fbpx

Dia: 1º de abril de 2024

O caso antitruste do DOJ contra a Apple é um ataque à preferência do consumidor

A guerra entre o governo federal dos EUA e a Big Tech continua. O próximo capítulo coloca o Departamento de Justiça de Biden (DOJ) sob o comando de Merrick Garland contra a Apple, onde o DOJ acusouA marca de consumo mais inovadora da América em amplas violações antitruste. Esta alegação de conduta anticompetitiva merece um exame minucioso intenso. A Apple é uma marca de tecnologia de grande sucesso que inspira a lealdade do consumidor como nenhuma outra tecnologia. Então qual é o problema?

No cerne do processo do DOJ está a alegação de que a Apple sufocou a concorrência ao construir barreiras que impedem os concorrentes de entrar no mercado de smartphones e de operar na plataforma da Apple. 

O Apple Watch faz parte do caso do DOJ. Eles argumentaram que a Apple não aceita smartwatches de outros fornecedores para sincronizar com iPhones e Macbooks. Esta é uma linha de ataque estranha. 

Como escrevi em A colina semanas antes do caso ser revelado:

“Imagine o preguiçoso da sala de aula argumentando com o professor que o aluno que tirou nota A na frente da classe está sendo anticompetitivo ao não compartilhar suas anotações de aula com eles. Uma coisa é penalizar maliciosamente ou tentar incomodar os consumidores por terem uma variedade mista de tecnologia da Apple, LG, Samsung, Nokia e Google. Outra coisa totalmente diferente é o governo dizer que a Apple precisa projetar seus produtos para a Samsung pegar carona e depois oferecer aos seus clientes fiéis como uma vantagem por não fazerem negócios com a Apple. Os investigadores estão gastando o dinheiro dos contribuintes para descobrir por que o Apple Watch funciona melhor com o iPhone do que com marcas rivais.”

Não é anticompetitivo não construir produtos pensando nos concorrentes. Isso pode limitar o apelo do seu produto, seu jardim murado onde cada dispositivo Apple sincroniza perfeitamente com outro. É por isso que disse “A Apple é uma marca de estilo de vida”. Essa abordagem tornou a Apple muito popular entre os consumidores. 

Uma das outras principais queixas descritas no processo é o controle da Apple sobre sua App Store, que os críticos argumentam que dá à empresa uma vantagem injusta sobre os rivais. No entanto, o que esses críticos não conseguem reconhecer é que as rigorosas diretrizes da App Store da Apple são projetadas para manter os mais altos padrões de qualidade e segurança para os usuários.

Um usuário da Apple pode se sentir confortável e confiante sabendo que não há malware e aplicativos ilícitos na App Store. É mais controlado. Isso traz benefícios aos consumidores, embora possa frustrar desenvolvedores de aplicativos, criadores de jogos e concorrentes de tecnologia. 

O ecossistema da Apple não é um esquema nefasto para prender os usuários aos seus produtos, mas sim uma prova do compromisso inabalável da empresa com a privacidade do usuário e a segurança dos dados. E não se engane, o componente de segurança e privacidade de dados da marca Apple já os colocou em uma posição antagônica ao Departamento de Justiça e Segurança Interna. Devemos acreditar que este factor não faz parte da motivação do DOJ? 

Ao contrário de outros gigantes da tecnologia que foram criticados pela sua abordagem negligente à privacidade, a Apple tem priorizado consistentemente a proteção dos dados dos utilizadores, mesmo que isso signifique sacrificar algum grau de interoperabilidade com dispositivos e serviços de terceiros. Esta postura de princípio deve ser elogiada, e não condenada, especialmente numa era marcada por violações desenfreadas de dados e de privacidade. A Apple faz o bem aos consumidores. 

Ao responder ao processo, a Apple destacou que as ações do DOJ ameaçam minar os princípios da empresa que tornaram seus produtos sinônimos de qualidade e inovação. No Centro de Escolha do Consumidor, estamos inclinados a concordar. Os consumidores têm amplo poder de mercado para usar outros dispositivos e misturar e combinar como quiserem. Há mais neste ataque do DOJ à Apple do que aparenta, e você pode apostar que tem pouco a ver com o bem-estar do consumidor.

Publicado originalmente aqui

Pentingnya Hak Kekayaan Bagi Intelectual Pelaku Riset

Hak kekayaan intelectual mungkin merupakan istilah yang sangat akrab di telinga bagi sebagian masyarakat. Umumnya, hak kekayaan intelectual, ou yang sering juga disingkat sebagai HAKI, dipahami sebagai hak yang dimiliki oleh seseorang ou lembaga atas karya dan inovasi yang mereka buat.

HAKI sendiri juga umumnya dipahami em ranah bisnis e dunia usaha. Na dunia USAHA, HAKI memang merupakan hal yang sangat penting dan esensial, dan tidak bisa dipisahkan dari kegiatan ekonomi.

Melalui HAKI , examinado e pelaku usaha pode permitir que você perlindungan atas karya, inovasi, dan product yang mereka buat. Embora seja uma questão de misalnya, não há nada com o que mencuri hal-hal seperti slogan, logotipo, e design de produto de perusahaan lain secara tidak bertanggung jawab dan mendapatkan keuntungan dari hal tersebut.

HAKI memang sesuatu yang harus dilindungi dengan kuat. Negara-negara berpenghasilan tinggi misalnya, umumnya merupakan negara-negara yang memiliki perlindungan HAKI yang sangat kuat. Melalui perlindungan HAKI, para pelaku usaha memiliki insentif yang besar to terus berkarya e berinovasi demi membrosikan e menyediakan produto yang melhor bagi para consumo.

Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila HAKI tidak ada. Tentunya, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dapat com sangat mudah mencuri ide yang telah dibuat oleh pihak lain, e hal ini tentu bukan hanya akan merugikan pelaku usaha tetapi juga para konsumen. Kalau ada pihak tertentu yang mencuri brand sebuah perusahaan misalnya, maka tentu para konsumen dapat terkecoh mana brand yang memang original dan asli.

Namun ternyata, HAKI juga tidak hanya penting dan esensial di dunia usaha, tetapi juga dalam dunia akademis dan penelitian. Sangat penting bagi para peneliti to bisa patkan perlindungan atas karya dan juga publiclikasi yang ia buat, salah satunya agar tidak bisa diklaim dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab para keuntungan mereka semata.

Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) misalnya, menyampaikan bahwa setidaknya ada 3 hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh para peneliti terkait dengan perlindungan hak kakayaan intelectual. Pertama misalnya, sangat penting bagi para peneliti untuk megetahui bagaimana prosedur untuk pengajuan dan juga pencatatan hak kekayaan intelectual.

Kedua, para peneliti juga harus memiliki kemauan dan juga motivasi to dapat mengemas capaian dan juga prestasi yang dimilikinya. Sementara itu, yang terakhir adalah para peneliti juga harus mampu para bekerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki wewenang e dan tugas terkait dengan pengajuan HAKI tersebut, agar dapat tercapai dengan baik (brin.go.id, 15/9/2023).

Hal yang serupa juga disampaikan oleh dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (UNPAD), Novianty Muchar, SH, MH, di mana Beliau menyampaikan bahwa melalui perlindungan hak kekayaan intelectual, nilai tambah dari riset yang dilakukan oleh perguruan tinggi dapat meningkat. Selain itu, adanya perlindungan hak kekayaan intelectual juga merupakan bentuk penghargaan atas hasil harya intelectual orang lain, yang tentunya tidak dicapai dengan proses yang mudah (unpad.ac.id, 03/08/2022).

Para isso, adanya dorongan e pendampingan kepada para pelaku riset dan peneliti untuk mereka secara aktif dapat mendaftarkan hak kakayaan intelectual melalui inovasi yang dibuatnya adalah hal yang sangat penting. Melalui adanya dorongan e pendampingan yang tepat, tente proses untuk melindungi hak kekayaan intelectual dari para peneliti e dan pelaku riset di lembaga akademis di Indonesia dapat dilakukan secara lebih cepat dan abrangente.

Lembaga pemerintah Badan Riset e Inovasi Nasional (BRIN) misalnya, yang memiliki tugas untuk menyelengarakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan inovasi yang terintegrasi, berkomitmen untuk mendorong para pelaku riset agar dapat meraih hak atas kekayaan intelectual atas temuan ilmiajh me sim. Adanya dukungan kuat dari lembaga pemerintah yang memiliki tugas & fungsi yang luas seperti BRIN tentu merupakan hal yang sangat penting agar HAKI para pelaku riset di Indonesia bisa semakin ditingkatkan (antaranews.com, 7/5/2023).

Tidak hanya melalui BRIN, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum e HAM (Dirjen KI Kemenkumham) também menyatakan bahwa pendaftaran HAKI bagi pelaku riset dan peneliti adalah sesuatu yang sangat penting. Terlebih lagi, jika hasil dari penelitian tersebut masuk ke dunia industri dan belum memiliki HAKI, maka hasil peenlitian tersebut bisa ditiru dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain secara tidak bertanggung jawab tanpa adanya konsekuensi hukum yang jelas (dgip.go.id, 8/10/ 2023).

Para isso, demi mendorong hal tersebut, Dirjen KI Kemenkumham também menggelar berbagai pendampingan pendaftaran HAKI de berbagai universidades da Indonésia, diantaranya Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Diponegoro, Univesitas Hasanuddin, e Univesitas Brawijaya (dgip.go.id, 8/10 /2023). Diharapkan, melalui adanya pendampingan tersebut, akan semakin banyak HAKI yang didaftarkan oleh para pelaku riset dan peneliti di Indonesia.

Sebagai penutup, hak kekayaan intelectual adalah hal yang sangat penting, tidak hanya di dunia industri dan usaha, tetapi juga bagi para pelaku riset di dunia akademis. Diharapkan, melalui peningkatan HAKI di dunia akademis, riset dan penelitian di Indonesia dapat semakin berkembang dengan pesat, dan dapat membawa banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia.

Publicado originalmente aqui

Classificado e avaliado: os melhores e piores países da Europa para viagens de trem

Todos os viajantes gostam de trens. Os viajantes europeus os adoram. Uma viagem InterRail é um rito de passagem que fica na memória. O Eurostar é para a geração Y o que os comboios-barco foram para a Geração X: um portal para um continente inteiro. As estações ferroviárias europeias – geralmente proeminentes, muitas vezes palacianas – sugerem história e romance. Eles aparecem em filmes clássicos, romances e músicas. Num mundo consciente do clima, os caminhos-de-ferro continuam a ser a alternativa mais ecológica. Eles são mais seguros e causam menos estresse do que dirigir. Para quem quer conhecer o mundo, existe lugar melhor do que ao lado da janela de um trem?

Assim, com isto em mente, responsabilizámos as redes ferroviárias dos 15 maiores países (abertos) da Europa, classificando cada uma delas com base nos factores que mais importam. Continue lendo para descobrir quais redes nacionais em dificuldades devem ser evitadas (e aquelas com um destaque que, no entanto, vale a pena) e quais são as melhores opções para uma escapadela ferroviária bem-sucedida - seja nas suas próximas férias na cidade na primavera ou em uma viagem de férias. gloriosa odisséia de semanas que serpenteia da costa ao campo. 

15. Grécia

Na retaguarda da nossa classificação está este país sinuoso de costas recortadas, ilhas, montanhas e penínsulas, que nunca fez com que os caminhos-de-ferro funcionassem para o seu povo. Há trens a cada poucas horas ligando Atenas e Tessalônica (menos de cinco horas), mas grande parte do horário está repleta de temidos ônibus substitutos ferroviários. As inundações em 2023 quase levaram ao colapso da rede. Trens de brinquedo operam em algumas áreas turísticas, como a ferrovia de cremalheira Odontotos – embora recentemente tenha sido interrompida por deslizamentos de terra. Atenas costumava desfrutar de serviços para Berlim e já foi uma filial do Expresso do Oriente. Havia trens para a Turquia via Pythio e para a Macedônia do Norte via Idomeni. A pandemia encerrou o que já era um serviço cada vez menor e as linhas internacionais para Sófia, Skopje e Bucareste permanecem fechadas. Atenas tem a estação principal mais desanimadora de qualquer país da Europa – o que resume as coisas.

Leia o texto completo aqui

Como os neoproibicionistas moldaram a política do álcool

EM JANEIRO DE 2023, a Organização Mundial da Saúde (OMS) lançou uma bomba – anunciaram que “não havia nível seguro”do consumo de álcool.

Nos últimos cinco anos, a OMS tem tratado o consumo leve de álcool como uma grave emergência de saúde pública. Parece uma prioridade surpreendente para a principal organização de saúde do mundo - até que uma leitura mais atenta dos seus documentos políticos revela com quem estão a trabalhar: grupos de temperança, que encontraram agora uma forma de introduzir políticas de abstinência na arena da saúde global.

Como um conflito na UE abriu a porta da abstinência 

Em 2015, mais de 20 organizações de saúde pública renunciaramdo Fórum sobre Álcool e Saúde da UE.

Este comité foi o local onde legisladores, representantes do álcool e especialistas em saúde pública discutiram como reduzir os danos relacionados com o álcool na UE, que foram significativos:mais de 120.000 mortes prematuras e mais de 125 mil milhões de euros ($135,4 mil milhões) em crimes, saúde e custos sociais.

Mas as organizações de saúde ficaram enojadasno fracasso da UE em desenvolver uma política do álcool, vendo o Fórum como fatalmente comprometido pela indústria do álcool.

“O fórum revelou-se pior do que inútil, uma frente de relações públicas gratuita para a indústria”, disse na altura Nina Renshaw, então secretária-geral da Aliança Europeia de Saúde Pública.

O professor Sir Ian Gilmore, presidente do grupo científico do Fórum, foi igualmente contundente, dizendo que a Comissão deu prioridade aos “interesses da indústria do álcool em detrimento da saúde pública”.

O colapso do Fórum deixou um buraco na política europeia do álcool. Segundo Ignacio Sanchez Recarte, foi então que a OMS chegou, “com o que chamo de cavalo de Tróia: disseram que o álcool é perigoso porque causa câncer”.

Sanchez Recarte é o diretor geral do Comite Europeen des Entreprises Vins(CEEV), a voz dos produtores de vinho da Europa. Sediados em Bruxelas, “tentamos defender os interesses das empresas vitivinícolas europeias e dos comerciantes de vinho em todos os temas que os possam afetar”, explicou. “Um dos grupos de trabalho que está ganhando cada vez mais importância no último ano é aquele que tenta acompanhar todos os ataques.”

Esses ataques estão se tornando implacáveis.

Leia o texto completo aqui

O financiamento de litígios expõe nosso sistema judicial à exploração estrangeira

Agora que o Congresso recobrou o juízo sobre uma plano de desinvestimento forçado desacoplar TikTok do Partido Comunista Chinês, seríamos negligentes se não explorassemos outros exemplos de como potências como a China influenciam as instituições americanas. Vejamos nosso sistema de justiça.

Num punhado de processos judiciais locais em todo o país, uma empresa sediada em Shenzhen tem financiado clandestinamente processos judiciais de propriedade intelectual para ajudar a derrubar uma grande marca de consumo.

Essa empresa, Purplevine IP, é uma empresa chinesa de consultoria em patentes que forneceu o dinheiro para a empresa de tecnologia da Flórida, Staton Techiya, em seus processos contra a Samsung. A empresa afirma que a empresa de eletrônicos sul-coreana usado sua propriedade intelectual em seus produtos de áudio populares.

Como nós sabemos disso? Porque o juiz de Delaware neste caso informações exigidas sobre acordos financeiros de terceiros que afetam os litigantes. Em novembro de 2022, o Juiz Chefe Connelly emitiu uma ordem permanente exigindo que os casos apresentados a ele precisassem que todo o financiamento externo fosse divulgado na íntegra antes que ele ouvisse uma reclamação.

Este acordo, conhecido como financiamento de litígios de terceiros, é uma tendência em expansão nos tribunais civis dos EUA e é estimado ser uma indústria de $13,5 bilhões.

Os financiadores de litígios são fundos de hedge, credores de crédito e capitalistas de risco que arcam com custos legais em troca de uma porcentagem de qualquer recompensa monetária. Eles oferecem financiamento para escritórios de advocacia e demandantes que lutam contra grandes ações judiciais coletivas e casos de responsabilidade civil que normalmente não poderiam pagar.

Proponentes e líderes da indústria alegar esses acordos de financiamento ajudam a capacitar pequenos litigantes contra grandes corporações que os prejudicaram e que podem ter algum mérito. Mas também está a empurrar as ferramentas da justiça para território desconhecido que pode ser vulnerável à exploração.

Na cultura popular, um exemplo infame de financiamento de litígios de terceiros é o caso de Terry Bodea, o lutador conhecido como Hulk Hogan, contra o em apuros tablóide online Gawker. 

Depois que uma fita de sexo de Hogan vazou para a mídia, Hogan abriu um processo contra Gawker, alegando invasão de privacidade. O homem do dinheiro que apoia este processo, mais tarde aprendemos, foi o financista bilionário Peter Thiel, que tinha um machado para moer com o site de fofocas. 

O julgamento de $115 milhões contra Gawker provou ser um grande ponto de viragem cultural sobre a liberdade de expressão, a malícia dos meios de comunicação social e até que ponto o interesse público pode penetrar na vida privada das celebridades.

No entanto, também revelou a rapidez com que a indústria de financiamento de litígios de terceiros, em rápido crescimento, altera o equilíbrio da justiça em casos civis, sejam eles bons ou maus. Ainda mais quando as empresas estrangeiras começarem a usar estes mesmas táticas para abrir processos contra empresas norte-americanas.

Isso preocupa pelo menos alguns no Capitólio, incluindo o presidente da Câmara, Mike Johnson (R-LA), que ano passado apresentou um projeto de lei para forçar a divulgação de todo e qualquer financiador de litígios terceirizados estrangeiros em tribunal. O projecto de lei também proibiria o financiamento de litígios – directo ou indirecto – por qualquer governo estrangeiro ou fundo soberano.

Um projeto de lei do Senado introduzido pelos senadores John Kennedy (R-LA) e Joe Manchin (D-WV) voltaram-se para ações judiciais financiadas por estrangeiros que “minam a nossa segurança económica e nacional”.

Além das implicações para a segurança nacional, o financiamento de litígios é uma forma criativa e única de gamificar os processos judiciais, transformando a justiça num jogo de azar que espelha apostas prop e apostas esportivas.

Porém, mais do que apostar em ações com base nos lucros da empresa ou em jogos de acordo com as estatísticas dos jogadores, os financiadores de litígios têm o poder de aconselhar os advogados sobre testemunhas, enquadrar argumentos ou até mesmo anunciar casos para atrair mais participantes em grandes ações coletivas. A menos que os juízes e os tribunais façam exigências directas de transparência, existe a possibilidade de que grande parte disto esteja a acontecer sem parar. É isso que queremos para o futuro da justiça civil?

Os processos não são Monday Night Football ou Wall Street. São ferramentas à disposição dos cidadãos e das partes lesadas numa democracia liberal para fazer justiça.

Como Business Insider escreve, o financiamento de litígios passou de uma parte humilde da economia para agora uma “classe de activos” de primeira linha, ofuscando o objectivo principal dos nossos tribunais civis.

Os Estados Unidos oferecem um mercado livre e o Estado de direito para os inovadores globais. Esta é uma grande vantagem para os consumidores que beneficiam de uma oferta mais abundante de bens e serviços.

No entanto, como vimos recentemente com Os abusos de privacidade e segurança do TikTok e os crescentes casos de propriedade intelectual de empresas bem financiadas na China, a abertura também pode ser abusada em detrimento dos consumidores.

A divulgação de financiamento de litígios de terceiros é necessária e alcançável. Muitos estados já aprovaram leis em torno deste assunto, enquanto muitos juízes exigem isso em seus tribunais. Os projetos de lei apresentados na Câmara e no Senado seriam apelos razoáveis e adequados à transparência que ajudariam a salvaguardar o nosso sistema judicial.

Se quisermos defender a verdadeira justiça na América e manter o nosso sistema justo e acessível, devemos virar uma Holofote sobre financiamento de litígios de terceiros. Todos nós temos interesse nisso. 

Publicado originalmente aqui

EUA processam Apple, alegando monopólio do iPhone

O Departamento de Justiça e 16 procuradores-gerais estaduais e distritais processaram a Apple na quinta-feira, acusando a gigante da tecnologia de violar a lei federal antitruste ao criar um ecossistema que não permite que outras empresas concorram com o iPhone, sufocando a inovação no mercado de smartphones. 

“A Apple consolidou seu poder de monopólio não melhorando seus próprios produtos, mas piorando outros produtos”, disse o procurador-geral dos EUA, Merrick Garland, em entrevista coletiva na quinta-feira. “Os consumidores não deveriam ter que pagar preços mais altos porque as empresas infringem a lei.”

A denúncia alegou que a empresa mantém o monopólio dos smartphones, impedindo que outros criem aplicativos que concorram com os produtos básicos da Apple, como a carteira digital. A gigante da tecnologia também torna a tecnologia de outras empresas mais difícil de emparelhar com os produtos da Apple, como exemplificado pelas bolhas verdes que o iPhone mostra ao enviar mensagens de texto para um usuário do Android.

Garland disse que a Apple estava disposta a “tornar o iPhone menos seguro e menos privado para manter seu poder de monopólio”.

Respondendo ao processo, a Apple disse que ele ameaça “os princípios que diferenciam os produtos da Apple em mercados ferozmente competitivos” e que “estabeleceria um precedente perigoso, capacitando o governo a exercer uma mão pesada no design da tecnologia das pessoas”.

Leia o texto completo aqui

Role para cima
pt_BRPT