fbpx

Jour : 15 décembre 2021

Pentingnya Meninjau Ulang Kebijakan Cukai Vape en Indonésie

Industri vape merupakan salah satu sektor industri yang berkembang cukup pesat di Indonesia. Dari tahun ke tahun, jumlah pengguna et nilai industri vape di negara kita terus meningkat.

Pada tahun 2020 misalnya, jumlah pengguna rokok elektronik atau vape di Indonesia mencapai 2,2 juta pengguna. Angka yang sangat tinggi ini juga dibarengi dengan jumlah penjual vape yang mencapai 5000 penjual di seluruh Indonesia, berdasarkan daria dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) (liputan6.com, 22/7/2020).

Jumlah yang tinggi ini merupakan peningkatan yang pesat dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2018 misalnya, tercatat jumlah pengguna vape atau rokok elektronik di Indonesia mencapai 1,2 juta orang (industri.kontan.co.id, 22/3/2019).

Industri vape yang meningkat ini tentu juga berpotensi besar akan membawa manfaat ekonomi bagi banyak orang, salah satunya adalah membuka semakin banyak lapangan kerja. Dengan semakin berkembangnya industri ini, pembukaan lapangan kerja yang lebih banyak tentu akan sangat memberi manfaat bagi banyak orang.

Tetapi, tidak semua pihak menyambut positive fenomena ini. Tidak sedikit pula pihak-pihak yang memiliki sikap kekhawatiran dan juga pandangan yang sangat melihat fenomena semakin meningkatnya pengguna vape di Indonesia, dan mengadvokasi berbagai kebijakan yang dianggap dapat menanggulangi fenomena tersebut.

Berbagai kebijakan ini ada berbagai macam bentuknya, mulai dari pelarangan total, sampai dengan berbagai kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi insentif seseorang untuk menggunakan berbagai produk-produk rokok elektronik, salah satunya adalah menetapkan cukai untuk produk-produk rokok elektronik, untuk meningkatkan harga tersebut. Kebijakan ini misalnya, sudah diterapkan di negara kita pada tahun 2018 lalu.

Pada tahun 2018 misalnya, Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menerapkan 57% cukai untuk produk-produk cairan vape. Hal ini dikarenakan para pengguna vape dianggap cenderung sebagai orang-orang yang berpenghasilan menengah ke atas, dan juga kebijakan etrsebut diberlakukan sebagai upaya pengendalian konsumsi, salah staunya adalah mencegah anak-anak untuk mengkonsumsi produk-produk tersebut. Selain itu, kebijakan cukai tersebut juga merupakan pengejewantahan dari Undang-Undang No 39 tahun 2007 tentang Cukai (cnbcindonesia.com, 9/1/2018).

Kebijakan cukai vape ini bagi sebagian kalngan dianggap sebagai sesuatu yang wajar, sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi dan mengendalikan penggunaan dan konsumsi vape. Hal ini juga merupakan kebijakan yang sama diberlakukan ke berbagai produk-produk konsumsi lain yang dianggap memiliki dampak négatif bagi kesehatan, seperti rokok konvensional yang dibakar dan juga minuman beralkohol.

Meskipun demikian, masih terdapat masalah dari penerapan aturan cukai tersebut untuk produk-produk rokok elektronik. Salah satunya adalah penerapan kebiajkan cukai yang tidak sama dan setara antara dua produk rokok elektronik, yakni rokok elektronik yang sistemnya terbuka dan juga tertutup.

Singkatnya, vape dengan sistem terbuka mengizinkan penggunanya untuk memilih pilihan liquide lebih banyak dan dari berbagai produk yang tersedia. Sementara itu, vape dengan sistem tertutup untuk pilihan rasanya cenderung lebih sedikit, dan pilihannya hanya tersedia untuk pilihan yang disediakan oleh produsen vape tersebut. Tetapi keuntungannya, tidak seperti vape dengan sistem terbuka lebih simple untuk digunakan dan tidak perlu dibersihkan secara lebih sering dengan dibandingkan vape yang menggunakan sistem terbuka (breazy.com, 15/1/2019).

Kembali ke pembahasan mengenai cukai, dalam penerapannya di Indonesia, terjadi pembedaan yang signifikan antara cukai yang diberlakukan untuk vape dengan sistem yang terbuka dan sistem yang tertutup. Berdasarkan pernyataan dari Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPNINDO), dalam penerapannya, regulasi dalam bentuk cukai untuk produk vape dengan sistem tertutup 11 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan vape yang menggunakan sistem terbuka (tribunnews.com, 16/9/2021).

Hal ini dikarenakan, cukai pada cairan vape dengan sistem terbuka dihitung berdasarkan mililiter cairan tersebut, sementara, vape dengan sistem tertutup menggunakan perhitungan berdasarkan par kontainer dari liquid vape tersebut. Akibatnya, dalam penerapannya, cukai vape dengan sistem kontainer yang tertutup ini menjadi sangat tinggi bila dibandingkan dengan vape dengan sistem yang terbuka (tribunnews.com, 16/09/2021).

Hal ini tentu merupakan sesuatu yang perlu dibenahi. Hal ini dikarenakan, berdasarkan keterangan dari APPNINDO, vape dengan sistem tertutup jauh lebih aman bagi konsumen dikarenakan konsumen hanya bisa menggunakan e-liquid atau cairan yang disediakan oleh produsen. Hal ini dapat mencegah kontaminasi dan pencampuran cairan vape dengan bahan-bahan lain yang sangat berbahaya, dan bisa menimbulkan penyakit berat hingga kehilangan nyawa (tribunnews.com, 16/9/2021).

Terlebih lagi, berdasarkan penelitian dari lembaga kesehatan publik Britania Raya, Public Health England (PHE), vape terbukti merupakan produk 95% lebih tidak nocif bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (gov.uk, 19/8/2015). Hal ini tentu merupakan berita yang sangat positif, terutama bagi para perkok yang ingin menghentikan kebiasaannya.

Sebagai penutup, untuk itu, perlibatan para pelaku industri vape atau rokok elektronik dalam pembuatan kebijakan regulasi produk ini oleh pemerintah dan pengambil kebijakan. adalah hal yang sangat penting. Jangan sampai, kebijakan yang tujuannya untuk melindungi masyarakat malah berbalik arah menjadi kebijakan yang tidak efisien yang justru akan merugikan konsumen, khususnya mereka yang ingin menghentikan kebiasaan merokoknya.

Publié à l'origine ici

Les réglementations gouvernementales menaceraient ce symbole de Noël bien-aimé

Ô sapin de Noël, Ô sapin de Noël, des réglementations gouvernementales sévères te mettent en danger.

Avec Noël si proche, beaucoup d'entre nous dans le Michigan ont profité d'une tradition de vacances commune cette année : trouver le parfait arbre de Noël frais à mettre en place dans notre maison. Malheureusement, les réglementations strictes de l'État pourraient mettre gravement en péril la production d'arbres de Noël du Michigan.

Les arbres de Noël sont très importants dans cet État, à tel point que la gouverneure Gretchen Whitmer a récemment déclaré décembre «Mois de l'arbre de Noël du Michigan.” Au troisième rang du pays pour le nombre d'arbres de Noël récoltés, le Michigan fournit environ 2 millions d'arbres au marché national chaque année, générant une valeur d'environ $40 millions.

Avec plus de 500 fermes d'arbres de Noël sur 37 000 acres dans l'État, cette industrie est extrêmement importante et affecte de nombreux résidents du Michigan.

Cependant, faire pousser des arbres de Noël n'est pas une mince affaire. Selon la Michigan Christmas Tree Association, il faut environ sept ans pour faire pousser un arbre à une hauteur commerciale, bien que cela puisse prendre jusqu'à 15 ans dans certains cas.

De plus, il est courant que les exploitations forestières plantent environ 2 000 arbres par acre, bien que seulement environ 1 250 en moyenne survivre car les infestations de ravageurs, d'insectes et de maladies sont fréquentes. Heureusement, il existe de nombreuses solutions innovantes pour prévenir les infestations et faire en sorte que les producteurs d'arbres de Noël puissent optimiser leurs rendements.

L'une des solutions innovantes répertoriées dans le guide de gestion des ravageurs des arbres de Noël du Michigan 2021 de la Michigan State University est néonicotinoïdes ou néonics, un type d'insecticide avec une structure chimique similaire à la nicotine.

Les néonics ont été largement utilisés dans l'agriculture car ils ciblent efficacement les insectes et les ravageurs tout en étant nettement moins nocifs pour la faune que la plupart des autres insecticides.

Malheureusement, il y a eu des appels pour restreindre les néonics dans le Michigan, ce qui entraînerait de graves dommages économiques pour nos fermes d'arbres de Noël. Juste au début de cette année, un projet de loi a été déposé à la Michigan House qui contenait un langage interdisant l'utilisation des néonics, affirmant que l'insecticide tuerait les populations d'abeilles.

À une certaine époque, beaucoup croyaient que le déclin des populations d'abeilles était le résultat de l'utilisation généralisée de néonics et de substituts tels que sulfoxaflor, bien que cela ait depuis été démystifié. En réalité, la baisse supposée des colonies d'abeilles était le résultat de la façon dont les apiculteurs suivi le nombre d'abeilles ils ont réussi. Selon les recherches d'un groupe international d'écologistes, le nombre de colonies mondiales d'abeilles mellifères a en fait augmenté de 85% depuis 1961.

Si les néonics étaient interdits dans le Michigan, cela pourrait détruire économiquement les fermes d'arbres de Noël et l'industrie de l'État, laissant de nombreux agriculteurs dans le froid après avoir travaillé sans relâche pour rendre nos vacances spéciales au fil des ans.

Au lieu de cela, les législateurs devraient «s'éloigner» de la mauvaise politique et adopter les solutions scientifiques innovantes qui garderont Noël dans le Michigan joyeux et lumineux.

Ouinitialement publié ici

Éditorial sur les produits chimiques COVID et PFAS inutilement alarmiste

Le 24 novembre Horaires du sud de Jersey éditorial titré "COVID et PFAS : Un match pas fait au paradis" soutient que l'exposition au PFAS, une classe de produits chimiques artificiels, réduit potentiellement l'efficacité des vaccins COVID-19 et appelle le New Jersey à évaluer plus avant les risques associés à ces produits chimiques.

Bien qu'une approche de l'eau potable propre aux PFAS soit appropriée, le débat est beaucoup plus nuancé que représenté dans l'éditorial.

Il est vrai que lorsqu'ils sont déversés dans les approvisionnements en eau ou utilisés au-delà des quantités seuils, les PFAS représentent un danger considérable pour notre santé et notre bien-être. Certains produits chimiques individuels nécessitent des réglementations ou potentiellement des interdictions, mais cela ne suffit pas à lui seul à justifier une interdiction générale, quelque chose qui est actuellement tenté au niveau fédéral.

Les SPFA sont un groupe composé de 4 500 à 6 000 produits chimiques. En raison de leur résistance aux liquides et de leurs propriétés d'abaissement de la tension superficielle, les PFAS sont essentiels à la production de nombreux produits de consommation et d'équipements médicaux vitaux. Les produits PFAS ont également assuré la durabilité et la réduction de la contamination des équipements de protection COVID-19.

La l'utilisation des PFAS a diminué, grâce à l'autorégulation des fabricants. La présence de PFAS dans le sang des Américains a diminué et les rejets industriels ont également diminué.

L'interdiction de tous ces produits chimiques ne fera que déplacer la production de PFAS, très probablement, vers la Chine. Cela dit, nous avons besoin d'une évaluation minutieuse des PFAS. Diaboliser ces produits chimiques en tant que groupe n'aide personne, et ce qui implique qu'ils pourraient réduire l'efficacité du vaccin sans preuve est un énorme mauvais service aux lecteurs.

Publié à l'origine ici

Les États-Unis approuveront-ils cette proposition du Congrès d'adopter la réglementation européenne du « principe de précaution » qui étouffe l'innovation ?

Un nouveau projet de loi soutenu par des organisations environnementales et coparrainé par les législateurs progressistes Sens. Elizabeth Warren (D-MA), Bernie Sanders (I-VT) et Cory Booker (D-NJ) copierait les règles alimentaires en Europe et les collerait dans les États Unis.

Le projet de loi s'appelle le Loi sur la protection des enfants américains contre les pesticides toxiques (PACTPA), et cela réorganiserait complètement la façon dont l'Amérique approuve et autorise l'utilisation des pesticides et importerait une approche « de précaution » qui a jusqu'à présent freiné l'agriculture innovante en Europe.

Le fait que les consommateurs, lorsqu'ils ont le choix entre l'agriculture biologique et conventionnelle, choisissent la seconde et non la première, ne joue aucun rôle important dans l'opinion de ces militants. […]…Un modèle européen d'agriculture où les agriculteurs sont beaucoup plus subventionnés que leurs homologues américains pourraient être attrayants pour certains agriculteurs des États-Unis, mais est-ce vraiment l'avenir de l'agriculture que les Américains veulent? Les Américains veulent-ils un modèle dans lequel les agriculteurs dépendent à jamais du gouvernement fédéral, par opposition à une économie de marché où la relation se situe entre les consommateurs et les agriculteurs ?

L'agriculture américaine est un atout trop précieux pour que les législateurs succombent à la pression de personnes qui préfèrent voir l'industrie disparaître plutôt que d'utiliser les avantages de la technologie agricole moderne.

Lisez entièrement l'article ici

Les véhicules électriques pourraient être la prochaine frontière renouvelable de l'Iowa, s'il y a la volonté

À bien des égards, l'Iowa est un pionnier des énergies renouvelables avec des éoliennes générant 60% de l'électricité de l'État l'année dernière et l'État est le leader national de la production de biocarburants.

Les véhicules électriques pourraient être une autre étape que l'Iowa pourrait franchir dans le secteur des énergies renouvelables et les dirigeants à plusieurs niveaux ont déclaré vouloir l'explorer.

"Un projet sur lequel nous travaillons ici à Dubuque est d'électrifier l'ensemble de notre flotte, autant de nos véhicules dans la flotte de la ville, que possible", a déclaré le maire élu de Dubuque, Brad Cavanagh. "Nous parlons donc d'un plan de 10 à 15 ans pour électrifier nos flottes de bus, toutes les voitures que nous avons."

Cavanagh veut utiliser l'argent du projet de loi bipartite sur les infrastructures pour installer davantage de bornes de recharge pour véhicules électriques.

Lisez entièrement l'article ici

proche
fr_FRFR