fbpx

Mois : AMfévrier

Memperkasa Akta Perlindungan Data Peribadi

Maklumat-maklumat penting pelanggan seperti nama, alamat, e-mel, nombor telefon, maklumat kesihatan atau butiran bank – semuanya harus disimpan dan dilindungi dengan teliti. 

Namun hampir setiap hari kita mendengar pelbagai kes baru mengenai kecurian identiti, jenayah kewangan atau serangan yang berbentuk pencerobohan data peribadi. 

Kebocoran atau pencerobohan data peribadi perlu diberikan perhatian kerana pengguna terdedah kepada aktiviti penipuan, penggodaman, pancingan data dan kecurian identiti.

Jika maklumat sedemikian sampai ke tangan yang salah, ia boleh menjejaskan keselamatan pengguna dalam pelbagai bentuk, termasuk integriti peribadi, keselamatan fizikal dan keselamatan kewangan.

Maklumat yang dicuri juga boleh digunakan untuk membuat profil palsu dan melakukan penipuan.

Firma keselamatan siber Surfshark menyatakan pada suku ketiga 2022 saja sebanyak 108,9 juta kebocoran maklumat berlaku di peringkat global. 

Kebocoran itu menunjukkan peningkatan sebanyak 70 peratus berbanding suku kedua tahun yang sama.

Menurut Menteri Komunikasi dan Digital, Fahmi Fadzil, pula sejak 2017 sehingga 2022 kira-kira 100 juta set data yang peribadi diceroboh dan dicuri.

Pada 2022 terdapat beberapa laporan insiden kebocoran data yang melibatkan maklumat peribadi berjuta-juta rakyat Malaisie yang didakwa berasal dari pangkalan data agensi kerajaan. 

Antaranya senarai daftar pemilih Suruhanjaya Pilihan Raya, data e-slip gaji kakitangan awam dan data kelahiran di Malaysia dari 1940 hingga 2004 milik Jabatan Pendaftaran Negara.

Lire le texte complet ici

Memang wajar k'jaan terus benarkan telur diimport

Pusat Pilihan Pengguna (CCC) melahirkan kebimbangan terhadap penjualan produk rokok elektronik (e-rokok) atau vape kepada kanak-kanak bawah umur.

Justeru, terdapat beberapa langkah yang boleh diambil oleh pihak kerajaan bagi mengelakkan atau mengurangkan risiko berlakunya kegiatan vape di bawah umur.

Wakil CCC, Tarmizi Anuwar mencadangkan agar kerajaan dapat menyegerakan undang-undang pintar bagi mengawal selia penjualan dan pemasaran produk vape.

"Pihak kerajaan perlu mewujudkan undang-undang yang berasingan daripada rokok atau memperluaskan skop undang-undang tembakau sedia ada bagi mengawal selia penjualan dan pemasaran vape.

Lire le texte complet ici

Betiltják sur TikTokot Európában ?

A Consumer Choice Center kedden az EU döntéshozóinak címzett állásfoglalásában azt írja, hogy itt az ideje, hogy az EU is fokozza a TikTokkal kapcsolatos intézkedéseit, „mielőtt ez túl késő volna”. 

Mintha az elmúlt napokban kezdene elfogyni az UE-interdire un levegő un TIC Tackörül.

19 janvier az Europai Bizottság belső piacért felelős európai biztosa, Thierry Breton videóhíváson keresztül targyalt une plateforme kínai minivideó-megosztó vezérigazgatójával, Sou Ce Csuval. A biztos a megbeszélés kapcsán a TikTok elsősorban tizenéves közönségére úgy fogalmazott :

„A lehető leghamarabb”

Breton hozzátette, hogy az európai fiatalok millióit elérő platformként a TikToknak teljes mértékben meg kell felelnie az uniós jogszabályoknak, különösen a digitális szolgáltatásokról szóló EU-s jogszabálynak. Az európai uniós nyelvezettől eltérően szokatlanul élesen hozzátette, hogy megkérte a TikTok vezérigazgatóját, hogy a „lehető leghamarabb” mutassa be „nemcsak az erőfeszítéseket, hanem azok eredményeit is”.

A január 19-i tárgyalást megelőzte január 10-én egy személyes brüsszeli találkozó, amikor Sou Ce Csu több biztossal is eszmecserét folytatott une plate-forme európai jövőjéről. Vera Jourova, az Európai Bizottság alelnöke ekkor közölte : nem szabad, hogy kétséges legyen, hogy az európai felhasználók adatai biztonságban vannak és nincsenek kiszolgáltatva harmadik országbeli hatóságok illegális hozzáférésének. Emmanuel Macron francia elnök szerint a kínai platform „megtévesztően ártatlannak tűnik”, de függőséget okoz és orosz dezinformációt terjeszt.

Lire le texte complet ici

Programme Dukungan untuk Persetujuan Otomatisasi Pelayanan (POP) Merek Kemenkumham

Perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat merupakan aspek yang sangat penting untuk meningkatkan inovasi dan sektor ekonomi kreatif. Tanpa adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat, maka hasil karya para inovator dan pekerja kreatif dapat dibajak dengan sangat mudah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk keuntungan mereka sendiri.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, Indonésie merupakan salah satu negara dengan tingkat perlindungan kekayaan intelektual yang buruk. Bila kita pergi ke berbagai pusat perbelanjaan di kota-kota di Indonesia misalnya, kita bisa dengan sangat mudah menemukan berbagai produk bajakan yang dijual bebas, mulai dari produk fashion seperti pakaian, musik, barang-barang elektronik, dan lain sebagainya.

Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, tantangan untuk menjaga hak kekayaan intelektual juga semakin besar. Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi seperti internet misalnya, kita bisa semakin mudah bisa menemukan berbagai barang bajakan, dan distribusi konten-konten yang melanggar hak kekayaan intelektual, seperti film dan juga musik, juga bisa semakin mudah.

Untuk itu, adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diejawantahkan dan diwujudkan. Dengan demikian, hak para inovator dan pekerja industri kreatif untuk bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang sudah merka buat dengan susah payah dapat dilindungi dan tidak dirampas oleh orang lain.

Meskipun demikian, tantangan terkait dengan perlindungan hak kekayaan ineteltkual di Indonesia bukan hanya pada aspek penegakan hukumnya saja. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa, aspek penegakan hukum untuk menindak mereka yang melakukan pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual orang lain adalah hal yang sangat penting.

Tetapi, di sisi lain, adanya keaktifan dari pelaku industri kreatif untuk segera mencatatkan dan mendaftarkan kekayaan intelektual yang mereka miliki kepada pemerintah, dalam hal ini Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) adalah hal yang sangat penting. Tanpa adanya proses pencatatan dan juga pendaftaran di Kemenkumham, tentu akan sangat sulit hingga mustahil hak kekayaan intelektual tersebut dapat terlindungi.

Sehubungan dengan hal tersebut, kita tidak dapat memungkiri dan membantah bahwa ada berbagai tantangan yang menyebabkan sharpgganan sebagian pelaku industri kreatif untuk mencatatkan dan mendaftarkan karya yang telah mereka buat kepada pemerintah. Hal ini mencakup berbagai hal, mulai dari rendahnya tingkat kesadaran pelaku industri kreatf, hingga berbagai proses dan peraturan yang berbelit dari lembaga terkait.

Terkait dengan tingkat kesadaran, maka dari itu, sangat penting bagi pemerintah untuk memberlakukan programme berbagai edukasi publik dan juga sosialisasi mengenai pentingnya pencatatan dan pendaftaran karya bagi pelaku industri kreatif dan juga masyarakat umum. Mengenai peraturan berbelit, untuk itu, sangat diperlukan berbagai programme reformasi kebijakan yang ditujukan untuk menyederhanakan dan mempermudah proses bagi para pelaku industri kreatif untuk mencatatkan karya yang mereka buat.

Untuk memudahkan proses tersebut, belum lama ini, Kemenkumham mengeluarkan programme reformasi pencatatan dan pendaftaran kekayaan intelektual yang bernama Persetujuan Otomatisasi Pelayanan (POP) Merek. POP Merek sendiri diluncurkan di Bali pada tanggal 30 octobre 2022 lalu, oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Menkumham RI), Yasonna Laoly (kumparan.com, 13/12/2022).

Programme POP Merek sendiri merupakan programme layanan yang ditujukan untuk mempercepat proses perpanjangan merek yang dimiliki oleh berbagai badan suaha di Indonesia. Berbeda dengan proses yang terjadi sebelumnya yang membutuhkan waktu hingga berhari-hari, melalui POP Merek, badan usaha yang ingin memperpanjang merek yang mereka miliki membutuhkan waktu cukup 10 menit (suara.com, 30/10/2022).

Programme Adanya ini tentu merupakan berita yang sangat baik bagi para pelaku usaha di Indonesia, termasuk juga para pelaku industri kreatif. Programme Melalui POP Merek, mereka bisa dengan lebih mudah dan cepat memperpanjang kekayaan inteektual, dalam hal ini merek, yang mereka miliki.

Programme POP Merek sendiri bukan merupakan programme reformasi pertama yang dilakukan oleh Kemenkumham dalam rangka untuk mempermudah dan mempercepat proses pendaftaran dan pencatatan kekayaan intelektual. Di awal tahun 2022 lalu, programme Kemenkumham juga menerapkan POP Hak Cipta (POP HC), yang bertujuan untuk mempercepat dan mempercepat proses permohonan hak cipta, yang sebelumnya memakan proses sampai 23 hari menjadi hanya 10 menit (dgip.go.id, 20/10 /2022).

Selain itu, programme terkait dengan POP Merek, programme ini juga merupakan bagian dari upaya Kemenkumham dalam rangka menjadikan tahun 2023 sebagai tahun merek dgip.go.id, 13/12/2022). Hal ini dilakukan salah satunya adalah untuk membangun kesadaran masyarakat untuk mencintai dan bangga dengan produk-produk dari Indonesia.

Sebagai penutup, proses pencatatan dan pendaftaran kekayaan intelektual yang berbelit merupakan salah satu permasalahan yang memberikan tantangan untuk meningkatkan perlindungan hak kekayaan intelektual. Programme Melalui POP Merek, dan juga programme POP HC sebelumny, diharapkan pencatatan dan pendaftaran kekayaan intelektual di Indonesia bis semakin meningkat, dan industri kreatif di negara kita bisa tumbuh dan berkembang dengan pesat.

Publié à l'origine ici

Y a-t-il un avenir pour les salons de consommation de cannabis ?

Après de nombreuses consultations et beaucoup d'attente, la Colombie-Britannique a publié son Rapport de consultation sur ce que nous avons entendu sur la possibilité de salons de consommation de cannabis en janvier. Les résultats étaient quelque peu prévisibles : les consommateurs de cannabis et les personnes liées à l'industrie étaient généralement en faveur, tandis que les non-utilisateurs de cannabis étaient contre le plan.

La santé publique et les forces de l'ordre, pour leur part, ont exprimé des préoccupations similaires à celles qu'ils ont depuis le début de la légalisation : conséquences sur la santé, éloignement des jeunes et augmentation des taux de conduite avec facultés affaiblies. 

C'était loin du slam dunk que certains dans l'industrie espéraient voir, et cela brosse un tableau trouble de l'avenir des espaces de consommation. Pour beaucoup, le manque d'espaces disponibles pour consommer publiquement du cannabis reste l'une des tâches inachevées de la légalisation. "Ce manque d'espaces de consommation est aliénant" a écrit Amanda Siebert l'année dernière, "et cela continue de stigmatiser la plante longtemps après qu'on nous a dit que nous pouvions consommer la substance de notre choix." 

Mais si l'on se fie au rapport de la Colombie-Britannique, il est difficile de conclure que les cafés dédiés à la consommation sont, à ce stade, tout sauf une chimère. Les processus de consultation n'ont pas permis d'identifier des modèles réglementaires ou commerciaux convenus pour le secteur, et les politiciens ont été pour la plupart indifférents à la réouverture de la question - en 2021, La Presse canadienne a rapporté que quelques gouvernements provinciaux envisageaient même de les autoriser prochainement. 

Lire le texte complet ici

Taïwan est sur le point d'interdire l'utilisation des vapoteurs de nicotine

Taïwan semble sur le point de devenir le prochain pays d'Asie à interdire les produits de vapotage à la nicotine.

Le 12 janvier, les modifications apportées à la Loi sur la prévention des risques liés au tabac effacé le parquet législatif. Aujourd'hui, la législation n'attend plus qu'un hochement de tête présidentiel, une formalité étant donné que la présidente Tsai Ing-wen est issue du Parti démocrate progressiste au pouvoir qui l'a proposée. 

La nouvelle, qui arrive peu après les Philippines adopté des réglementations relativement favorables à la vape, a suscité de vives réactions de la part des consommateurs, des experts politiques et des experts médicaux, qui espéraient que le vent pourrait tourner en faveur de la réduction des méfaits du tabac (THR). 

Taïwan semble imiter les réglementations du Japon voisin, où les produits du tabac chauffés (HTP) sont vendus légalement, mais les vapos à la nicotine sont interdits. La disponibilité des HTP au Japon a connu une réduction spectaculaire dans les ventes de cigarettes. Mais les défenseurs du THR se demanderont pourquoi une option indiquée comme ayant un profil de risque encore plus faible - et s'est avérée être un plus efficace aide au sevrage tabagique que la thérapie de remplacement de la nicotine – est sur le point de devenir formellement illégale. Parmi les autres pays asiatiques qui ont interdit les vapes, citons Inde et Thaïlande

Dans la nomenclature gouvernementale tendue de Taïwan, les HTP ont été classés « produits du tabac désignés » et sont soumis à une réglementation, tandis que les dispositifs de vapotage ont été classés dans la catégorie des « produits similaires au tabac ». L'interdiction imminente comprend utilisation des cigarettes électroniques, avec des pénalités allant jusqu'à $330 pour les violations. (Auparavant, les vapes existaient dans une sorte de zone grise légale.)

Cela s'est enflammé débat à Taïwan, un pays de 24 millions d'habitants où 13 % de la population fume, dont près d'un quart d'hommes. Alors que des millions d'utilisateurs de vape contrariés ont été laissés pour compte, les groupes anti-tabac sont entre-temps exigeant Les HTP doivent également être interdits. La loi, qui entrera probablement en vigueur dans un mois après l'assentiment présidentiel, obligera inévitablement les boutiques de vapotage à fermer et à croissance l'industrie à fermer ou à entrer dans la clandestinité.

Bien qu'il soit difficile de déduire les motivations de la décision législative, les experts en politique de Taïwan et les utilisateurs de vapotage soulignent une combinaison de désinformation, de considérations financières l'emportant sur la santé publique et des positions prises par la Convention-cadre de l'Organisation mondiale de la santé pour la lutte antitabac (CCLAT de l'OMS) sur de nouvelles substituts nicotiniques.

"La question n'a pas fait l'objet d'un débat public suffisant et l'approche de la réduction des risques devrait être débattue de manière plus approfondie", a déclaré Simon Lee, responsable de la politique taïwanaise au Consumer Choice Center, un groupe mondial de défense des consommateurs à Washington. Filtre. « Par exemple, nous avons vu la désinformation, notamment en ce qui concerne la nicotine, circuler parmi les militants anti-tabac. Il ne fait aucun doute que les consommateurs taïwanais méritent un bien meilleur résultat.

Lire le texte complet ici

La répression policière thaïlandaise contre les touristes munis d'appareils de vapotage montre qu'ils ont désespérément besoin de politiques de réduction des risques

Réduction des méfaits vs tabagisme

S'il vous arrive de pratiquer la réduction des méfaits et d'avoir un appareil de vapotage dans votre poche, il semble que la Thaïlande soit le dernier endroit que vous voudrez visiter.

Au cours des derniers jours, il a été révélé que des policiers auraient extorqué une actrice taïwanaise de plus de 27 000 bahts ($820) pour… attendez… avoir un appareil de vapotage.

L'actrice taïwanaise Charlene An est montée dans un taxi avec des amis après une soirée dans la capitale thaïlandaise et a été prise avec un vapotage et a été détenue par la police et n'a pas été autorisée à partir jusqu'à ce qu'elle ait payé la lourde amende.

Les policiers ont enfin transféré et peuvent faire face à leurs propres accusations, tandis que la police a été obligé de s'excuser au touriste taïwanais pour le faux pas grossier.

Ce n'est pas seulement un abus de pouvoir et irresponsable en soi, mais cela prouve encore une fois pourquoi la Thaïlande doit moderniser ses politiques de réduction des risques et adopter des alternatives au tabagisme comme le vapotage et d'autres produits.

Avant cela, en 2019, un touriste français avait été arrêté, condamné à une amende, emprisonné et expulsé uniquement pour vapotage. Elle a dû supporter des frais de justice, des dépens et des amendes d'environ 286 000 bahts ($8730) en une semaine seulement.

Pour tout touriste, cela peut être troublant, mais il est encore plus problématique que les résidents locaux n'aient pas accès aux produits légaux de réduction des risques. C'est ce qui se passe lorsque la propre politique du gouvernement considère le vapotage comme une menace.

Le gouvernement thaïlandais doit immédiatement réévaluer sa politique sur le vapotage et prendre en compte la proposition du ministre Thanakamanusorn de légaliser l'usage du vapotage comme un moyen de donner aux fumeurs la possibilité d'arrêter de fumer.

Le gouvernement devrait reproduire la mise en œuvre de politiques dans des pays comme le Royaume-Uni qui ont réussi à réduire considérablement les taux de tabagisme en reconnaissant la réduction des méfaits comme stratégie principale.

D'après les données récemment publiées par l'Office for National Statistics du Royaume-Uni, le nombre de fumeurs âgés de 18 ans et plus est passé de 14,0 % en 2020 à 13,3 % en 2021. En fait, il s'agit de la diminution la plus efficace depuis qu'elle a été enregistrée pour la première fois en 2011 de 20,2 %.

En août de l'année dernière, le ministre thaïlandais de la Santé publique et vice-Premier ministre Anutin Charnvirakul a déclaré que les cigarettes électroniques présentaient des risques importants pour la santé des utilisateurs et que le vapotage contribuait à créer de nouveaux fumeurs, en particulier chez les jeunes en Thaïlande.

D'après une étude récente de l'Office for Health Improvement & Disparities Royaume-Uni, le vapotage réduisait considérablement l'exposition aux substances nocives par rapport au tabagisme, comme le montrent les biomarqueurs associés au risque de cancer, de maladies respiratoires et cardiovasculaires.

Par ailleurs, une enquête analytique de Lee, Coombs et Afolalu (2018) a déclaré que les facteurs réels du vapotage chez les jeunes n'ont pas encore été prouvés. De plus, selon la Collège royal des médecins, les rapports indiquant que les adolescents qui utilisent le vapotage risquent de donner naissance à une génération affectée par la nicotine ne sont pas fondés sur des preuves.

Si les décideurs politiques en tenaient compte, il y aurait peut-être plus de personnes avec différentes options de réduction des risques en Thaïlande, et peut-être moins de cas d'abus par des policiers.

Tarmizi Anuwar est l'associée nationale malaisienne du Consumer Choice Center.

proche
fr_FRFR