Harm Reduction merupakan istilah yang mungkin masih terdengar asing bagi banyak masyarakat Indonesia. Istilah ini umumnya merujuk pada advokasi dan upaya untuk mengurangi resiko dampak suatu hal atau perilaku yang bisa membahayakan kesehatan seorang individu, atau sebuah komunitas, seperti rokok, alkohol, atau obat-obatan terlarang.
Saat ini, sudah hampir mustahil bisa dibantah lagi, bahwa obat-obatan terlarang seperti penggunaan narkoba dan zat-zat psikotropika, konsumsi rokok dan minuman beralkohol secara berlebihan, atau perilaku kegiatan seksual yang berganti-ganti pasangan adalah hal yang berbahaya. Rokok misalnya, secara ilmiah sudah terbukti dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis seperti kanker dan serangan jantung, dan perilaku seksual yang berganti-ganti pasangan dapat berpotensi menimbulkan berbagai penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS.Untuk itu, advokasi harm reduction adalah hal yang sangat penting untuk digaungkan demi mencegah dampak buruk dari berbagai hal tersebut terhadap individu dan masyarakat. Terkait dengan penyebaran penyakit menular seksual misalnya, advokasi penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom merupakan salah satu advokasi harm reduction yang kerap digaungkan oleh berbagai aktivis dan organisasi-organisasi sipil.
Sementara itu, terkait dengan penggunaan zat-zat psikotropika, beberapa negara di dunia sudah mengeluarkan berbagai kebijakan yang berujuan untuk harm reduction dampak dari zat-zat tersebut. Portugal misalnya, pada tahun 2001 menjadi negara pelopor yang mengeluarkan kebijakan dekriminalisasi terhadap penggunaan seluruh narkoba. Tidak hanya itu, Pemerintah Portugal juga menyediakan layanan pemberian narkoba seperti heroin dan kokain kepada para pecandu dengan dosis yang dianggap aman (Time.com, 1/8/2018).
Sebagaimana dengan pengunaan obat-obatan terlarang dan perilaku seksual yang berganti-ganti pasangan, berbagai pihak juga mengusahakan upaya harm reduction untuk konsumsi produk tembakau seperti rokok yang berbahaya bagi kesehatan. Sebagaimana yang sudah diketahui secara umum, rokok adalah salah satu produk yang paling adiktif, dan mereka yang sudah menjadi penggunanya, terlebih yang sudah mengkonsumsi rokok setiap hari selama bertahun-tahun, sangat sulit untuk menghentikan kebiasaan yang sangat berbahaya tersebut.
Indonesia sendiri misalnya, merupakan salah satu negara dengan persentase perokok aktif yang tertinggi di dunia. Pada tahun 2020 lalu, 39,9% penduduk Indonesia, atau sekitar 57 juta orang, adalah perokok aktif (economy.okezone.com, 13/12/2020). Perokok di Indonesia juga didominasi oleh laki-laki dewasa, yakni sebanyak 62,9% laki-laki dewasa di Indonesia adalah perokok aktif (suara.com, 19/11/2020).Hal ini tentu adalah sesuatu yang sangat memprihatinkan. Konsumsi rokok yang tinggi di Indonesia telah menyebabkan banyak penyakit kronis hingga kematian yang disebabkan oleh konsumsi produk tersebut, Setiap tahunnya misalnya, di Indonesia, sekitar 225.000 orang meninggal disebabkan karena penyakit akibat penggunaan rokok (who.int, 30/5/2020).
Tingkat penggunaan rokok yang tinggi di Indonesia tentu juga tidak bisa dihilangkan atau diatasi dengan mudah, seperti dengan melarang paksa produk tersebut. Rokok merupakan bagian dari keseharian jutaan masyarakat Indonesia selama berhari-hari, dan pelarangan atau pembatasan penggunaan rokok tentu adalah kebijakan yang tidak efektif. Selain itu, bukan tidak mungkin langkah tersebut justru menjadi kebijakan yang kontra-produktif karena akan semakin meningkatkan penjualan rokok ilegal yang pastinya jauh lebih berbahaya karena peredarannya tidak diatur dan diregulasi oleh pemerintah.
Untuk itu, adanya produk yang lebih aman untuk dapat menggantikan rokok merupakan sesuatu yang sangat penting, demi mereduksi dampak negatif yang disebabkan dari rokok. Salah satu dari produk tersebut yang terbukti jauh lebih aman daripada rokok adalah rokok elektronik, atau yang dikenal dengan nama vape.Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh lembaga kesehatan publik Inggris, Public Health England (PHE), rokok elektronik atau vape adalah produk yang 95% lebih aman daripada rokok konvensional yang dibakar (Public Health England, 2015). Hal ini disebabkan karena dua bahan utama yang terkandung dalam cairan yang digunakan oleh rokok elektronik adalah bahan yang dikenal dengan nama propylene glycol (PG) dan vegetable glycerin (VG).
PG dan VG sendiri adalah bahan yang digunakan untuk membentuk uap dan menambah rasa di produk rokok elektronik. Kedua bahan tersebut merupakan bahan yang umum dan digunakan dalam berbagai makanan, seperti perasa kue, dan telah dinyatakan aman oleh berbagai lembaga regulator di seluruh dunia, salah satunya adalah oleh lembaga regulasi obat dan makanan Amerika Serikat, U.S. Food and Drugs Administration (FDA) (U.S. Food and Drugs Administration, 2019). Dengan melegalkan dan menyediakan produk alternatif yang lebih aman, diharapkan para perokok di Indonesia dapat semakin terbantu untuk mereka dapat menghilangkan kebiasaan merokok mereka, yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Kebijakan yang berorientasi pada harm reduction terhadap dampak negatif rokok sendiri merupakan kebijakan yang sudah diberlakukan di berbagai negara, salah satunya adalah di Inggris.
Pasca laporan PHE tahun 2015 mengenai dampak vape yang lebih aman dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar, Pemerintah Inggris lantas memberlakukan kebijakan kesehatan publik yang berorientasi pada harm reduction. Lembaga kesehatan nasional Inggris, National Health Service (NHS) misalnya, mengadvokasi penggunaan vape kepada para perokok untuk membantu mereka berhenti dari kebiasaan merokoknya. Produk-produk vape juga dijual di berbagai rumah sakit di Inggris (Consumer Choice Center, 2020).
Hal ini pula yang diungkapkan oleh Direktur World Vaper’s Alliance (WVA), Michael Landl. WVA sendiri merupakan organisasi pegiat hak-hak vapers di seluruh dunia dan untuk melawan berbagai miskonsepsi terhadap produk-produk vape, dan mendukung regulasi yang baik.Landl, dalam salah satu interview yang saya lakukan, mengatakan bahwa saat ini, Inggris merupakan salah satu negara yang memiliki kebijakan paling baik terkait dengan regulasi vape. Pemerintah Inggris secara aktif mengadvokasi warganya yang perokok, yang belum siap berhenti, untuk mengganti kebiasaannya ke rokok elektronik atau vape (Landl, 2021). Dampak dari kebijakan tersebut sangat positif. Kebijakan kesehatan publik yang berorientasi pada harm reduction dampak rokok melalui advokasi penggunaan vape telah berhasil membuat 1,5 juta perokok di Inggris menghentikan kebiasaan merokoknya (Consumer Choice Center, 2020).
Di Indonesia sendiri, agar upaya harm reduction dapat berhasil, ada beberapa aspek yang sangat penting untuk diperhatikan. Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan, FISIPOL, Universitas Gadjah Mada (UGM), Wawan Mas’udi, menulis bahwa setidaknya ada empat poin penting agar upaya harm reduction dapat berjalan dengan baik di negeri kita (vapemagz.co.id, 18/9/2020).
Pertama, harus ada sistem dan rezim pemerintahan yang berorientasi pada resiko untuk mempertimbangkan kebijakan yang akan diambil. Hal tersebut merupakan prasyarat pokok yang sangat penting. Kedua, harus ada sistem kelembagaan yang dapat mendukung pemberlakuan dari upaya harm reduction, dan harus ada sinergi yang baik antar sektor kelembagaan tersebut.
Ketiga, harus ada langkah yang menguatkan keterlibatan dari komunitas agar upaya tersebut dapat berjalan efektif dan mendapat dukungan dari masyarakat. Dan yang terakhir, harus ada sumber daya personil yang terampil dan memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan serta meyakinkan para pemangku kepentingan agar upaya harm reduction tersebut dapat berjalan dengan baik. Melalui keempat aspek tersebut, diharapkan upaya harm reduction dalam rangak mengurangi dampak negatif dari rokok bisa berjalan lancar di Indonesia.
Sebagai penutup, upaya harm reduction sangat penting untuk meminimalisir dampak negatif dari berbagai produk atau perilaku yang dapat membahayakan kesehatan seseorang atau komunitas. Untuk itu, diharapkan Pemerintah Indonesia serta berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mendukung berbagai upaya tersebut, untuk menciptakan Indonesia yang lebih sehat di masa yang akan datang.
Originally published here.