Sudah menjadi rahasia umum bahwa, rokok merupakan salah satu musuh besar kesehatan publik yang ada di dunia. Di dalam sebatang rokok, terkandung berbagai komponen yang, bila dikonsumsi secara rutin dalam waktu tertentu, bisa menyebabkan berbagai penyakit kronis, seperti kanker dan serangan jantung.
Tidak hanya itu, rokok juga mengandung nikotin yang membuat penggunanya menjadi kecanduan, dan sangat sulit untuk berhenti merokok. Adanya berbagai zat beracun yang membuat penyakit kronis, hingga zat yang membuat penggunanya kecanduan, merupakan kombinasi yang mematikan yang harus dihadapi oleh para perokok.
Oleh karena itu, berbagai yurisdiksi di seluruh dunia memberlakukan berbagai regulasi dan aturan ketat yang mengatur segala aspek industri rokok, mulai dari produksi, distribusi, dan juga konsumsi rokok. Adanya aturan ini bermacam-macam, mulai dari yang paling ringan, seperti mengenakan pajak dan cukai tinggi untuk produk-produk tembakau, hingga yang paling berat, seperti pelarangan total seluruh kegiatan produksi dan konsumsi produk-produk hasil olahan tembakau.
Sebagaimana dengan negara-negara lainnya, Indonesia juga memiliki serangkaian kebijakan yang bertujuan untuk meregulasi dan mengatur peredaran dan konsumsi rokok atau produk tembakau lainnya. Beberapa diantaranya yang sangat umum dan bisa kita amati adalah kewajiban bagi produsen rokok untuk mencantumkan dampak berbahaya dari rokok, adanya cukai rokok yang semakin meningkat, larangan iklan rokok dengan menunjukkan produknya di televisi, dan lain sebagainya.
Namun, sepertinya berbagai upaya tersebut memilki dampak yang belum cukup. Dilansir dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) misalnya, Indonesia mengalami peningkatan jumlah perokok dalam kurun waktu 1 dekade (2011 – 2021), dari 60,3 juta menjadi 69,1 juta (badankebijakan.kemkes.go.id, 3/6/2022). Hal ini tentu tidak mengherankan, mengingat bahwa rokok mengandung zat yang dapat membuat penggunanya mengalami kecanduan dan sulit untuk berhenti.
Dengan demikian, dibutuhkan berbagai kebijakan lain yang ditujukan untuk mengurangi jumlah perokok yang ada di Indonesia, yang berfokus pada masalah besar yang membuat seseorag tidak bisa berhenti merokok, yakni karena rokok mengandung zat yang membuat penggunanya mengalami kecanduan. Salah satu dari langkah yang bisa dilakukan adalah dengan menyediakan produk alternatif dari rokok, yang terbukti jauh lebih tidak berbahaya.
Pada tahun 2015 lalu, lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England (PHE), mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang 95% jauh lebih tidak berbahaya dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Oleh karena itu, vape merupakan salah satu alat yang bisa digunakan untuk membantu perokok untuk berhenti merokok (theguardian.com, 28/12/2018).
Inggris sendiri menjadi salah satu negara yang secara resmi sudah menjadikan vape sebagai salah satu alat yang bisa digunakan oleh para perokok untuk berhenti merokok. Badan kesehatan Inggris, National Health Service (NHS) misalnya, menyatakan bahwa vape bisa membantu perokok untuk mengatur dan mengelola keinginan mereka akan nikotin, Telah ada banyak bukti orang-orang perokok yang dapat menghentikan kebiasaan merokoknya dengan bantuan vape (nhs.uk, 10/10/2022).
Sayangnya, diseminasi informasi mengenai upaya harm reduction untuk mengurangi jumlah perokok dengan bantuan vape dan produk nikotin alternatif lainnya masih sangat kurang, termasuk juga di Indonesia. Untuk itu, diperlukan semakin banyak diseminasi informasi mengenai hal tersebut agar para perokok dapat semakin terbantu untuk berhenti, dan jumlah perokok aktif dapat semakin ditekan dan berkurang.
Pada tanggal 10 Mei 2023 lalu misalnya, diselenggarakan acara Innovation Summit Southeast Asia 2023 oleh lembaga Center for Market Education (CME), Property Rights Alliance, dan Tholos Foundation. Acara tersebut dilaksanakan di ibukota Malaysia, Kuala Lumpur, dan membahas berbagai topik seputar inovasi, baik dari sisi institusi, aspek ketahanan pangan, perdagangan bebas,dan juga harm reduction (gatra.com, 2/6/2023).
Dalam salah satu panel yang membahas mengenai harm reduction misalnya, para panelis menyatakan bahwa sangat penting untuk mengimplementasikan program harm reduction yang bertumpu pada inovasi, salah satunya adalah melalui produk-produk nikotin alternatif. Pelarangan belaka merupakan kebijakan yang tidak efektif karena setiap individu akan cenderung berupaya untuk mencari kesenangan, salah satunya tentu melalui rokok.
Untuk itu dibutuhkan serangkaian kebijakan agar program harm reduction bisa terlaksana dengan baik. Misalnya, dengan kebijakan perpajakan yang berbeda untuk mendorong inovasi dan meningkatkan insentif perokok untuk beralih ke produk lain yang terbukti lebih aman (gatra.com, 2/6/2023).
Dalam panel tersebut disampaikan juga mengenai “The Tobacco Control Plan for England” yang dirilis oleh Pemerintah Inggris pada tahun 2017 lalu. Dalam rencana tersebut, disampaikan mengenai peroduk alternatif yang bisa berperan mengurangi berbagai resiko kesehatan yang disebabkan oleh rokok. Tidak hanya Inggris, Jepang juga menjadi salah satu negara yang memperkenalkan produk nikotin alternatif pada tahun 2013 dengan pengguna yang semakin meningkat, dan jumlah perokok yang semakin menurun (vapeboss.co.id, 29/5/2023).
Di sisi lain, bila ada negara yang mengambil langkah pelarangan, bukan tidak mungkin hal tersebut justru akan menjadi hal yang kontra produktif, karena akan semakin menyuburkan peredaran produk-produk ilegal. Selain itu, melalui pelarangan, hal ini juga akan semakin membuka kesempatan korupsi yang lebih besar liputan6.com, 22/5/2023).
Sebagai penutup, adanya acara seperti Innovation Summit Southeast Asia 2023 ini merupakan sesuatu yang penting untuk menyebarkan pentingnya inovasi, dan juga mendiseminasikan informasi mengenai harm reduction. Terlebih lagi, Indonesia sendiri merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi perokok tertinggi di dunia.
Semoga, melalui diseminasi informasi mengenai harm reduction yang semakin meningkat, akan semakin banyak perokok di Indonesia yang beralih ke produk lain yang lebih tidak berbahaya. Dengan demikian, akan semakin sedikit perokok aktif di Indonesia, dan kesehatan publik akan semakin membaik.
Originally published here