Apakah Pemerintah Perlu Mengurusi Ongkos Kirim Toko Online?

Beberapa waktu lalu, Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia, Meutya Hafid, mengeluarkan aturan kementerian baru terkait dengan sektor jasa toko daring (online shop). Dalam peraturan menteri tersebut, platform toko daring dibatasi untuk memberikan ongkos kirim gratis kepada penggunanya hanya 3 kali maksimum untuk satu pengguna (jawapos.com, 18/5/2025).

Aturan tersebut tertulis di dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Permen Komdigi) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial. Kementerian Komunikasi dan Digital sendiri menjustifikasi adanya kebijakan ini untuk menciptakan persaingan yang sehat, dalam hal ini antara layanan pos komersial dan juga platform toko digital (jawapos.com, 18/5/2025).

Saat ini, platform toko digital merupakan salah satu sektor usaha yang bersaing cukup ketat. Di Indonesia, ada berbagai platform toko online yang dapat dengan mudah bisa diakses oleh jutaan konsumen di Indonesia. Melalui platform tersebut, para konsumen bisa mendapatkan jutaan jenis barang yang sangat beragam, dengan harga yang lebih terjangkau bila dibandingkan dengan banyak toko offline.

Karena persaingan tersebut, tentu setiap platform menawarkan berbagai promosi dan program untuk menarik konsumen. Salah satu cara yang paling sering dilakukan adalah dengan perang harga, yakni di mana para pelaku usaha saling berkompetisi untuk menawarkan harga semurah mungkin bagi konsumennya, umumnya melalui berbagai promosi dan lain-lain. Selain itu, adanya kupon atau promosi biaya pengiriman gratis juga salah satu langkah yang sering digunakan oleh platfrom toko digital untuk menarik pengguna sebanyak-banyaknya.

Aspek biaya pengiriman merupakan salah satu hal yang kerap membebankan konsumen, apalagi bila pesanan barang tersebut dibeli dari tempat yang cukup jauh, atau bila seseorang membeli banyak barang dari penjual yang berbeda-beda. Dengan demikian, adanya promosi pengiriman paket, seperti pengiriman paket gratis atau diskon, merupakan langkah yang sangat bisa dipahami agar platform tersebut bisa mendapatkan lebih banyak transaksi dari para konsumennya.

Tetapi, bagi sebagian pihak, praktik yang kerap dilakukan oleh para penyedia platform toko daring ini berpotensi menimbulkan praktik yang tidak sehat. Kementerian Komunikasi dan Digital Indonesia misalnya, mengatakan bahwa adanya aturan ini, berbagai platform penyedia layanan toko daring tidak akan melakukan banting harga hingga sampai rendah sekali, bahkan sampai rugi. Hal ini dianggap akan menimbulkan ekosistem yang tidak sehat. Untuk itu, adanya aturan ini ditujukan sebagai langkah strategis untuk memperkuat industri logistik di Indonesia (ayobandung.com, 21/5/2025).

Kementerian Komunikasi dan Digital Indonesia juga menyatakan bahwa industri pos dan logistik di Indonesia bukan hanya sekedar pengantaran barang semata. Namun, industri logistik ini juga merupakan bagian yang sangat penting dari infrastruktur ekonomi Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Digital juga mengatakan bahwa lembaga tersebut harus melindungi para kurir yang merasa terbebani dengan promo pengiriman yang berlebihan (klikmedianetwork.com, 17/5/2025).

Namun, sebagaimana yang bisa diprediksi, aturan ini menimbulkan resistensi dan juga kebingungan dari berbagai pihak platform penyedia jasa toko daring. Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) misalnya, mengatakan bahwa, meskipun pihaknya memahami tujuan dari aturan tersebut, tetapi sangat penting untuk mempertimbangkan dampak kebijkan tersebut, khususnya terhadap para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) (linkumkm.id, 19/5/2025).

Hampir semua toko yang menjadi penjual di platform toko daring merupakan pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah, di mana mereka sangat terbantu karena melalui internet, mereka bisa menjangkau pasar yang sangat luas. Dengan adanya aturan pembatasan promosi ongkos kirim gratis dari pemerintah terhadap platform toko daring, hal ini tentu akan membawa dampak bagi insentif konsumen untuk berbelanja, yang nantinya akan berdampak negatif terhadap para pemilik usaha.

Padahal, berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh We Are Social 2025 misalnya, 47,4% pengguna platform layanan toko daring mengatakan bahwa ongkos kirim gratis merupakan alasan utama mereka untuk berbelanja melalui internet. Berdasarkan penelitian yang lain, yakni riset survei dari Populix, 72% responden menyebutkan gratis ongkos kirim sebagai motivasi mereka berbelanja secara online. Bila pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital memberlakukan kebijakan pembatasan, maka tentu hal tersebut akan memiliki dampak yang tidak kecil terhadap perilaku konsumen (lidik.id, 17/5/2025).

Selain itu, dalam ranah yang lebih luas lagi, perlu dipertanyakan apakah peran pemerintah untuk melakukan kontrol dan ikut campur demi menguntungkan industri tertentu adalah sesuatu yang tepat. Bila pemerintah, dalam hal ini melalui Kementerian Komunikasi dan Digital misalnya, melakukan kebijakan yang ditujukan untuk memperkuat sektor tertentu, hal ini berpotensi justru merugikan lebih banyak pihak, seperti dari pihak konsumen dan pedagang.

Saat ini misalnya, sudah ada 21 juta lebih pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sudah berdagang secara digital (merdeka.com, 7/3/2023). Belum lagi, ada lebih dari 65 juta konsumen yang membeli barang secara online di Indonesia (cnbcindonesia, 26/2/2025). Mereka semua akan terkena dampak yang sangat besar dari adanya aturan pembatasan tersebut, baik dari pihak penjual untuk memperluas pasar, dan dari konsumen untuk menghemat uang mereka.

Menanggapi berbagai tanggapan yang diutarakan oleh berbagai pihak tersebut, Kementerian Komunikasi dan Digital memberi penjelasan baru bahwa, yang diatur oleh pemerintah bukan pemberian layanan pengiriman gratis yang diberikan oleh platform penyedia jasa toko daring, tetapi pemberian potongan harga ongkos kirim oleh pihak kurir. Potongan harga yang dibatasi tersebut adalah diskon yang berada di bawah ongkos asli pengiriman, karena bila diskon ini terjadi terus menerus, maka dampaknya akan serius seperti kurir dibayar rendah & layanan yang makin menurun (kompas.com, 19/05/2025).

Menjawab pernyataan dari Kementerian Komunikasi dan Digital, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mempertanyakan kejelasan teknis dari imlementasi dari adanya aturan tersebut. Kejelasan ini meliputi hal yang sangat krusial seperti pemahaman mengenai bagaimana biaya pokok dihitung, transparansi, dan juga pengawasan. Tanpa adanya kejelasan, implementasi kebijakan ini justru berpotensi akan menjadi beban operasional, tidak hanya kepada pelaku usaha, tetapi juga pelaku logistik yang bergantung pada fitur ongkos kirim gratis. (linkumkm.id, 19/5/2025).

Tanggapan dari Kementerian Komunikasi dan Digital tersebut dalam hal ini juga menimbulkan ironi, di mana fitur yang sudah terbukti sangat disukai konsumen, yakni fitur pengiriman gratis, sebagai suatu ancaman bagi industri logistik, bila ada pihak pelaku usaha logistik yang memberikan promosi tersebut secara bebas. Hal ini merupakan argumen yang absurd bila dilihat dari sudut pandang konsumen dan juga pedagang, terlebih lagi jumlah konsumen dan pedagang yang bertransaksi melalui platform toko daring di Indonesia sangat besar.

Sebagai penutup, secara umum, adanya aturan pemerintah untuk mengatur transaksi dan kegiatan usaha secara berlebihan akan cenderung menimbulkan unintended consequences yang merugikan konsumen dan pelaku usaha. Hal ini termasuk juga aturan untuk mengatur promosi ongkos pengiriman barang yang bisa diberikan kepada konsumen. Sudah selayaknya, aturan yang berlebihan tersebut dievaluasi kembali agar tidak menimbulkan dampak yang kontraproduktif yang merugikan para pedagang dan konsumen di Indonesia.

Originally published here

Share

Follow:

Other Media Hits

Subscribe to our Newsletter