Pelanggaran hak kekayaan intelektual merupakan salah satu fenomena yang sangat menjamur dan umum yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk juga di Indonesia.
Dengan sangat mudah, kita semua bisa menemukan berbagai produk dan barang-barang bajakan yang dijual di berbagai tempat dan platform, baik secara offline maupun secara daring.
Bila kita berselancar di dunia maya misalnya, kita bisa dengan mudah menemukan berbagai produk-produk bajakan yang dijual secara bebas, seperti produk fashion, elektronik, dan lain sebagainya.
Tentunya, harga produk yang dijual tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan produk yang asli, yang menjadi daya tarik utama bagi pembeli untuk mendapatkan barang tersebut.
Hal yang sama juga terjadi bila kita berkunjung ke berbagai pertokoan dan pusat perbelanjaan di berbagai kota di Indonesia. Dengan sangat mudah kita bisa menemukan berbagai produk bajakan yang dijual secara bebas. Hal ini tentunya merupakan praktik yang sangat merugikan para inovator dan juga para pelaku industri.
Kalau hal ini tetap dibiarkan, bukan tidak mungkin nanti insentif para pelaku industri dan juga inovator untuk berkreasi dan berinovasi akan semakin berkurang dan menurun.
Hal ini dikarenakan mereka tidak bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang mereka buat, dan karya hasil usaha mereka bisa dengan mudah dicuri oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Bila tidak ada langkah yang tegas, maka ini akan menimbulkan dampak yang negatif. Bila insentif untuk berkarya dan berinovasi dari para inovator dan pelaku usaha semakin berkurang, maka industri tidak akan berkembang.
Dengan demikian, lapangan kerja bagi masyarakat juga akan semakin berkurang, dan semakin sedikit orang yang bisa mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Di Indonesia misalnya, berbagai praktik pembajakan yang sangat marak terjadi telah membawa kerugian yang sangat besar. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh lembaga Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), yang bekerja sama dengan Institute for Economic Analysis of Law & Policy Universitas Pelita Harapan (IEALP UPH), kerugian ekonomi yang disebabkan banyaknya peredaran produk palsu di Indonesia mencapai hingga 967 miliar, dan juga mengurangi lebih dari 2 juta lapangan pekerjaan (krjogja.com, 13/9/2023).
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh MIAP, perangkat lunak atau software menduduki peringkat pertama produk yang paling rentan untuk dipalsukan, sebesar 84,25%. Hal ini diikuti dengan produk-produk kosmetik sebesar 50%, farmasi 40%, pakaian dan barang kulit sebesar 38%, makanan dan minuman sebesar 20%, dan juga suku cadang otomotif beserta pelumas sebesar 15% (krjogja.com, 13/9/2023).
Angka di atas 900 miliar tersebut tentu bukan angka yang sedikit. Terlebih lagi, angka 2 juta lapangan pekerjaan yang hilang karena pembajakan tentu merupakan jumlah yang sangat besar. Maka dari itu, pemerintah dan juga lembaga regulasi terkait harus didorong untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Pemerintah sendiri, melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap beredarnya banyak barang-barang palsu di pasar Indonesia. Hal ini berlaku tidak hanya yang dijual di pusat perbelanjaan tetapi juga toko daring.
DJKI Kemenkumham sendiri telah melakukan sertifikasi di 87 pusat perbelanjaan di seluruh Indonesia sejak tahun 2021 lalu. Sertifikasi tersebut dilakukan agar berbagai mall dan pusat perbelanjaan tidak lagi menggunakan berbagai merek palsu dalam berbagai aktivitas perdagangan yang mereka lakukan, dan saat ini DJKI akan semakin meningkatkan program sertifikasi tersebut.
Sejak tahun 2021 lalu misalnya, pemerintah sudah membentuk satuan tugas operasi (Satgas Ops) anti pembajakan untuk mengatasi permasalahan pembajakan di Indonesia.
Satgas ini terdiri dari berbagai lembaga pemerintah, di antaranya Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Bareskrim Polri, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (cnnindonesia.com, 10/10/2021).
Adanya satgas ini tentu merupakan hal yang patut diapresiasi, mengingat pembajakan di Indonesia merupakan praktik yang sangat masif. Karena buruknya penegakan perlindungan hak kekayaan intelektual di negara kita misalnya, Indonesia dimasukkan oleh badan Amerika Serikat, United States Trade Representative (USTR) sebagai salah satu negara dalam priority watch list, bersama dengan 6 negara lainnya, diantaranya Argentina, Chile, China, India, Rusia, dan Venezuela (ustr.gov, 26/4/2023).
Hal ini tentu merupakan sesuatu yang patut kita perhatikan dan kita atasi. Bukan tidak mungkin, peringatan dari USTR tersebut juga kana membawa dampak bagi iklim investasi di Indonesia, khususnya yang terkait dengan industri kreati. Bila demikian, tentu masyarakat Indonesia yang akan mengalami kerugian, karena lapangan kerja menjadi semakin sedikit.
Sebagai penutup, pembajakan merupakan salah satu masalah besar di Indonesia yang harus segera kita atasi bersama, dan telah menimbulkan kerugian yang sangat besar. Diharapkan, melalui berbagai reformasi kebijakan dan juga pembentukan satgas tersebut, perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia bisa semakin baik.
Originally published here