fbpx

Mes: amñ2021 f18472021-07-01T09:18:47+00:00amjueves

Pentingnya Peran Perusahaan E-Commerce dalam Menangkal Pembajakan Produk

Layanan comercio electrónico atau toko en línea saat ini merupakan layanan yang tidak bisa dipisahkan dari keseharian kita, terutama kita yang tinggal di kota-kota besar. Meningkatnya pengguna Internet secara sangat pesat tentu memiliki korelasi yang sangat berkaitan dengan naiknya jumlah pelanggan yang berbelanja melalui dunia maya.

Saat ini, dengan sangat mudah kita menemukan berbagai producto dan barang yang kita butuhkan dan kita inginkan melalui berbagai layanan toko atrevido. Mulai dari bahan-bahan pangan, alat-alat rumah tangga, elektronik, produk-produk pribadi, hingga barang-barang kolektor.

Pertumbuhan ini semakin dipercepat dengan adanya pandemi COVID-19 yang masih terus berlangsung hingga hari ini. Pandemi ini telah mengharuskan banyak orang melakukan aktivitas mereka di rumah, dan kelebihan utama layanan toko atrevido adalah Anda bisa melakukan aktivitas belanja yang sebelumnya harus dilakukan secara fisik di tempat Anda. Diproyeksi, perdagangan online di Indonesia pada tahun 2021 ini akan meningkat 33,2% dari Rp253 triliun tahun 2020, menjadi Rp337 triliun pada tahun ini (indonesia.go.id, 23/2/2021).

Naiknya jumlah pelanggan dan pengguna toko-toko atrevido juga memberikan kesempatan yang semakin luas kepada para pedangang, terutama para pedagang kecil. Bila sebelumnya, seseorang kalau ingin menjadi pedagang mereka harus menyewa toko fisik, dan memiliki modal yang tidak sedikit, saat ini mereka bisa berjualan dimanapun mereka inginkan, dan mendapatkan pembeli dari seluruh penjuru negeri.

Semakin meningkatnya industri layanan e-commerce juga sangat menguntungkan para pelanggan, karena mereka bisa lebih mudah mendapatkan barang yang mereka inginkan. Sebelum adanya internet, kita harus bepergian secara fisik untuk mencari suatu barang, dan bila barang yang kita inginkan tidak ada di toko tersebut, kita harus berpindah dan mencari toko yang lain. Aktivitas ini tentu bukan hanya menguras energi dan waktu, tapi juga uang untuk transportasi.

Perkembangan layanan comercio electrónico sepertinya merupakan sesuatu yang sudah tidak bisa kita bendung lagi. Semakin meningkatnya pengguna internet, dan juga semakin cepatnya koneksi internet, maka pada saat yang sama layanan toko atrevido juga akan semakin meningkat dan menarik semakin banyak pelanggan.

Namun, dengan segala manfaat positifnya, semakin meningkatnya penggunaan dan layanan e-commerce juga menimbulkan masalah baru, salah satunya adalah aspek pembajakan. Semakin mudahnya kita bisa mengakses dan membeli barang pada saat yang sama juga membuat semakin mudah pula para penjual barang bajakan untuk menjual barang-barang palsu yang mereka buat kepada konsumen.

Persoalan mengenai pembajakan sendiri tentunya bukanlah masalah yang baru terjadi di Indonesia. Masalah ini merupakan masalah besar yang sudah ada sejak lama, jauh sebelum internet hadir dan masuk menjadi bagian dari keseharian kita. Bila saat ini kita pergi ke berbagai tempat pusat perbelanjaan juego de palabras, dengan mudah kita bisa menemukan berbagai produk barang-barang palsu yang dijual dengan sangat bebas dan harga yang jauh di bawah harga aslinya. Hal ini mencakup berbagai macam barang, seperti pakaian, perangkat lunak, buku, dan juga barang-barang elektronik.

Hal yang sama juga demikian terjadi di toko-toko atrevido. Bila kita berselancar di dunia maya, maka dengan sangat mudah kita akan menemukan berbagai barang-barang bajakan yang dijual dengan harga yang jauh lebih murah. Tidak jarang, barang-barang yang dijual tersebut terlihat sangat mirip dari barang yang asli.

Pembajakan karya apapun tentu merupakan hal yang tidak bisa dibenarkan, karena hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak kekayaan intelektual yang merugikan pihak lain. Bila hal ini terus dibiarkan, maka tentu orang-orang akan semakin malas untuk berkarya dan berinovasi, karena mereka tidak bisa mengambil manfaat dari karya dan inovasi yang mereka buat.

Untuk itu, peran serta aktif berbagai perusahaan penyedia layanan e-commerce untuk menangkal pembajakan adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Tanpa adanya peran aktif dari berbagai perusahaan penyedia layanan e-commerce untuk menangkal penjualan barang-barang bajakan, maka permasalahan ini tentunya akan terus berlangsung berlarut-larut dan akan sangat sulit untuk diselesaikan.

Isu mengenai pembajakan ini juga menjadi fokus berbagai pihak terkait layanan comercio electrónico. Comercio electrónico de Asosiasi, Asociación de comercio electrónico de Indonesia (idEA) misalnya, menyatakan siap melawan pembajakan, khususnya pembajakan buku yang sangat marak terjadi di berbagai plataforma penyedia jasa toko atrevido. idEA juga mengatakan bahwa setiap penyedia layanan e-commerce harus juga ikut mengawasi barang-barang yang dijual di platform mereka (económico.bisnis.com, 27/5/2021).

Hal ini tentu merupakan sesuatu yang patut diapresiasi. Sikap dari asosiasi e-commerce tersbut untuk melawan penjualan produk-produk bajakan di plataforma toko atrevida adalah hal yang harus kita dukung. Semoga, para penyedia layanan e-commerce semakin memperkuat komitmen mereka untuk menangkal berbagai upaya penjualan produk bajakan di platform yang mereka miliki.

Sebagai penutup, perkembangan e-commerce yang semakin pesat telah membawa banyak manfaat, baik bagi para konsumen yang ingin berbelanja, ataupun kepada para penjual agar mereka bisa lebih mudah menjual barang dagangan mereka. Namun, perkembangan tersebut juga menimbulkan tantangan baru, salah satunya adalah plataforma tersebut memberikan ruang yang lebih besar bagi para pembajak produk untuk menjual barang-barang palus yang mereka buat. Untuk itu, dibutuhkan peran aktif dari para penyedia layanan e-commerce untuk menangani permasalahan tersebut.

Publicado originalmente aquí.

Nebraska debería poner fin a estos obstáculos estatales para el progreso de los vehículos eléctricos

Uno de los componentes centrales del proyecto de ley de infraestructura del presidente Joe Biden es preparar adecuadamente al país para la revolución de los vehículos eléctricos (EV). La administración Biden ha destinado $174 mil millones para la electrificación del transporte, lo que ha provocado una oleada de inversiones por parte de los fabricantes de automóviles.

GM anunció que abrirá una planta de $2.300 millones en 2023 para fabricar 500.000 baterías EV, Honda se comprometió a vender solo EV para 2040, Hyundai invertirá $7 mil millones para la producción de EV en EE. UU. y Ford anunció que la mitad de todos los Lincoln producidos pronto podría ser sin emisiones. Incluso aquí en Nebraska, las comunidades de consumidores de vehículos eléctricos como Norfolk y Kearney están construyendo sus estaciones de carga.

Pero desafortunadamente para los consumidores en Nebraska, la mala política a nivel estatal está actuando como un gran obstáculo. Nebraska, que actualmente ocupa el último lugar en el Índice de accesibilidad de vehículos eléctricos de EE. UU., está desalentando activamente la compra de vehículos eléctricos con su prohibición de ventas directas al consumidor y su tarifa de licencia desproporcionada para vehículos eléctricos e híbridos.

Con el pretexto de la protección del consumidor, Nebraska ha declarado ilegal que los fabricantes de vehículos eléctricos, como Tesla, vendan directamente a los consumidores. Las leyes de franquicias de distribuidores, que prohíben la venta directa, son una política de décadas implementada para proteger a los consumidores de la integración vertical y la monopolización. En la era actual de información ilimitada al alcance de su mano y competencia saludable en la industria automotriz, esta restricción ya pasó su fecha de vencimiento. No hace más que impedir la elección del consumidor sin proporcionar ningún valor de protección al consumidor. Es por eso que muchos fabricantes de vehículos eléctricos han optado por no usar el modelo de concesionario por completo. Y sabemos por el éxito de las plataformas directas al consumidor en el mercado de autos usados (donde la venta directa es legal) que las compras en línea están en aumento.

Más allá de la prohibición de las ventas directas, Nebraska también castiga a los consumidores de vehículos eléctricos con tarifas más altas de licencia y registro. La tarifa de registro estándar para vehículos en Nebraska es entre $15. Para los consumidores que toman la decisión ecológica de comprar y registrar un EV, el costo de registro es más de 500% más alto, a $75. Esto es increíblemente discriminatorio, y un enfoque mucho mejor sería simplemente tratar los vehículos eléctricos a la par que los vehículos de pasajeros estándar.

Desafortunadamente, algunos legisladores han justificado la tarifa adicional para ayudar a recuperar los ingresos perdidos del impuesto a la gasolina, pero eso va en contra del propósito de los impuestos a la gasolina. El propósito del impuesto a la gasolina, actualmente de 28,7 centavos por galón en Nebraska, es alentar a los consumidores a reducir sus emisiones, que es exactamente lo que hacen los consumidores de vehículos eléctricos cuando compran un vehículo eléctrico. Es extraño que la recompensa que obtienen los consumidores de vehículos eléctricos por su decisión ecológica sean tarifas infladas exponencialmente más altas que la alternativa. Es injusto que estos consumidores ahora carguen con una mayor parte de la carga financiera cuando, de hecho, están respondiendo a los impuestos a la gasolina según lo previsto por el impuesto.

Además de ser relativamente fáciles de implementar, estos cambios de política tienen el beneficio adicional de alentar las compras de vehículos eléctricos sin subsidios de fabricación de los contribuyentes o créditos fiscales complicados, que han sido criticados con razón por favorecer a los ricos.

Al final del día, la revolución EV está en camino. Simplemente quitándose del camino, los legisladores de Nebraska podrían mejorar las opciones del consumidor, reducir los costos, proteger el medio ambiente y hacerlo sin todos los problemas logísticos que conllevan los créditos fiscales de bienestar corporativo y boutique.

Como dice el famoso dicho, "una marea creciente levanta todos los barcos". La marea ciertamente está aumentando para los vehículos eléctricos, pero con regulaciones equivocadas que esposan a los consumidores, los habitantes de Nebraska pueden terminar mirando desde la costa.

Publicado originalmente aquí.

No necesitamos más impuestos para responder a la crisis del COVID-19

La reducción de los impuestos corporativos permite mejoras en las técnicas de producción, la tecnología y la inversión de capital, lo que aumenta la productividad y los ingresos de los trabajadores.

La crisis del COVID-19 continúa, y los fondos anticrisis se engrosan. Para proporcionar un estímulo directo, algunos países europeos están tomando la decisión sensata de reducir las cargas fiscales, mientras que otros quieren aumentarlas. Es evidente que una tributación simplificada y reducida daría el impulso necesario a consumidores y empresas. ¿Cómo podemos convencer a los tomadores de decisiones para que cambien de rumbo?

No es increíble que la crisis sanitaria del COVID-19 haya permitido que muchos bandos políticos impongan propuestas de política que requieren de una crisis para convencer a la opinión pública. Inimaginable hace un año, el Consejo Europeo acordó un préstamo europeo y aumentar los impuestos europeos. Aquí estamos con un debate político muy cambiado y una discusión de solidaridad que nos recuerda la crisis de 2008.

Por otro lado, Alemania ha decidido una reducción temporal del IVA hasta el 1 de enero, de 19% a 15%, respectivamente de 7% a 5% para el tipo reducido. Así, a partir de este mes, los consumidores irlandeses se benefician de una reducción del IVA de 23% a 21%. Dado que el impuesto al valor agregado es el impuesto más injusto para los consumidores, ¿por qué no implementar una medida similar en otros países?

También es importante entender dos lecciones económicas cruciales. Primero, sabemos que una reducción en los impuestos no necesariamente coincide con una reducción en los ingresos del trabajo de Laffer. En segundo lugar, es importante saber que los recortes de impuestos sin recortes de gastos tendrán poco efecto. 

Cabe recordar que el Estado como tal no es una entidad generadora de riqueza. Para financiar sus actividades, tiene que obtener recursos del sector privado. Al hacerlo, debilita el proceso de creación de riqueza y socava las perspectivas de un crecimiento económico real.

Dado que el Estado no es una entidad generadora de riqueza, cualquier reducción de impuestos mientras el gasto público continúa aumentando no respaldará el crecimiento económico real. Sin embargo, el estímulo fiscal podría “funcionar” si el flujo de ahorro real es lo suficientemente grande como para apoyar, es decir, financiar, las actividades del gobierno al mismo tiempo que permite una tasa de crecimiento en las actividades del sector privado. Si los impuestos más bajos van acompañados de un menor gasto público, los ciudadanos tendrán más medios para reactivar la creación de riqueza. Así tendremos una recuperación económica real. 

Esta lógica se aplica a los recortes de impuestos corporativos, que especialmente en tiempos de crisis, no son una medida popular. Sin embargo, quienes atacan tal corte se equivocan. Se basan en una visión del mundo de suma cero en la que las ganancias de una persona se ven como las pérdidas de otra. Suponen que los propietarios corporativos disfrutan de casi todos los beneficios de los recortes de impuestos corporativos. Se basan en datos altamente distorsionados para respaldar sus argumentos y una comprensión deficiente de cómo funciona la economía.

La visión de suma cero ignora el hecho de que los acuerdos de mercado voluntarios benefician a todos los participantes. Por lo tanto, aumentar el comercio de beneficio mutuo, así como reducir los impuestos, beneficia tanto a los compradores como a los vendedores. Por otro lado, castigar a los vendedores con impuestos más altos también les da un incentivo para hacer menos con sus recursos por el servicio que brindan a los demás.

La reducción de los impuestos corporativos permite mejoras en las técnicas de producción, la tecnología y la inversión de capital, lo que aumenta la productividad y los ingresos de los trabajadores. Además, aumenta los incentivos para la asunción de riesgos y el espíritu empresarial para los consumidores. Esto reduce las distorsiones significativas causadas por los impuestos, y estos cambios benefician a los trabajadores y consumidores.

Los esquemas de recolección centralizados mostrarán muy pocos resultados, porque el estado, en su estructura centralizada, es incapaz de saber lo que la gente realmente quiere. Si queremos combatir los efectos de los cierres de COVID-19, debemos liberar las capacidades empresariales de los ciudadanos y reducir las barreras regulatorias que enfrentan las empresas.

Publicado originalmente aquí.

Los habitantes de Alabama pueden no participar en la revolución de los vehículos eléctricos

Uno de los componentes centrales del proyecto de ley de infraestructura del presidente Joe Biden es preparar adecuadamente al país para la revolución de los vehículos eléctricos (EV). La Administración Biden ha destinado $174 mil millones para la electrificación del transporte, lo que ha provocado una oleada de inversiones por parte de los fabricantes de automóviles.

GM Anunciado abrirán una planta de $2.300 millones en 2023 para fabricar 500.000 baterías EV, honda se ha comprometido a vender solo vehículos eléctricos para 2040, hyundai invertirá $7 mil millones para la producción de vehículos eléctricos en EE. UU., y Vado ha anunciado que la mitad de todos los vehículos Lincoln producidos pronto podrían ser sin emisiones. Incluso aquí en Alabama, mercedes se ha comprometido a contratar a 400 trabajadores adicionales en su planta del condado de Tuscaloosa para mantener el ritmo de la demanda de vehículos eléctricos

Pero desafortunadamente para los consumidores en Alabama, la política deficiente a nivel estatal está actuando como un obstáculo importante para el auge de los vehículos eléctricos. Alabama, que actualmente se ubica empatado en el último lugar en la Índice de accesibilidad de vehículos eléctricos de EE. UU., está desalentando activamente la compra de vehículos eléctricos con su prohibición de ventas directas al consumidor y su tarifa de licencia desproporcionada para vehículos eléctricos e híbridos.

Bajo la guisa de protección al consumidor, Alabama ha declarado ilegal que los fabricantes de vehículos eléctricos, como Tesla, vendan directamente a los consumidores. Las leyes de franquicias de distribuidores, que prohíben las ventas directas, son una política de décadas implementada para proteger a los consumidores de la integración vertical y la monopolización. En la era actual de información ilimitada al alcance de su mano y competencia saludable en la industria automotriz, esta restricción ya pasó su fecha de vencimiento. No hace más que impedir la elección del consumidor sin proporcionar ningún valor de protección al consumidor.

Es por eso que muchos fabricantes de vehículos eléctricos han optado por no usar el modelo de concesionario por completo. Debido a la naturaleza innovadora de los vehículos eléctricos, un modelo tradicional de concesionario en franquicia puede no ser la forma más efectiva de llevar estos vehículos ecológicos al mercado. Operar un concesionario independiente aumenta los costos y agrega un intermediario al proceso de venta, lo que a menudo puede inflar los precios para los consumidores. Y sabemos por el éxito de las plataformas directas al consumidor en el mercado de autos usados (donde la venta directa es legal), que las compras en línea están de moda. elevar.

Más allá de la prohibición de las ventas directas, Alabama también castiga a los consumidores de vehículos eléctricos con tarifas más altas de licencia y registro. El estandar registro la tarifa para vehículos en Alabama es $65. Para los consumidores que toman la decisión ecológica de comprar y registrar un EV, el registro el costo es más de 300% superior a $265. Esto es increíblemente discriminatorio, y un enfoque mucho mejor sería simplemente tratar los vehículos eléctricos a la par que los vehículos estándar a gasolina.

Desafortunadamente, algunos legisladores han justificado la tarifa adicional para ayudar a recuperar los ingresos perdidos del impuesto a la gasolina, pero eso va en contra del propósito de los impuestos a la gasolina. El propósito del impuesto a la gasolina, actualmente de 26 centavos por galón en Alabama, es alentar a los consumidores a reducir sus emisiones, que es exactamente lo que hacen los consumidores de vehículos eléctricos cuando compran un vehículo eléctrico. Es extraño que la recompensa que obtienen los consumidores de vehículos eléctricos por su decisión ecológica sean tarifas infladas exponencialmente más altas que la alternativa. Es injusto que estos consumidores ahora asuman una mayor parte de la carga financiera cuando en realidad están respondiendo a los impuestos a la gasolina como se pretendía.

Además de ser relativamente fáciles de implementar, estos cambios de política tienen el beneficio adicional de alentar las compras de vehículos eléctricos sin subsidios de fabricación de los contribuyentes o créditos fiscales complicados, que legítimamente han sido criticado por favorecer a los ricos.

Al final del día, la revolución EV está en camino. Simplemente quitándose del camino, los legisladores de Alabama podrían mejorar las opciones del consumidor, reducir los costos, proteger el medio ambiente y hacerlo sin todos los problemas logísticos e ideológicos que conllevan los créditos fiscales de bienestar empresarial y boutique.

Como dice el famoso dicho, "una marea creciente levanta todos los barcos". La marea ciertamente está aumentando para los vehículos eléctricos, pero con regulaciones equivocadas que esposan a los consumidores, los habitantes de Alabama pueden terminar observando desde las costas.

Publicado originalmente aquí.

La quiebra intelectual del “gastronacionalismo”

Los consumidores deben decidir qué alimentos quieren.

En toda Europa, los proteccionistas alimentarios están de vuelta. Con la excusa del COVID-19, afirman que la competencia comercial internacional es un problema para los productores nacionales. En varias legislaciones europeas se propone imponer cuotas de productos locales a los comerciantes, en otras son los ministros los que hacen llamamientos al “patriotismo alimentario”. Es en esos momentos cuando vale la pena recordar hasta qué punto este gastronacionalismo es problemático.

Las Leyes del Maíz fueron un ejemplo perfecto de proteccionismo en el siglo XIX: los grandes terratenientes conservadores de Westminster decidieron que el Reino Unido debería gravar fuertemente el grano extranjero para beneficiar a los productores locales. 

El resultado de esta política comercial parece evidente: mientras que los productores británicos se beneficiaron, los precios de los cereales se dispararon en la década de 1830. Tan pronto como se neutralizó la competencia, los grandes terratenientes pudieron subir los precios, lo que perjudicó principalmente a las clases trabajadoras. El 31 de enero de 1849, los desastrosos resultados de las Leyes del Maíz fueron finalmente reconocidos por una ley aprobada en 1846. Fueron derogadas y desaparecieron los impuestos a la importación.

Reemplazar la palabra “maíz” o “Reino Unido” por cualquier otro producto o país no cambiará la realidad de los principios económicos: el proteccionismo no funciona, empobrece a los consumidores y en particular a los más pobres. Desafortunadamente, este mensaje no parece impresionar a nuestros vecinos franceses. El ministro de Agricultura, Didier Guillaume, pidió a los franceses “ser patriotas con la comida”, incluso si “los tomates franceses cuestan más”, según RTL Radio France. El ministro no se anduvo con rodeos en el resto de sus declaraciones en el canal de radio:

“Nuestros conciudadanos deben comprar francés. Debemos desarrollar nuestra agricultura si queremos soberanía alimentaria, soberanía agrícola. Pero como es un poco más caro, debemos trabajar para ser más competitivos. La agricultura francesa debe ser competitiva. Los precios pagados a los productores deben ser más altos de lo que son hoy.

Desde marzo, el gobierno francés ha estado en conversaciones con los supermercados del país para comprar productos locales frescos. Como resultado, las cadenas minoristas más grandes de Francia, como Carrefour y E.Leclerc, han trasladado casi todos sus suministros a las granjas locales.

Otros países han ido más lejos que Francia.

El gobierno polaco ha denunciado a 15 procesadores nacionales por importar leche de otros países de la UE en lugar de comprársela a los agricultores polacos.

“El patriotismo económico de estas empresas genera preocupación”, dijo el gobierno en una circular que permaneció en línea, incluso después de que se eliminó la lista de plantas lácteas que usaban leche extranjera en el primer trimestre de 2020.

La oposición viene de Berlín. Antes de la videoconferencia de los ministros de agricultura hace unas semanas, Julia Klöckner, ministra de agricultura de Alemania, dijo que la crisis del coronavirus subrayaba la importancia del mercado único y que los países de la UE deberían abstenerse de implementar políticas proteccionistas para ayudar a sus economías a recuperarse.

“Las cadenas de suministro transfronterizas y la libre circulación de mercancías son fundamentales para garantizar la seguridad del suministro a los ciudadanos. Y es por eso que advierto contra el 'nacionalismo consumista'. Es solo una supuesta fuerza que se está desvaneciendo rápidamente. No debemos poner en peligro los logros del mercado interior”, dice el comunicado.

Por parte de la UE, es interesante notar que el Comisario de Mercado Interior, Thierry Breton, parece decidido a oponerse a cualquier movimiento proteccionista (al menos fuera del marco proteccionista ya establecido por la propia UE).

Publicado originalmente aquí.

Si vives en estos estados, no compres un vehículo eléctrico

Algunos estados quieren ayudar impulsar la adopción de vehículos eléctricos. Otros no. Hacen que sea más difícil y costoso conducir un vehículo eléctrico. Estos son los estados en los que si vives en ellos es mejor no comprar un EV. Al menos no ahora.

¿Qué están haciendo los estados que los hace malos?

Prohibir las ventas directas al cliente, las tarifas de registro adicionales y los cargos por carretera más altos son formas en que algunos estados dificultan la compra de un vehículo eléctrico. Si está pensando que esto se divide en estados rojos que desalientan las ventas de vehículos eléctricos y estados azules que lo impulsan, estaría equivocado. Los 50 estados han sido calificados por su facilidad o dificultad para realizar una compra de vehículos eléctricos.

El Consumer Choice Center hace la calificación. Y, como sorpresa, los 10 estados enumerados como los más difíciles para comprar un vehículo eléctrico son Alabama, Arkansas, Iowa, Kansas, Nebraska, Dakota del Norte, Carolina del Sur, Virginia Occidental y Wisconsin. En estos estados, no se puede realizar una venta directa del vehículo y es más costoso registrar un EV.  

De los 50 estados, 28 te cobrarán más por registrar un EV. Las ventas de Tesla han sido prohibidas en 17 estados porque sus leyes de impuestos de franquicia no permiten las ventas directas. Y 12 estados más tienen restricciones de vehículos eléctricos en las ventas a través de algunas leyes directas al comprador. Algunos de estos estados restringen las ventas directas pero no cobran una tarifa más alta para registrar un EV. Otros, como Michigan, permiten que solo Tesla eluda las leyes de impuestos de franquicia y venda directamente. 

"Mejores políticas reducirán las barreras significativas que impiden que los consumidores accedan plenamente a los vehículos eléctricos"

“Está claro que los consumidores quieren más acceso a los vehículos eléctricos”, dijo David Clement, gerente de asuntos norteamericanos de CCC. arstechnica. “Por lo tanto, la legislación debe hacer que la compra y propiedad de los mismos sea lo más conveniente posible. E instamos a los legisladores a presentar mejores políticas que reduzcan las barreras significativas que actualmente impiden que los consumidores accedan por completo a los vehículos eléctricos”.

Por el contrario, estos son los 10 estados principales que no tienen restricciones de vehículos eléctricos o tarifas de registro más altas cuando comprar un vehículo eléctrico. Son Alaska, Arizona, Delaware, Florida, Maine, Massachusetts, Missouri, New Hampshire, Rhode Island y Vermont. California no está incluida en esta lista por una razón.

California no está en la lista de los "Mejores Estados". ¿Por qué?

Debido a que California ahora tiene sus tarifas de licencia para vehículos eléctricos basadas en el índice de precios al consumidor, están aumentando gradualmente. Actualmente, están en $100. El estado utiliza los impuestos a la gasolina para mejorar las carreteras y otros costos relacionados con los viajes. Dado que los vehículos eléctricos no usan gasolina, este acuerdo de tarifa de licencia garantiza que California obtenga vehículos eléctricos para contribuir. 

Casi la mitad de todos los vehículos eléctricos en los EE. UU. están registrados en California. Tiene la tasa de adopción más alta y también tiene más estaciones de carga que cualquier otro estado. No obstante, el CCC no lo considera uno de los 10 más amigables debido a su acuerdo de tarifas de licencia. 

Con las compañías de automóviles programadas para dejar de construir vehículos a gasolina durante los próximos 10 años, algunos estados tendrán que adaptarse bastante pronto. Si bien es posible que continúen cobrando tarifas más altas por los vehículos eléctricos, también tendrán que aumentar las estaciones de carga. Las restricciones directas al comprador no serán un factor tan importante ya que todas las compañías automotrices ahora están lanzando vehículos eléctricos a un ritmo constante. 

Publicado originalmente aquí.

Vuelve al comienzo
es_ESES