Mengapa Investor Asing Malas Investasi di Indonesia?

Beberapa waktu lalu, salah satu perusahaan elektronik terbesar di dunia, LG, memutuskan untuk mengundurkan diri dari investasi proyek baterai nikel yang digagas pemerintah, Awalnya, perusahaan konsorium LG sepakat untuk berinvestasi 2 miliar USD, tetapi rencana tersebut gagal. Berdasarkan kabar yang diketahui, perusahaan asal Korea Selatan tersebut takut akan mengalami kerugian (bisnis.com, 24/4/2025).

Investasi merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Melalui investasi, kapasitas produksi akan meningkat. Dengan demikian, pendapatan masyarakat juga akan meningkat dan mendorong konsumsi berbagai barang dan jasa.

Tetapi, mendorong investasi bukan merupakan sesuatu yang mudah. Ada banyak aspek yang harus diperhatikan. Salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah adanya kepastian dan penegakan hukum yang tegas (rule of law) dan juga kemudahan untuk membuka usaha.

Regulasi yang terlalu ketat dan juga penegakan hukum yang lemah sudah menjadi salah satu permasalahan yang menjadi rahasia umum di Indonesia. Hal ini dialami bukan hanya oleh investor asing, tetapi juga oleh berbagai pelaku usaha lokal. Mulai dari izin yang sulit, hingga banyaknya mislanya praktik-praktik premanisme yang meminta uang keamanan secara paksa (protection racket) yang tidak diatasi oleh penegak hukum.

Beberapa waktu lalu misalnya, para pengusaha dari Jepang memberikan beberapa keluhan yang mereka alami ketika mereka hendak menanamkan modal mereka di tanah air. Pengusaha asal negeri matahari terbit tersebut harus berhadapan dengan berbagai regulasi yang terlalu ketat dan lama.

Hal-hal yang dikeluhkan tersebut diantaranya proses pembebasan lahan unutk membangun pabrik atau properti yang terlalu lamban. Selain itu, adanya larangan impor bahan mentah tertentu, dan adanya pembatasan tenaga kerja asing juga menjadi permasalahan yang dikeluhkan oleh para investor dari Jepang. Padahal, tidak banyak pekerja lokal yang memiliki kemampuan yang memadai (cnnindonesia.com, 3/6/2015).

Pandangan serupa juga disampaikan oleh mantan Gubernur Bank Indonesia, Burhanudin Abdulah. Beliau mengatakan bahwa investor asing di Indonesia cenderung tidak mau menanamkan modal di Indonesia karena tidak adanya kepastian hukum di Indonesia. Selain itu, regulasi yang ketat dan tingkat korupsi yang tinggi juga membuat banyak investor asing enggan untuk membawa uang mereka ke tanah air (tempo.co, 5/2/2025).

Padahal, Presiden Prabowo menetapkan target yang tinggi untuk pertumbuhan ekonomi, hingga 8%. Hal ini sulit dicapai mengingat Inkremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia sangat rendah, yakni 6,5%. Dengan skor ICOR yang rendah tersebut, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang sesuai target presiden dibutuhkan investasi hingga bernilai 12 ribu triliun rupiah, atau sekitar 740 miliar USD (tempo.co, 5/2/2025).

Untuk itu, dibutuhkan reformasi regulasi dan juga perubahan tatanan aturan yang signifikan agar lebih banyak pemodal dan investor yang bersedia menanamkan uang mereka di Indonesia. Berdasarkan survei Bank Dunia bertajuk  Global Investment Competitiveness (GIC), Indonesia merupakan negara yang paling restriktif untuk penanaman modal asing (foreign direct investment) (cnbcindonesia.com, 4/9/2020).

Membuka pintu untuk mendatangkan investasi dari luar negeri merupakan salah satu aspek kebijakan yang sangat penting untuk diperhatikan dan sangat penting untuk menunjang pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas. Tidak hanya itu, investor asing juga tidak hanya akan membawa modal yang sangat dibutuhkan, tetapi juga akan diikuti dengan transfer teknologi, terutama dari negara maju kepada negara berkembang seperti Indonesia.

Berdasarkan peringkat indeks kemudahan berusaha (Ease of Doing Business) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia misalnya, Indonesia menduduki peringkat 73 ari 190 negara. Di kawasan Asia Pasifik misalnya, peringkat Indonesia berada di bawah negara-negara tetangganya, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan juga Vietnam (World Bank, 2020).

Dalam peringkat tersebut, terdapat berbagai indikator yang sangat penting untuk direformasi agar kemudahan berusaha di Indonesia dapat lebih baik. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah yang terkait dengan kemudahan untuk memulai usaha, kebebasan untuk berdagang lintas batas dengan pihak-pihak di luar negeri, dan juga sulitnya untuk memastikan kontrak yang sudah disepakati untuk ditegakkan sesuai dengan kesepakatan tersebut (World Bank, 2020).

Bank Dunia bukan satu-satunya lembaga yang memberikan peringkat rendah terkait dengan kebebasan berusaha di Indonesia. Beberapa waktu lalu misalnya, lembaga riset asal Amerika Serikat, Tholos Foundation, mengeluarkan laporan International Index Trade Barrier 2025. Indeks tersebut menempatkan Indonesia di posisi paling bawah, yakni di posisi 122 dari 122 negara, sebagai negara dengan tingkat restriksi perdagangan paling buruk di dunia (tempo.co, 15/5/2025).

Tidak mengherankan misalnya, akhir-akhir ini terdapat berbagai kasus di mana perusahaan multinasional yang menginvestasikan modalnya dalam jumlah yang sangat besar di negara tetangga Indonesia, sementara di tanah air mereka menanamkan dananya dalam jumlah yang sangat kecil. Perusahaan teknologi multinasional Apple misalnya, pada tahun 2024 menanamkan modal hingga 255 triliun rupiah di Vietnam, sementara Indonesia hanya mendapatkan dana 1,6 triliun rupiah dalam bentuk infrasturktur pendidikan Apple Developer Academy (kompas.com, 13/11/2024).

Jumlah tersebut tentu merupakan perbandingan yang sangat kontras, sekaligus cukup memalukan bagi pemerintah Indonesia dalam kemampuan mereka untuk menarik investasi dari luar negeri. Investor besar Ray Dalio misalnya, belum lama ini mengungkapkan bahwa ada banyak masalah yang harus dibereskan di Indonesia, mulai dari birokrasi yang rumit, kemudahan melakukan usaha, hingga praktik korupsi yang sangat luas (cnbcindonesia.com, 11/3/2025).

Sebagai penutup, masuknya dana investasi yang besar dari luar negeri merupakan faktor yang sangat penting bagi sebuah negara untuk bisa mengembangkan dan menumbuhkan ekonomi, terlebih lagi negara yang masih berkembang seperti Indonesia. Untuk itu, berbagai hambatan dan masalah yang dapat menjauhkan investor luar negeri dari Indonesia, seperti birokrasi yang rumit hingga kesulitan memulai usaha, harus segera diatasi, agar Indonesia bisa menjadi negara yang semakin maju dan sejahtera di masa yang akan datang.

Originally published here

Share

Follow:

Other Media Hits

Subscribe to our Newsletter