fbpx

Tag: 28. April 2020

Jaminan Hukum atas Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual aus Indonesien

Perlindungan Hak Kekayaan Intellektual (HAKI) merupakan salah satu hak dasar yang dilindungi oleh produk-produk hukum di berbagai negara. Tak hanya itu, jaminan atas HAKI juga dicantumkan oleh beragam dokumen dan kesepakatan international.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Allgemeine Erklärung der Menschenrechte / UDHR) misalnya, dalam Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa, „Setiap manusia memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan, baik secara moral, maupun kepentingan material, yang dihasilkan dari hasil karya saintifik, literatur, maupun seni yang dibuatnya.“

Indonesien sendiri juga sudah memiliki kerangka hukum untuk menjamin HAKI. Diantaranya adalah Undang-Undang Nr. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta und Undang-Undang Nr. 13 Tahun 2016 Tentang Paten. Dalam Pasal 1 UU Hak Cipta misalnya, dinyatakan bahwa „Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.“

Sementara itu, dalam Pasal 1 UU Paten, disebutkan bahwa paten adalah „hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada Erfinder atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lag untuk melaksanakannya.

Sejarah produk hukum perlindungan HAKI di Indonesia juga bisa ditarik hingga sebelum Indonesia merdeka. Pemerintah Kolonial Belanda misalnya, Mitglied lakukan Undang-Undang Merek pada tahun 1885 und Undang-Undang Hak Cipta tahun 1912. Pasca kemerdekaan, tahun 1953, Menteri Kehakiman Republik Indonesien mengeluarkan peraturan nasional pertama tentang paten, yakni Pengumuman Menteri Kehakiman no. JS 41.5.4.

Akan tetapi sayangnya, meskipun Indonesien sudah memiliki kerangka hukum perlindungan HAKI yang diikuti sejarah yang panjang, namun implementasi atas Undang-Undang tersebut masih terlalu minim.

Berdasarkan indeks Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual tahun 2020 dari Kamar Dagang Amerika Serikat (Handelskammer der USA) misalnya, dari 53 negara yang disurvei, Indonesien menduduki peringkat ke 46. Hal tersebut tentu merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan, dan seyogyanya harus bisa diperbaiki di kemudian hari (US-Handelskammer, 2020).

Tidak hanya secara global, Indonesien juga menduduki peringkat bawah dalam hal perlindungan HAKI für negara-negara di kawasan Asia. Handelskammer der USA mencatat bahwa perlindungan hak cipta, ditengah maraknya pembajakan, merupakan salah satu permasalahan besar di Indonesia terkait perlindungan HAKI.

Bagi seseorang yang banyak menghabiskan waktu di Indonesien, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, hal ini tentu merupakan sesuatu yang bisa dengan sangat mudah kita temui. Bila kita pergi ke berbagai pusat perbelanjaan misalnya, kita tidak akan bisa menutup mata dari banyaknya toko-toko yang menjual berbagai produk bajakan, mulai dari film, album musik, ModeSoftware Computer, dan Videospiele. Berbagai produk tersebut dijual dengan harga yang sangat jauh di bawah produk aslinya.

Seseorang misalnya, dapat membeli film atau album lagu dengan harga di bawah Rp10.000, atau membeli produk Mode dengan harga di bawah 10% dari harga aslinya. Hal ini tentu sangat merugikan mereka yang sudah bekerja dan berpikir keras untuk berkarya dan berinovasi.

Selain itu, Handelskammer der USA juga mencatat bahwa Indonesien tidak memiliki penelitian yang sistematis yang meneliti mengenai hubungan antara perlindungan HAKI dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini tentu membuat insentif pemerintah untuk menegakkan aturan perundang-undangan yang melindungi HAKI menjadi berkurang, atau bahkan tidak ada.

Ada beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan antara perlindungan HAKI dengan pertumbuhan ekonomi. Park & Ginarte (1997) misalnya, menemukan ada hubungan yang erat antara kedua hal tersebut. Perlindunan HAKI dapat meningkatkan akumulasi faktor produksi, seperti modal Forschung und Entwicklung. Adanya perlindungan HAKI dapat mendorong mereka yang bergerak di bidang penelitian untuk berinvestasi lebih besar dan mengambil resiko yang lebih tinggi, yang tentu akan mendorong pertumbuhan ekonomi (Mrad, 2017).

Meskipun demikian, Handelskammer der USA juga mencatat ada beberapa perkembangan positif terkait perlindungan HAKI di Indonesia. Diantaranya adalah implementasi perlindungan hak cipta yang lebih baik dalam ranah dunia maya, dengan menutup beberapa situs Streamen gratis, und koordinasi pada tingkat kabinet yang semakin baik terkait penegakan perlindungan HAKI.

Contoh inisiatif kebijakan pemerintah terkait perlindungan HAKI di Indonesia, salah satunya dapat dilihat dari upaya yang dilakukan oleh Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Direktorat Jendral Kekayaan Intellektual (Ditjen KI). Pada tahun 2017 lalu, Ditjen KI-Mitglied lakukan kebijakan untuk memperkuat fungsi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam menegakkan perlindungan HAKI di Indonesia.

Salah satu hal untuk meningkatkan fungsi PPNS Ditjen KI ini diantaranya adalah menambahkan wewenang PPNS untuk melakukan prosa mediasi bila ada sengketa terkait perkara HAKI. Mediasi ini merupakan salah satu bentuk alternatif untuk menyelesaikan sengketa terkait HAKI di luar dari lembaga peradilan (Direktorat Jendral Kekayaan Intellektual, 2017).

Hal ini tentu merupakan sesuatu yang patut dirayakan dan diapresiasi. Perlindungan HAKI di Indonesia tentu merupakan sesuatu yang sangat penting, untuk menjaga hak para inovator, seniman, dan pembuat konten kreatif agar mereka bisa menikmati hasil kerja keras dan kreativitas yang mereka lakukan.

Dengan demikian, diharapkan tentu akan semakin banyak para inovator und orang-orang kreatif yang lahir di Indonesia, yang dapat membawa Damak yang sangat positif bagi perekonomian und peningkatan kesejahteraan.

Ursprünglich veröffentlicht hier.


Das Consumer Choice Center ist die Interessenvertretung der Verbraucher, die die Freiheit des Lebensstils, Innovation, Datenschutz, Wissenschaft und Wahlmöglichkeiten der Verbraucher unterstützt. Unsere Schwerpunkte liegen in den Bereichen Digital, Mobilität, Lifestyle & Konsumgüter sowie Gesundheit & Wissenschaft.

Der CCC vertritt Verbraucher in über 100 Ländern auf der ganzen Welt. Wir beobachten regulatorische Trends in Ottawa, Washington, Brüssel, Genf und anderen Hotspots der Regulierung genau und informieren und aktivieren die Verbraucher, um für #ConsumerChoice zu kämpfen. Erfahren Sie mehr unter verbraucherwahlzentrum.org

Scrolle nach oben
de_DEDE