fbpx
Suara Kebebasan

Inovasi, terutama di bidang teknologi, merupakan hal yang sangat penting yang mendorong perkembangan peradaban manusia. Tanpa adanya inovasi, niscaya kita masih hidup seperti nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu.

Berkat adanya inovasi, umat manusia bisa mengatasi berbagai permasalahan yang tidak mampu diselesaikan oleh leluhur kita. Melalui teknologi transportasi seperti kereta api dan pesawat terbang, batas-batas geografis tidak lagi menjadi halangan bagi manusia untuk bepergian dengan cepat.

Perkembangan teknologi di bidang medis telah memungkinkan kita memenangkan perang terhadap berbagai penyakit yang selama ribuan tahun menghantui kehidupan manusia, seperti campak, cacar, malaria dan polio. Selain itu, melalui perkembangan teknologi informasi, seperti telepon dan internet, untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, kita bisa berkomunikasi secara langsung dengan mereka yang tinggal ribuan kilometer dari rumah tempat kita tinggal.

Abad ke-21 ini bisa kita katakan sebagai abad inovasi teknologi, di mana kemajuan teknologi di berbagai bidang, terutama bidang medis dan teknologi informasi berkembang dengan pesat. Teknologi seperti smartphone dan transportasi online misalnya, merupakan hal yang bagi sebagian besar orang pada dekade 1990-an hingga awal dekade 2000-an, jauh di luar bayangan mereka.

Namun, inovasi tersebut tidak terjadi di seluruh negara dalam jumlah yang sama. Beberapa negara memiliki tingkat inovasi yang jauh melampaui negara-negara lainnya, dan menjadi pemimpin di bidang kemajuan teknologi.

Raksasa media Bloomberg misalnya, menerbitkan laporan tahunan mengenai Innovation Index untuk mengukur tingkat inovasi di suatu negara. Untuk mengukur tingkat inovasi tersebut, Bloomberg menggunakan tujuh indikator, yakni penemuan yang dipatenkan, jumlah personil riset, pendidikan tinggi, perusahaan teknologi, produktivitas, manufaktur dengan nilai lebih (value added manufactures), serta dana yang digunakan untuk riset dan pengembangan (Bloomberg, 18/01/2020).

Berdasarkan indikator tersebut, Bloomberg lantas memberikan nilai dari 0-100 bagi setiap negara. Pada indeks yang diterbitkan tahun 2020 ini, ada 95 negara yang diteliti. Sebagaimana yang mungkin sudah kita perkirakan, 20 negara dengan tingkat inovasi tertinggi didominasi oleh negara-negara Eropa Barat dan Skandinavia. Jerman sendiri merupakan negara yang menduduki peringkat pertama. (Bloomberg, 18/01/2020).

Melalui indeks tersebut, saya tertarik untuk melihat apakah ada relasi antara tingkat perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) di suatu negara dengan tingkat inovasi di negara tersebut. Untuk itu, saya mencoba membandingkan antara indeks yang diterbitkan oleh Bloomberg dengan indeks perlindungan HAKI.

Perlindungan HAKI sendiri di Indonesia masih merupakan persoalan yang sangat serius. Bila kita pergi ke berbagai pusat perbelanjaan di Jakarta atau kota-kota lainnya misalnya, dengan mudah kita bisa menemukan berbagai macam produk bajakan, baik musik, film, hingga barang-barang fashion.

Barang-barang tersebut dijual dengan bebas dan tidak ada aparat penegak hukum yang menindaknya. Padahal, Indonesia sendiri sudah memiliki jaminan hukum perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 28 tentang Hak Cipta misalnya, dinyatakan bahwa “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” (Hukum Online, 2015).

Sehubungan dengan topik HAKI dalam tulisan ini, saya ingin merujuk pada International Intellectual Property Rights Index yang diterbitkan oleh Kamar Dagang Amerika Serikat (US Chamber of Commerce) pada tahun 2020. International Intellectual Property Rights Index sendiri merupakan indeks tahunan yang diterbitkan oleh Kamar Dagang Amerika Serikat untuk mengukur tingkat perlindungan HAKI di suatu negara.

Ada 9 indikator yang digunakan oleh US Chamber of Commerce dalam membuat indeks tersebut. Indikator tersebut adalah, perlindungan terhadap hak paten, hak cipta, merek dagang (trademarks), rahasia dagang (trade secrets), hak bagi pemilik HAKI untuk mengkomersialisasikan penemuannya, penegakan dari aparat penegak hukum, efisiensi dari institusi negara, serta ratifikasi dari negara tersebut terhadap Kovenan Perlindungan HAKI internasional (US Chamber of Commerce, 2020).

Hasilnya tidak mengejutkan. Dari 20 negara yang menduduki peringkat teratas dari indeks inovasi Bloomberg, 14 diantaranya juga menduduki 20 peringkat tertinggi dari indeks perlindungan HAKI yang dikeluarkan oleh Kamar Dagang Amerika Serikat. 14 negara tersebut diantaranya adalah Amerika Serikat, Britania Raya, Prancis, Jerman, Swedia, Jepang, Belanda, Irlandia, Swiss, Singapura, Italia, Korea Selatan, Australia, dan Israel (US Chamber of Commerce, 2020).

Hubungan antara perlindungan HAKI dan inovasi tentu bukan suatu hal baru yang saya temukan. Hubungan positif antara perlindungan HAKI dan inovasi merupakan hal yang sudah diketahui oleh banyak akademisi bertahun-tahun yang lalu.

Senior Fellow dari lembaga Center for Strategic and International Studies di Washington D.C., James A. Lewis misalnya, dalam jurnalnya yang berjudul “Intellectual Property Protection: Promoting Innovation in a Global Information Economy”, menulis bahwa perlindungan HAKI sangat krusial untuk mendorong inovasi. Lewis menulis bahwa, perlindungan terhadap HAKI merupakan hal yang sangat penting, terlebih lagi di dalam konteks ekonomi global yang bertumpu pada informasi, di mana penciptaan ide-ide baru merupakan aktivitas ekonomi yang paling bernilai tinggi (Lewis, 2008).

Lewis menulis bahwa, kegiatan inovasi merupakan sesuatu yang memiliki resiko tinggi. Setiap inovator, mendapatkan manfaat dari inovasi yang dibuatnya melalui penjualan produk inovasinya di masa depan. Tanpa adanya perlindungan terhadap HAKI, maka orang lain dapat dengan mudah mencuri hasil karya dari inovator tersebut, dan mendapatkan keuntungan dari ide orang lain tanpa menanggung resiko yang harus dihadapi oleh inovator karya tersebut (Lewis, 2008).

Tanpa adanya perlindungan bagi setiap orang atas ide dan hasil karyanya, maka hal tersebut akan semakin mengecilkan insentif bagi seseorang untuk berpikir kreatif dan berinovasi. Untuk apa seseorang besusah-susah mencari ide-ide baru, bila ada pihak lain yang bisa mendapat mendapat keuntungan dari mencuri hasil pemikiran orang yang memiliki ide orisinal tersebut?

Melalui perlindungan HAKI, setiap individu akan mendapatkan perlindungan untuk mendapatkan manfaat dari hasil karya dan kreatifitasnya. Dengan demikian, inovasi akan semakin meningkat karena setiap orang akan memiliki insentif yang lebih besar untuk membuahkan hasil karya baru yang akan sangat bermanfaat bagi umat manusia.

Originally published here.

Share

Follow:

More Posts

Subscribe to our Newsletter

Scroll to top
en_USEN

Follow us

Contact Info

712 H St NE PMB 94982
Washington, DC 20002

© COPYRIGHT 2024, CONSUMER CHOICE CENTER