такий показник є у 4 рази нижчий за Британію, у 14 – за Словаччину, та у 11 – за Кіпр. Відповідно до результатів Індексу, тільки Індія та Бразилія тестують менше ніж Україна.

Стосовно кількості ліжок інтенсивної терапії, то Україна тут також на дні рейтингу. Перед початком ковіду в Україні було 4.1 ліжка на 100 тисяч населення. Для порівняння, в Польщі було 10.1, а в Росії – 8.3.

Враховуючи те, що є всі підстави очікувати набагато більше подібних пандемій у майбутньому, надзвичайно важливо задуматися про нашу здатність передбачати такі загрози, розпізнавати їх на ранніх термінах, реагувати, не вдаючись до паніки та поспішного прийняття рішень, уникати дефіциту засобів захисту, виявляти та коригувати регуляторні бар'єри та, загалом, підтримують стан готовності. Україна має багато чого повчитись в інших країн, і Індекс є яскравим свідченням того, що індійський сценарій пандемії є досить реальним для України, якщо ми не розв'яжемо фундаментальні проблеми в системі охорони здоров'я.

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Scrolle nach oben
de_DEDE