fbpx

Monat: 9J

Pentingnya Peran Perusahaan E-Commerce von Menangkal Pembajakan Produk

Layanan E-Commerce atau toko online saat ini merupakan layanan yang tidak bisa dipisahkan dari keseharian kita, terutama kita yang tinggal di kota-kota besar. Meningkatnya pengguna Internet secara sangat pesat tentu memiliki korelasi yang sangat berkaitan dengan naiknya jumlah pelanggan yang berbelanja melalui dunia maya.

Saat ini, dengan sangat mudah kita menemukan berbagai Produkt dan barang yang kita butuhkan dan kita inginkan melalui berbagai layanan toko gewagt. Mulai dari bahan-bahan pangan, alat-alat rumah tangga, elektronik, produk-produk pribadi, hingga barang-barang kolektor.

Pertumbuhan ini semakin dipercepat dengan adanya pandemi COVID-19 yang masih terus berlangsung hingga hari ini. Pandemi ini telah mengharuskan banyak orang melakukan aktivitas mereka di rumah, dan kelebihan utama layanan toko daring adalah Anda bisa melakukan aktivitas belanja yang sebelumnya harus dilakukan secara fisik di tempat Anda. Diproyeksi, perdagangan online di Indonesia pada tahun 2021 ini akan meningkat 33,2% dari Rp253 triliun tahun 2020, menjadi Rp337 triliun pada tahun ini (indonesia.go.id, 23/2/2021).

Naiknya jumlah pelanggan dan pengguna toko-toko daring juga memberikan kesempatan yang semakin luas kepada para pedangang, terutama para pedagang kecil. Bila sebelumnya, seseorang kalau ingin menjadi pedagang mereka harus menyewa toko fisik, dan memiliki modal yang tidak sedikit, saat ini mereka bisa berjualan dimanapun mereka inginkan, dan mendapatkan pembeli dari seluruh penjuru negeri.

Semakin meningkatnya industri layanan E-Commerce juga sangat menguntungkan para pelanggan, karena mereka bisa lebih mudah mendapatkan barang yang mereka inginkan. Sebelum adanya internet, kita harus bepergian secara fisik untuk mencari suatu barang, dan bila barang yang kita inginkan tidak ada di toko tersebut, kita harus berpindah dan mencari toko yang lain. Aktivitas ini tentu bukan hanya menguras energi dan waktu, tapi juga uang untuk transportasi.

Perkembangan layanan E-Commerce sepertinya merupakan sesuatu yang sudah tidak bisa kita bendung lagi. Semakin meningkatnya pengguna internet, dan juga semakin cepatnya koneksi internet, maka pada saat yang sama layanan toko daring juga akan semakin meningkat dan menarik semakin banyak pelanggan.

Namun, dengan segala manfaat positifnya, semakin meningkatnya penggunaan dan layanan E-Commerce juga menimbulkan masalah baru, salah satunya adalah aspekt pembajakan. Semakin mudahnya kita bisa mengakses dan membeli barang pada saat yang sama juga membuat semakin mudah pula para penjual barang bajakan untuk menjual barang-barang palsu yang mereka buat kepada konsumen.

Persoalan mengenai pembajakan sendiri tentunya bukanlah masalah yang baru terjadi von Indonesien. Masalah ini merupakan masalah besar yang sudah ada sejak lama, jauh sebelum internet hadir dan masuk menjadi bagian dari keseharian kita. Bila saat ini kita pergi ke berbagai tempat pusat perbelanjaan pun, dengan mudah kita bisa menemukan berbagai produk barang-barang palsu yang dijual dengan sangat bebas dan harga yang jauh di bawah harga aslinya. Hal ini mencakup berbagai macam barang, seperti pakaian, perangkat lunak, buku, dan juga barang-barang elektronik.

Hal yang sama juga demikian terjadi di toko-toko gewagt. Bila kita berselancar di dunia maya, maka dengan sangat mudah kita akan menemukan berbagai barang-barang bajakan yang dijual dengan harga yang jauh lebih murah. Tidak jarang, barang-barang yang dijual tersebut terlihat sangat mirip dari barang yang asli.

Pembajakan karya apapun tentu merupakan hal yang tidak bisa dibenarkan, karena hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak kekayaan intelektual yang merugikan pihak lain. Bila hal ini terus dibiarkan, maka tentu orang-orang akan semakin malas untuk berkarya dan berinovasi, karena mereka tidak bisa mengambil manfaat dari karya dan inovasi yang mereka buat.

Untuk itu, peran serta aktif berbagai perusahaan penyedia layanan E-Commerce für menangkal pembajakan adalah hal yang sangat penting für dilakukan. Tanpa adanya peran aktif dari berbagai perusahaan penyedia layanan e-commerce untuk menangkal penjualan barang-barang bajakan, maka permasalahan ini tentunya akan terus berlangsung berlarut-larut dan akan sangat sulit untuk diselesaikan.

Isu mengenai pembajakan ini juga menjadi fokus berbagai pihak terkait layanan e-commerce. Asosiasi E-Commerce, Indonesian E-Commerce Association (idEA) misalnya, menyatakan siap melawan pembajakan, khususnya pembajakan buku yang sangat marak terjadi di berbagai Plattform penyedia jasa toko gewagt. idee juga mengatakan bahwa setiap penyedia layanan e-commerce harus juga ikut mengawasi barang-barang yang dijual di platform mereka (wirtschaftlich.Bisnis.com, 27.5.2021).

Hal ini tentu merupakan sesuatu yang patut diapresiasi. Sikap dari asosiasi E-Commerce tersbut untuk melawan penjualan produk-produk bajakan di platform toko daring adalah hal yang harus kita dukung. Semoga, para penyedia layanan e-commerce semakin memperkuat komitmen mereka untuk menangkal berbagai upaya penjualan produk bajakan di platform yang mereka miliki.

Sebagai penutup, perkembangan e-commerce yang semakin pesat telah membawa banyak manfaat, baik bagi para konsumen yang ingin berbelanja, ataupun kepada para penjual agar mereka bisa lebih mudah menjual barang dagangan mereka. Namun, perkembangan tersebut juga menimbulkan tantangan baru, salah satunya adalah Plattform tersebut memberikan ruang yang lebih besar bagi para pembajak produk untuk menjual barang-barang palus yang mereka buat. Untuk itu, dibutuhkan peran aktif dari para penyedia layanan e-commerce untuk menangani permasalahan tersebut.

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Nebraska sollte diese innerstaatlichen Hindernisse für den Fortschritt von Elektrofahrzeugen beseitigen

Eine der Kernkomponenten des Infrastrukturgesetzes von Präsident Joe Biden ist die angemessene Vorbereitung des Landes auf die Revolution der Elektrofahrzeuge (EV). Die Biden-Regierung hat $174 Milliarden für die Elektrifizierung des Verkehrs vorgesehen, was eine Flut von Investitionen bei den Autoherstellern ausgelöst hat.

GM kündigte an, im Jahr 2023 ein $2,3-Milliarden-Werk zur Herstellung von 500.000 EV-Batterien zu eröffnen, Honda hat sich verpflichtet, bis 2040 nur noch Elektrofahrzeuge zu verkaufen, Hyundai wird $7 Milliarden in die US-EV-Produktion investieren, und Ford hat angekündigt, dass die Hälfte aller Lincolns produziert werden könnte bald emissionsfrei sein. Selbst hier in Nebraska bauen Verbrauchergemeinschaften für Elektrofahrzeuge wie Norfolk und Kearney ihre Ladestationen aus.

Aber unglücklicherweise für die Verbraucher in Nebraska wirkt die schlechte Politik auf staatlicher Ebene als große Hürde. Nebraska, der derzeit den letzten Platz belegt US-Zugänglichkeitsindex für Elektrofahrzeuge, rät aktiv vom Kauf von Elektrofahrzeugen mit ihrem Verbot des Direktverkaufs an Verbraucher und ihrer unverhältnismäßigen Lizenzgebühr für Elektro- und Hybridfahrzeuge ab.

Unter dem Deckmantel des Verbraucherschutzes hat Nebraska es Elektrofahrzeugherstellern wie Tesla untersagt, direkt an Verbraucher zu verkaufen. Händler-Franchisegesetze, die den Direktverkauf verbieten, sind eine jahrzehntealte Politik, die eingeführt wurde, um Verbraucher vor vertikaler Integration und Monopolisierung zu schützen. Im heutigen Zeitalter der grenzenlosen Informationen, die Ihnen zur Verfügung stehen, und des gesunden Wettbewerbs in der Autoindustrie ist diese Einschränkung weit über ihr Ablaufdatum hinaus. Es schränkt die Wahlmöglichkeiten der Verbraucher ein und bietet keinen Nutzen für den Verbraucherschutz. Aus diesem Grund haben sich viele EV-Hersteller vollständig aus dem Händlermodell zurückgezogen. Und wir wissen aus dem Erfolg von Direct-to-Consumer-Plattformen auf dem Gebrauchtwagenmarkt (wo der Direktverkauf legal ist), dass der Online-Kauf auf dem Vormarsch ist.

Neben dem Verbot des Direktverkaufs bestraft Nebraska die Verbraucher von Elektrofahrzeugen auch mit höheren Lizenz- und Registrierungsgebühren. Die Standardregistrierungsgebühr für Fahrzeuge in Nebraska liegt zwischen $15. Für Verbraucher, die sich umweltbewusst für den Kauf und die Registrierung eines Elektrofahrzeugs entscheiden, sind die Registrierungskosten mit $75 um über 500% höher. Das ist unglaublich diskriminierend, und ein viel besserer Ansatz wäre es, Elektrofahrzeuge einfach auf Augenhöhe mit normalen Personenkraftwagen zu behandeln.

Leider haben einige Gesetzgeber die zusätzliche Gebühr gerechtfertigt, um entgangene Gassteuereinnahmen zurückzugewinnen, aber das widerspricht dem Zweck der Gassteuer. Der Zweck der Gassteuer, die derzeit in Nebraska bei 28,7 Cent pro Gallone liegt, besteht darin, die Verbraucher zu ermutigen, ihre Emissionen zu reduzieren, und genau das tun die Verbraucher von Elektrofahrzeugen, wenn sie ein Elektrofahrzeug kaufen. Es ist seltsam, dass die Verbraucher von Elektrofahrzeugen für ihre umweltfreundliche Entscheidung überhöhte Gebühren erhalten, die exponentiell höher sind als bei der Alternative. Es ist unfair, dass diese Verbraucher jetzt mehr finanzielle Lasten tragen, wenn sie tatsächlich auf Gassteuern reagieren, wie von der Steuer beabsichtigt.

Abgesehen davon, dass sie relativ einfach umzusetzen sind, haben diese politischen Änderungen den zusätzlichen Vorteil, dass sie den Kauf von Elektrofahrzeugen ohne Herstellungssubventionen der Steuerzahler oder komplizierte Steuergutschriften fördern, die zu Recht dafür kritisiert wurden, dass sie die Reichen begünstigen.

Letztendlich ist die EV-Revolution auf einem guten Weg. Indem sie einfach aus dem Weg gehen, könnten die Gesetzgeber in Nebraska die Wahlmöglichkeiten für die Verbraucher verbessern, die Kosten senken, die Umwelt schützen und dies ohne all die logistischen Probleme, die mit Unternehmenswohlfahrt und Boutique-Steuergutschriften einhergehen.

Wie die berühmte Redewendung sagt: „Eine steigende Flut hebt alle Boote“. Die Flut für Elektrofahrzeuge steigt sicherlich, aber mit fehlgeleiteten Vorschriften, die den Verbrauchern Handschellen anlegen, könnten die Nebraskaner am Ende von der Küstenlinie aus zuschauen.

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Wir brauchen nicht mehr Steuern, um auf die COVID-19-Krise zu reagieren

Die Senkung der Unternehmenssteuern ermöglicht Verbesserungen bei Produktionstechniken, Technologie und Kapitalinvestitionen, was die Produktivität und das Einkommen der Arbeitnehmer erhöht.

Die COVID-19-Krise geht weiter und die Anti-Krisen-Fonds schwellen an. Um einen direkten Impuls zu geben, treffen einige europäische Länder die sinnvolle Entscheidung, die Steuerlast zu senken, während andere sie erhöhen wollen. Es liegt auf der Hand, dass eine vereinfachte und reduzierte Besteuerung den Verbrauchern und Unternehmen den nötigen Schub geben würde. Wie können wir Entscheidungsträger von einem Kurswechsel überzeugen?

Es ist nicht unglaublich, dass die COVID-19-Gesundheitskrise es vielen politischen Seiten ermöglicht hat, politische Vorschläge durchzusetzen, die eine Krise erfordern, um die öffentliche Meinung zu überzeugen. Vor einem Jahr noch unvorstellbar, hat der Europäische Rat einem europäischen Kredit zugestimmt und die europäischen Steuern erhöht. Hier sind wir bei einer stark veränderten politischen Debatte und einer Solidaritätsdiskussion, die uns an die Krise von 2008 erinnert.

Andererseits hat Deutschland eine vorübergehende Senkung der Mehrwertsteuer bis zum 1. Januar von 191 TP3T auf 151 TP3T bzw. von 71 TP3T auf 51 TP3T für den ermäßigten Satz beschlossen. Somit profitieren irische Verbraucher ab diesem Monat von einer Senkung der Mehrwertsteuer von 23% auf 21%. Angesichts der Tatsache, dass die Mehrwertsteuer die unfairste Steuer für Verbraucher ist, warum nicht eine ähnliche Maßnahme in anderen Ländern einführen?

Es ist auch wichtig, zwei entscheidende wirtschaftliche Lehren zu verstehen. Erstens wissen wir, dass eine Senkung der Steuern nicht zwangsläufig mit einer Verringerung der Einnahmen aus Laffers Arbeit einhergeht. Zweitens ist es wichtig zu wissen, dass Steuersenkungen ohne Ausgabenkürzungen wenig bewirken werden. 

Es sei daran erinnert, dass der Staat als solcher keine Wohlstand schaffende Einheit ist. Um seine Aktivitäten zu finanzieren, muss es Mittel aus dem Privatsektor beziehen. Dadurch wird der Prozess der Vermögensbildung geschwächt und die Aussichten auf reales Wirtschaftswachstum untergraben.

Da der Staat keine Wohlstand schaffende Einheit ist, wird jede Steuersenkung bei weiter steigenden öffentlichen Ausgaben das reale Wirtschaftswachstum nicht unterstützen. Fiskalische Anreize könnten jedoch „funktionieren“, wenn der Strom realer Ersparnisse groß genug ist, um staatliche Aktivitäten zu unterstützen, dh zu finanzieren, und gleichzeitig eine Wachstumsrate bei Aktivitäten des privaten Sektors zulässt. Wenn niedrigere Steuern mit niedrigeren öffentlichen Ausgaben einhergehen, haben die Bürger mehr Möglichkeiten, die Vermögensbildung zu reaktivieren. So werden wir eine echte wirtschaftliche Erholung haben. 

Diese Logik gilt für Unternehmenssteuersenkungen, die gerade in Krisenzeiten keine beliebte Maßnahme sind. Doch wer einen solchen Schnitt angreift, irrt. Sie verlassen sich auf ein Nullsummenbild der Welt, in dem die Gewinne des einen als Verluste des anderen angesehen werden. Sie gehen davon aus, dass Unternehmenseigentümer fast alle Vorteile von Unternehmenssteuersenkungen genießen. Sie verlassen sich auf stark verzerrte Daten, um ihre Argumente zu untermauern, und auf ein schlechtes Verständnis der Funktionsweise der Wirtschaft.

Die Nullsummensicht verkennt, dass freiwillige Marktvereinbarungen allen Beteiligten zugutekommen. Daher profitieren sowohl Käufer als auch Verkäufer von der Steigerung des für beide Seiten vorteilhaften Handels sowie der Senkung der Besteuerung. Andererseits gibt die Bestrafung von Verkäufern mit höheren Steuern ihnen auch einen Anreiz, ihre Ressourcen für die Dienstleistung, die sie anderen erbringen, weniger einzusetzen.

Die Senkung der Unternehmenssteuern ermöglicht Verbesserungen bei Produktionstechniken, Technologie und Kapitalinvestitionen, was die Produktivität und das Einkommen der Arbeitnehmer erhöht. Darüber hinaus werden die Anreize zur Risikobereitschaft und zum Unternehmertum für die Verbraucher erhöht. Dadurch werden die durch die Besteuerung verursachten erheblichen Verzerrungen verringert, und diese Änderungen kommen Arbeitnehmern und Verbrauchern zugute.

Zentralisierte Sammelsysteme werden sehr wenig Ergebnisse zeigen, weil der Staat in seiner zentralisierten Struktur nicht wissen kann, was die Menschen wirklich wollen. Wenn wir die Auswirkungen der COVID-19-Schließungen bekämpfen wollen, müssen wir die unternehmerischen Fähigkeiten der Bürgerinnen und Bürger freisetzen und die regulatorischen Hindernisse abbauen, mit denen Unternehmen konfrontiert sind.

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Die Alabamaer dürfen an der Revolution der Elektrofahrzeuge nicht teilhaben

Eine der Kernkomponenten des Infrastrukturgesetzes von Präsident Joe Biden ist die angemessene Vorbereitung des Landes auf die Revolution der Elektrofahrzeuge (EV). Die Biden-Administration hat zweckgebunden $174 Milliarden für die Elektrifizierung des Verkehrs, was eine Flut von Investitionen von Autoherstellern ausgelöst hat.

GM angekündigt Sie werden 2023 ein $2,3 Milliarden Werk eröffnen, um 500.000 EV-Batterien herzustellen, Honda hat sich verpflichtet, bis 2040 nur noch Elektrofahrzeuge zu verkaufen, Hyundai wird $7 Milliarden für die US-EV-Produktion investieren, und Ford hat angekündigt, dass die Hälfte aller produzierten Lincoln-Fahrzeuge bald emissionsfrei sein könnte. Sogar hier in Alabama, Mercedes hat sich verpflichtet, in seinem Werk in Tuscaloosa County weitere 400 Mitarbeiter einzustellen, um mit der Nachfrage nach Elektrofahrzeugen Schritt zu halten

Aber leider für die Verbraucher in Alabama ist die schlechte Politik auf staatlicher Ebene ein großes Hindernis für den EV-Boom. Alabama, das derzeit den letzten Platz belegt US-Zugänglichkeitsindex für Elektrofahrzeuge, rät aktiv vom Kauf von Elektrofahrzeugen mit ihrem Verbot des Direktverkaufs an Verbraucher und ihrer unverhältnismäßigen Lizenzgebühr für Elektro- und Hybridfahrzeuge ab.

Unter dem Gestalt des Verbraucherschutzes hat Alabama es Elektrofahrzeugherstellern wie Tesla verboten, direkt an Verbraucher zu verkaufen. Händler-Franchise-Gesetze, die Direktverkäufe verbieten, sind eine jahrzehntealte Politik, die eingeführt wurde, um Verbraucher vor vertikaler Integration und Monopolisierung zu schützen. Im heutigen Zeitalter der grenzenlosen Informationen, die Ihnen zur Verfügung stehen, und des gesunden Wettbewerbs in der Autoindustrie ist diese Einschränkung weit über ihr Ablaufdatum hinaus. Es schränkt die Wahlmöglichkeiten der Verbraucher ein und bietet keinen Nutzen für den Verbraucherschutz.

Aus diesem Grund haben sich viele EV-Hersteller vollständig aus dem Händlermodell zurückgezogen. Aufgrund des innovativen Charakters von Elektrofahrzeugen ist ein traditionelles Franchise-Händlermodell möglicherweise nicht der effektivste Weg, um diese umweltfreundlichen Fahrzeuge auf den Markt zu bringen. Der Betrieb eines eigenständigen Händlers erhöht die Kosten und fügt dem Verkaufsprozess einen Mittelsmann hinzu, der die Preise für die Verbraucher oft in die Höhe treiben kann. Und wir wissen aus dem Erfolg von Direct-to-Consumer-Plattformen auf dem Gebrauchtwagenmarkt (wo der Direktverkauf legal ist), dass der Online-Kauf auf dem Vormarsch ist Aufstieg.

Über das Verbot des Direktverkaufs hinaus bestraft Alabama die Verbraucher von Elektrofahrzeugen auch mit höheren Lizenz- und Registrierungsgebühren. Der Standard Anmeldung Die Gebühr für Fahrzeuge in Alabama beträgt $65. Für Verbraucher, die sich umweltbewusst für den Kauf und die Registrierung eines Elektrofahrzeugs entscheiden Anmeldung Kosten sind über 300% höher bei $265. Das ist unglaublich diskriminierend, und ein viel besserer Ansatz wäre es, Elektrofahrzeuge einfach auf Augenhöhe mit herkömmlichen gasbetriebenen Fahrzeugen zu behandeln.

Leider haben einige Gesetzgeber die zusätzliche Gebühr gerechtfertigt, um entgangene Gassteuereinnahmen zurückzugewinnen, aber das widerspricht dem Zweck der Gassteuer. Der Zweck der Gassteuer, die derzeit in Alabama bei 26 Cent pro Gallone liegt, besteht darin, die Verbraucher zu ermutigen, ihre Emissionen zu reduzieren, und genau das tun die Verbraucher von Elektrofahrzeugen, wenn sie ein Elektrofahrzeug kaufen. Es ist seltsam, dass die Verbraucher von Elektrofahrzeugen für ihre umweltfreundliche Entscheidung überhöhte Gebühren erhalten, die exponentiell höher sind als bei der Alternative. Es ist unfair, dass diese Verbraucher jetzt mehr finanzielle Lasten tragen, wenn sie tatsächlich wie beabsichtigt auf Gassteuern reagieren.

Abgesehen davon, dass sie relativ einfach umzusetzen sind, haben diese politischen Änderungen den zusätzlichen Vorteil, dass sie den Kauf von Elektrofahrzeugen ohne Herstellungssubventionen der Steuerzahler oder komplizierte Steuergutschriften fördern, was zu Recht der Fall war kritisiert für die Begünstigung der Reichen.

Letztendlich ist die EV-Revolution auf einem guten Weg. Indem sie einfach aus dem Weg gehen, könnten die Gesetzgeber in Alabama die Wahlmöglichkeiten der Verbraucher verbessern, die Kosten senken, die Umwelt schützen und dies ohne all die logistischen und ideologischen Probleme, die mit der Unternehmenswohlfahrt und Boutique-Steuergutschriften einhergehen.

Wie die berühmte Redewendung sagt: „Eine steigende Flut hebt alle Boote“. Die Flut für Elektrofahrzeuge steigt sicherlich, aber mit fehlgeleiteten Vorschriften, die den Verbrauchern Handschellen anlegen, könnten die Alabamaer am Ende von der Küste aus zusehen.

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Der intellektuelle Bankrott des „Gastronationalismus“

Verbraucher sollten entscheiden, welche Lebensmittel sie wollen.

In ganz Europa sind Lebensmittelschützer zurück. Unter dem Vorwand von COVID-19 behaupten sie, dass der internationale Handelswettbewerb ein Problem für einheimische Produzenten sei. In mehreren europäischen Gesetzgebungen wird vorgeschlagen, Händlern Quoten für lokale Produkte aufzuerlegen, in anderen sind es Minister, die zum „Ernährungspatriotismus“ aufrufen. In solchen Momenten lohnt es sich, daran zu erinnern, wie problematisch dieser Gastro-Nationalismus ist.

Die Corn Laws waren ein perfektes Beispiel für Protektionismus im 19. Jahrhundert: Die großen konservativen Landbesitzer in Westminster entschieden, dass das Vereinigte Königreich ausländisches Getreide stark besteuern sollte, um lokale Produzenten zu unterstützen. 

Das Ergebnis dieser Handelspolitik scheint offensichtlich: Während die britischen Produzenten davon profitierten, stiegen die Getreidepreise in den 1830er Jahren in die Höhe. Sobald die Konkurrenz neutralisiert war, konnten die Großgrundbesitzer die Preise erhöhen, was vor allem der Arbeiterklasse schadete. Am 31. Januar 1849 wurden die desaströsen Folgen der Getreidegesetze schließlich durch ein 1846 verabschiedetes Gesetz anerkannt. Sie wurden aufgehoben und die Einfuhrsteuern verschwanden.

Das Ersetzen des Wortes „Mais“ oder „Vereinigtes Königreich“ durch ein anderes Produkt oder Land ändert nichts an der Realität der Wirtschaftsprinzipien: Protektionismus funktioniert nicht, er verarmt die Verbraucher und insbesondere die Ärmsten. Leider scheint diese Botschaft unsere französischen Nachbarn nicht zu beeindrucken. Landwirtschaftsminister Didier Guillaume forderte laut RTL Radio France die Franzosen auf, „in Bezug auf Lebensmittel patriotisch zu sein“, auch wenn „französische Tomaten mehr kosten“. Auch bei den weiteren Äußerungen im Radiosender nahm der Minister kein Blatt vor den Mund:

„Unsere Mitbürger müssen Französisch kaufen. Wir müssen unsere Landwirtschaft weiterentwickeln, wenn wir Ernährungssouveränität, landwirtschaftliche Souveränität wollen. Aber da es etwas teurer ist, müssen wir daran arbeiten, wettbewerbsfähiger zu sein. Die französische Landwirtschaft muss wettbewerbsfähig sein. Die Erzeugerpreise müssen höher sein als heute.

Seit März führt die französische Regierung Gespräche mit den Supermärkten des Landes, um frische Produkte aus der Region zu kaufen. Infolgedessen haben Frankreichs größte Einzelhandelsketten wie Carrefour und E.Leclerc fast alle ihre Lieferungen auf lokale Bauernhöfe verlagert.

Andere Länder sind weiter gegangen als Frankreich.

Die polnische Regierung hat 15 heimische Verarbeiter angeprangert, weil sie Milch aus anderen EU-Ländern importieren, anstatt sie von polnischen Bauern zu kaufen.

„Der Wirtschaftspatriotismus dieser Unternehmen gibt Anlass zur Sorge“, sagte die Regierung in einem Rundschreiben, das online blieb, auch nachdem die Liste der Molkereien, die ausländische Milch verwendeten, im ersten Quartal 2020 entfernt wurde.

Die Opposition kommt aus Berlin. Vor der Videokonferenz der Landwirtschaftsminister vor einigen Wochen sagte die deutsche Landwirtschaftsministerin Julia Klöckner, die Coronavirus-Krise unterstreiche die Bedeutung des Binnenmarkts und dass die EU-Länder davon absehen sollten, protektionistische Maßnahmen zur Erholung ihrer Volkswirtschaften umzusetzen.

„Grenzüberschreitende Lieferketten und der freie Warenverkehr sind unerlässlich, um die Versorgungssicherheit der Bürgerinnen und Bürger zu gewährleisten. Und deshalb warne ich vor „Konsumnationalismus“. Es ist nur eine vermeintliche Stärke, die schnell verblasst. Wir dürfen die Errungenschaften des Binnenmarktes nicht gefährden“, heißt es in der Erklärung.

Auf EU-Seite ist es interessant festzustellen, dass Binnenmarktkommissar Thierry Breton entschlossen zu sein scheint, sich protektionistischen Maßnahmen zu widersetzen (zumindest außerhalb des bereits von der EU selbst geschaffenen protektionistischen Rahmens).

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Wenn Sie in diesen Staaten leben, kaufen Sie kein Elektrofahrzeug

Einige Staaten wollen helfen Einführung von Elektrofahrzeugen vorantreiben. Andere nicht. Sie machen es schwieriger und teurer, ein Elektrofahrzeug zu fahren als nicht. Dies sind die Staaten, in denen es am besten ist, kein Elektrofahrzeug zu kaufen, wenn Sie dort leben. Zumindest nicht jetzt.

Was tun Staaten, das sie schlecht macht?

Das Verbot von Direktverkäufen an Kunden, zusätzliche Zulassungsgebühren und höhere Straßenbenutzungsgebühren sind alles Möglichkeiten, die einige Staaten den Kauf eines Elektrofahrzeugs erschweren. Wenn Sie denken, dass dies in rote Zustände zerfällt, die den Verkauf von Elektrofahrzeugen abschrecken, und blaue Zustände, die ihn vorantreiben, liegen Sie falsch. Alle 50 Staaten wurden nach ihrer Leichtigkeit oder Schwierigkeit beim Kauf eines Elektrofahrzeugs bewertet.

Das Consumer Choice Center nimmt die Bewertung vor. Und überraschenderweise sind die 10 Staaten, die als am schwierigsten für den Kauf eines Elektrofahrzeugs aufgeführt sind, Alabama, Arkansas, Iowa, Kansas, Nebraska, North Dakota, South Carolina, West Virginia und Wisconsin. In diesen Staaten können Sie kein Fahrzeug direkt verkaufen, und es ist teurer, ein Elektrofahrzeug zu registrieren.  

Von den 50 Bundesstaaten verlangen 28 mehr für die Registrierung eines Elektrofahrzeugs. Tesla-Verkäufe wurden in 17 Bundesstaaten verboten, weil ihre Franchise-Steuergesetze keine Direktverkäufe zulassen. Und 12 weitere Bundesstaaten haben durch einige Gesetze zum direkten Verkauf von Elektrofahrzeugen Verkaufsbeschränkungen für Elektrofahrzeuge. Einige dieser Staaten schränken den Direktverkauf ein, erheben jedoch keine höheren Gebühren für die Registrierung eines Elektrofahrzeugs. Andere, wie Michigan, erlauben nur Tesla, die Franchise-Steuergesetze zu umgehen und direkt zu verkaufen. 

„Bessere Richtlinien werden erhebliche Barrieren abbauen, die Verbraucher daran hindern, uneingeschränkt auf Elektrofahrzeuge zuzugreifen.“

„Es ist klar, dass die Verbraucher mehr Zugang zu Elektrofahrzeugen wollen“, sagt David Clement, Manager für nordamerikanische Angelegenheiten bei CCC arstechnica. „Deshalb sollte die Gesetzgebung den Kauf und Besitz so bequem wie möglich machen. Und wir fordern die Gesetzgeber auf, bessere Richtlinien zu erlassen, die die erheblichen Hindernisse abbauen, die Verbraucher derzeit daran hindern, uneingeschränkt auf Elektrofahrzeuge zuzugreifen.“

Umgekehrt sind dies die Top-10-Staaten, in denen keine Beschränkungen für Elektrofahrzeuge oder höhere Zulassungsgebühren gelten Kauf eines Elektrofahrzeugs. Dies sind Alaska, Arizona, Delaware, Florida, Maine, Massachusetts, Missouri, New Hampshire, Rhode Island und Vermont. Kalifornien ist aus gutem Grund nicht in dieser Liste enthalten.

Kalifornien ist nicht auf der „Best States“-Liste – warum?

Da Kalifornien seine Zulassungsgebühren für Elektroautos inzwischen am Verbraucherpreisindex orientiert, steigen sie allmählich an. Derzeit sind sie bei $100. Gassteuern werden vom Staat für Straßenverbesserungen und andere Reisekosten verwendet. Da Elektrofahrzeuge kein Benzin verbrauchen, stellt diese Lizenzgebührenregelung sicher, dass Kalifornien Elektrofahrzeuge dazu bringt, sich einzumischen. 

Fast die Hälfte aller Elektrofahrzeuge in den USA sind in Kalifornien zugelassen. Es hat die höchste Adoptionsrate und verfügt auch über mehr Ladestationen als jeder andere Staat. Nichtsdestotrotz zählt es der CCC aufgrund seiner Lizenzgebührenregelung nicht zu den Top 10. 

Mit Autofirmen geplant Schluss mit dem Bau von gasbetriebenen Fahrzeugen In den nächsten 10 Jahren werden sich einige Staaten ziemlich bald anpassen müssen. Während sie möglicherweise weiterhin höhere Gebühren für Elektrofahrzeuge erheben, müssen sie auch die Anzahl der Ladestationen erhöhen. Direkte Käuferbeschränkungen werden nicht mehr so wichtig sein, da alle Autohersteller jetzt Elektrofahrzeuge in einem stetigen Tempo einführen. 

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Scrolle nach oben
de_DEDE