fbpx

Jour : 21 août 2023

La FTC se prépare à affronter Amazon

La Federal Trade Commission envisagerait une action contre Amazon, craignant qu'elle ne soit devenue un monopole. Stephen Kent du Consumer Choice Center rejoint Jim sur "The Final 5" pour expliquer pourquoi il pense que c'est une proposition perdante de la présidente de la FTC, Lina Khan.

Regardez l'interview ici

Les pires gares d'Europe

Selon la dernière étude « European Railway Station Index », menée par l'organisation de consommateurs américaine Consumer Choice Center, qui opère à l'échelle mondiale, les pires gares ferroviaires d'Europe cette année étaient des gares en Allemagne. La bonne nouvelle est que toutes les gares allemandes ne sont pas mauvaises.

Les dernières places du classement étaient occupées par trois gares métropolitaines : la gare d'Ostkreuz (Berlin Ostkreuz), la gare de Gesundbrunnen (Berlin Gesundbrunnen), la gare du Jardin zoologique (Berlin Zoologischer Garten). Chacun d'eux n'a marqué que 54 points. La gare de la capitale bavaroise « München-Pasing » (München-Pasing) a obtenu un score encore plus bas – 52 points. Le moins de points à la gare centrale de Brême – seulement 39. L'année dernière, la gare Santa Maria Novella à Florence, en Italie, et la station de métro Haussmann-Saint-Lazare à Paris étaient les dernières.

Le vieux mérite ne suffit pas

Pendant plusieurs décennies, la gare de Brême a été considérée comme la gare de la catégorie la plus élevée. Ce nœud ferroviaire le plus important du nord-est de l'Allemagne est apparu au milieu du 19ème siècle, et aujourd'hui tous les trains traversant la ville, ainsi que les trains internationaux, s'y arrêtent - en moyenne 80 longues distances et 450 courtes- trains de gamme.

Extérieurement, le bâtiment néo-Renaissance est décoré de quatre hautes tours en briques rouges avec des blasons de villes allemandes, tandis qu'à l'intérieur se trouvent de magnifiques sculptures et un aigle impérial au centre. Il y a 9 plates-formes sous un toit en verre et environ 150 000 passagers utilisent ses services chaque année. Cependant, seuls ces avantages au rythme de la vie moderne ne suffisent plus à maintenir la concurrence. Cette année, la gare de Brême était la pire des cinquante en Europe.

Lire le texte complet ici

Pentingnya Upaya Harm Reduction Melalui Inovasi et Informasi yang Tepat

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, rokok merupakan salah satu musuh besar kesehatan publik yang ada di dunia. Di dalam sebatang rokok, terkandung berbagai komponen yang, bila dikonsumsi secara rutin dalam waktu tertentu, bisa menyebabkan berbagai penyakit kronis, seperti kanker dan serangan jantung.

Tidak hanya itu, rokok juga mengandung nikotin yang membuat penggunanya menjadi kecanduan, dan sangat sulit untuk berhenti merokok. Adanya berbagai zat beracun yang membuat penyakit kronis, hingga zat yang membuat penggunanya kecanduan, merupakan kombinasi yang mematikan yang harus dihadapi oleh para perokok.

Oleh karena itu, berbagai yurisdiksi di seluruh dunia memberlakukan berbagai regulasi dan aturan ketat yang mengatur segala aspek industri rokok, mulai dari produksi, distribusi, dan juga konsumsi rokok. Adanya aturan ini bermacam-macam, mulai dari yang paling ringan, seperti mengenakan pajak dan cukai tinggi untuk produk-produk tembakau, hingga yang paling berat, seperti pelarangan total seluruh kegiatan produksi dan konsumsi produk-produk hasil olahan tembakau.

Sebagaimana dengan negara-negara lainnya, Indonésie juga memiliki serangkaian kebijakan yang bertujuan untuk meregulasi dan mengatur peredaran dan konsumsi rokok atau produk tembakau lainnya. Beberapa diantaranya yang sangat umum dan bisa kita amati adalah kewajiban bagi produsen rokok untuk mencantumkan dampak berbahaya dari rokok, adanya cukai rokok yang semakin meningkat, larangan iklan rokok dengan menunjukkan produknya di televisi, dan lain sebagainya.

Namun, sepertinya berbagai upaya tersebut memilki dampak yang belum cukup. Dilansir dari Kementerian Kesehatan Republik Indonésie (Kemenkes) misalnya, Indonésie mengalami peningkatan jumlah perokok dalam kurun waktu 1 décade (2011 – 2021), dari 60,3 juta menjadi 69,1 juta (badankebijakan.kemkes.go.id, 3/6/ 2022). Hal ini tentu tidak mengherankan, mengingat bahwa rokok mengandung zat yang dapat membuat penggunanya mengalami kecanduan dan sulit untuk berhenti.

Dengan DeMikian, Dutituhkan Berbagai Kebijakan Lain Yang Ditujukan untuk Mengurangi Jumlah Perokok Yang Ada di Indonesia, Yang Berfokus Pada Masalah Besar Yang Membuat Seseorag Tidak Bisa Berhenti Merokok, Yakni Kareng Rokok Mengandung Zat Yang Yanga Kecanduan. Salah satu dari langkah yang bisa dilakukan adalah dengan menyediakan produk alternatif dari rokok, yang terbukti jauh lebih tidak berbahaya.

Pada tahun 2015 lalu, lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England (PHE), mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang 95% jauh lebih tidak berbahaya dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Oleh karena itu, vape merupakan salah satu alat yang bisa digunakan untuk membantu perokok untuk berhenti merokok (theguardian.com, 28/12/2018).

Inggris sendiri menjadi salah satu negara yang secara resmi sudah menjadikan vape sebagai salah satu alat yang bisa digunakan oleh para perokok untuk berhenti merokok. Badan kesehatan Inggris, National Health Service (NHS) misalnya, menyatakan bahwa vape bisa membantu perokok untuk mengatur dan mengelola keinginan mereka akan nikotin, Telah ada banyak bukti orang-orang perokok yang dapat menghentikan kebiasaan merokoknya dengan bantuan vape (nhs.uk, 10/ 10/2022).

Sayangnya, diseminasi informasi mengenai upaya harm reduction untuk mengurangi jumlah perokok dengan bantuan vape dan produk nikotin alternatif lainnya masih sangat kurang, termasuk juga di Indonesia. Untuk itu, diperlukan semakin banyak diseminasi informasi mengenai hal tersebut agar para perokok dapat semakin terbantu untuk berhenti, dan jumlah perokok aktif dapat semakin ditekan dan berkurang.

Pada tanggal 10 mai 2023 lalu misalnya, diselenggarakan acara Innovation Summit Asie du Sud-Est 2023 oleh lembaga Center for Market Education (CME), Property Rights Alliance, dan Tholos Foundation. Acara tersebut dilaksanakan di ibukota Malaysia, Kuala Lumpur, dan membahas berbagai topik seputar inovasi, baik dari sisi institusi, aspek ketahanan pangan, perdagangan bebas, dan juga harm reduction (gatra.com, 2/6/2023).

Dalam salah satu panel yang membahas mengenai réduction des méfaits misalnya, para panelis menyatakan bahwa sangat penting untuk mengimplementasikan programme de réduction des méfaits yang bertumpu pada inovasi, salah satunya adalah melalui produk-produk nikotin alternatif. Pelarangan belaka merupakan kebijakan yang tidak efektif karena setiap individu akan cenderung berupaya untuk mencari kesenangan, salah satunya tentu melalui rokok.

Untuk itu dibutuhkan serangkaian kebijakan agar programme de réduction des méfaits bisa terlaksana dengan baik. Misalnya, dengan kebijakan perpajakan yang berbeda untuk mendorong inovasi dan meningkatkan insentif perokok untuk beralih ke produk lain yang terbukti lebih aman (gatra.com, 2/6/2023).

Dalam panel tersebut disampaikan juga mengenai « Le plan de contrôle du tabac pour l'Angleterre » yang dirilis oleh Pemerintah Inggris pada tahun 2017 lalu. Dalam rencana tersebut, disampaikan mengenai peroduk alternatif yang bisa berperan mengurangi berbagai resiko kesehatan yang disebabkan oleh rokok. Tidak hanya Inggris, Jepang juga menjadi salah satu negara yang memperkenalkan produk nikotin alternatif pada tahun 2013 dengan pengguna yang semakin meningkat, dan jumlah perokok yang semakin menurun (vapeboss.co.id, 29/5/2023).

Di sisi lain, bila ada negara yang mengambil langkah pelarangan, bukan tidak mungkin hal tersebut justru akan menjadi hal yang kontra produktif, karena akan semakin menyuburkan peredaran produk-produk ilegal. Selain itu, melalui pelarangan, hal ini juga akan semakin membuka kesempatan korupsi yang lebih besar liputan6.com, 22/5/2023).

Sebagai penutup, adanya acara seperti Innovation Summit Southeast Asia 2023 ini merupakan sesuatu yang penting untuk menyebarkan pentingnya inovasi, dan juga mendiseminasikan informasi mengenai harm reduction. Terlebih lagi, Indonésie sendiri merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi perokok tertinggi di dunia.

Semoga, melalui diseminasi informasi mengenai harm reduction yang semakin meningkat, akan semakin banyak perokok di Indonesia yang beralih ke produk lain yang lebih tidak berbahaya. Dengan demikian, akan semakin sedikit perokok aktif di Indonesia, dan kesehatan publik akan semakin membaik.

Publié à l'origine ici

Les nouvelles règles de l'UE sur les huiles essentielles nuiront aux entreprises et aux consommateurs honnêtes

Pour beaucoup de gens, l'Union européenne et ses institutions ont toujours été synonymes de surréglementation et de bureaucratie. Leurs convictions sont alimentées de temps à autre par des décisions ou des propositions spécifiques. Cette fois, c'est l'Agence européenne des produits chimiques (ECHA) qui a vu dans les huiles essentielles des substances nécessitant un contrôle strict.. Vous utilisez très probablement des huiles essentielles sans le savoir et sans aucun mal. Des centaines de telles eaux ou extraits distillés à la vapeur en faire insectifuges,parfums, cosmétiques et autres articles de toilette comme les shampooings à petites doses qui ontpassé des tests cutanés et d'allergie. Mais l'ECHA n'envisage pas de consulter leurs fiche de sécurité et les niveaux réels d'exposition (ce que, dans le jargon des politiques publiques, on appellerait « la réflexion basée sur le risque »). Au lieu de cela, il modifiera les règles CLP (classification, étiquetage et emballage) et REACH pour marquer les huiles essentielles comme des produits chimiques complexes dangereux de plus d'une substance constitutive. Supposons qu'une molécule du mélange puisse être caractérisée comme une menace dans des conditions de laboratoire isolées ou déduite par un raisonnement statistique. Dans ce cas, les décideurs politiques peuvent étiqueter ces huiles naturelles comme dangereuses ou interdire complètement leur utilisation.

Les producteurs légitimes comme les consommateurs européens n'ont aucune raison d'accueillir la nouvelle. L'inflation, c'est-à-dire la hausse des prix dans l'ensemble de l'économie européenne, n'a pas encore diminué – le taux annuel moyen de l'UE s'élevait à6,4% dans l'UE (5,5% dans la zone euro), au-dessus de la BCE objectif de stabilité des prix de 2%. Cependant, la moyenne masque des variations considérables dans lesquelles les pays les plus pauvres de l'UE sont plus touchés que leurs homologues aisés. Le taux annuel du Luxembourg est unsimple 1%, alors que la Hongrie enregistre 19.9% (le plus élevé de l'UE), la Pologne à 11%, la Roumanie à 9.3%, et Bulgarie à 7.5%. Étant donné que les consommateurs des pays pauvres ont tendance à dépenser une plus grande partie de leur revenu en biens essentiels et qu'ils ont du mal à économiser, ils risquent de souffrir de manière disproportionnée à cause de l'inflation.

De même, les producteurs légaux (qui se fixent pour objectif de se conformer pleinement aux règles) de ces pays verront une hausse généralisée du coût des services, laissant leurs perspectives financières incertaines. En exigeant des procédures plus onéreuses, la décision de l'ECHA rend plus difficile pour les fournisseurs de mettre leurs marchandises sur le marché. Comme moins de biens sont disponibles à l'achat, la mesure alimente l'élan de la hausse des prix, ce qui laisse les consommateurs encore plus mal lotis qu'auparavant.

La décision de l'ECHA est particulièrement préjudiciable au regard du fonctionnement du marché européen des huiles essentielles. Notamment, les petites entreprises sont le moteur de l'industrie dans l'UE. Pas moins que 95% de l'approvisionnement mondial en bergamote provient de 4500 familles italiennes le cultiver dans la région de Calabre. L'équipe d'Essential Citrus au Portugal extrait l'huile de plus 350 variétés d'agrumes à Alejento. L'Estonie Tedre-Fermeutilise une pièce unique méthode au monoxyde de carbone distiller l'huile de 2,5 hectares de framboises. En tant que telles, ces entreprises ont des marges bénéficiaires beaucoup plus faibles, ce qui signifie qu'elles sont moins susceptibles de pouvoir se permettre d'opérer dans un environnement avec des restrictions plus coûteuses et où leurs acheteurs dévoués sont effrayés par des étiquettes d'avertissement effrayantes. Leur perte s'accompagne d'une perte de revenus, mettant potentiellement en danger le marché européen de la beauté propre de 2,29 milliards d'euros et davantage de problèmes économiques pour les consommateurs.

Les décideurs politiques, les producteurs et les consommateurs devraient encourager l'ECHA à faire marche arrière et à éviter ce résultat. Des discussions préliminaires ont commencé sur le 30ede juin lorsque le Comité des représentants permanents de l'UE a demandé à la Commission européenne de réévaluer la classification des huiles essentielles dans quatre ans. Mais cela ne devrait être que le début. Mieux encore, la réglementation devrait se concentrer sur la véritable menace des fraudeurs qui promettent trop et ne livrent pas assez sur les effets médicaux des huiles essentielles en utilisant des preuves concrètes (comme des tests de sécurité fondés sur des niveaux d'exposition plausibles) plutôt que sur un raisonnement hypothétique. Les consommateurs peuvent alors rester en sécurité sans rendre la crise du coût de la vie plus compliquée qu'elle ne l'est déjà.

Publié à l'origine ici

proche
fr_FRFR