fbpx

Author: Haikal Kurniawan

Belajar dari Kebijakan Harm Reduction di Inggris untuk Mengurangi Jumlah Konsumsi Rokok

Industri vape atau rokok elektrik saat ini menjadi salah satu industri yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Saat ini, kita bisa dengan mudah menemukan berbagai orang yang menggunakan vape atau rokok elektrik dalam keseharian mereka, khususnya kita yang tinggal di kota-kota besar di seluruh Indonesia.

Pada tahun 2018 lalu misalnya, jumlah pengguna vape atau rokok elektrik di Indonesia adalah sebesar 1,2 juta. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, angka tersebut meningkat signifikan pada tahun 2020, menjadi 2,2 juta pengguna vape yang ada di Indonesia (vapemagz.co.id, 24/01/2021).

Semakin pesatnya industri vape yang ada di Indonesia ini juga tentunya membawa dampak terhadap perekonomian, salah satunya pembukaan lapangan kerja. Pada tahun 2022 kemarin misalnya, berdasarkan data dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), terdapat lebih dari 100 distributor atau agen dan 200 produsen vape yang ada di Indonesia. Hal tersebut telah mampu menyerap sekitar 80.000 sampai dengan 100.000 tenaga kerja (liputan6.com, 13/6/2022).

Akan tetapi, tentunya tidak sedikit pihak-pihak yang memiliki kekhawatiran dan pandangan negatif terhadap semakin meningkatnya industri vape tersebut. Beberapa organisasi medis di Indonesia misalnya, meminta pemerintah untuk melarang peredaran vape karena dianggap sama berbahayanya dengan rokok konvensional yang dibakar. Tidak hanya itu, beberapa waktu lalu misalnya, Wakil Presiden Republik Indonesia, Maaruf Amin, juga menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik bisa dilarang bila terbukti berbahaya (cnnindonesia.com, 27/01/2023).

Padahal, sudah beberapa tahun yang lalu, lembaga kesehatan dari beberapa negara di dunia sudah mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Sangat penting dicatat bahwa, jauh lebih tidak berbahaya bukan berarti tidak ada bahayanya sama sekali. Bahaya tetap ada, tetapi jauh lebih kecil, dan oleh karena itu bisa digunakan sebagai produk alternatif.

Lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England (PHE) misalnya, pada tahun 2015 lalu, mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang 95% lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Untuk itu, Pemerintah Inggris menganjurkan konsumsi vape sebagai salah satu langkah yang bisa digunakan oleh warganya yang menjadi perokok, untuk membantu mereka menghentikan kebiasaan merokoknya yang sangat berbahaya bagi kesehatan (theguardian.com, 28/12/2018).

Pemerintah Inggris juga memberlakukan berbagai kebijakan yang ditujukan untuk membantu warganya berhenti merokok. Negara kerajaan tersebut sendiri memiliki jumlah perokok yang tidak sedikit. Pada tahun 2021 lalu misalnya, diestimasikan ada sekitar 6,6 juta populasi perokok aktif yang ada di Inggris, yang merupakan sekitar 13,3% dari populasi (ons.gov.uk, 6/12/2022).

Ada beberapa program yang dilaksanakan oleh pemerintah Inggris untuk menanggulangi kenaikan dan mengurangi jumlah populasi perokok aktif yang ada di negara tersebut. Salah satunya adalah, pada bulan April lalu, pemerintah Inggris mengumumkan akan mengesahkan program baru, yakni dengan memberikan alat vape bebas nikotin gratis kepada 1.000.000 perokok aktif yang ada di negara tersebut (filtermag.org, 13/4/2023).

Tidak hanya melalui pemberian alat vape gratis, pemerintah Inggris juga akan menyediakan program untuk mengubah kebiasaan para perokok untuk berhenti merokok dan beralih ke produk alternatif lain yang lebih aman. Program ini sendiri rencananya akan dilaksanakan selama dua tahun, dan dikhususkan kepada komunitas-komunitas yang rentan terhadap adiksi rokok, seperti komunitas berpenghasilan rendah dan kelompok-kelompok marjinal.

Tujuan utama dari program ini sendiri adalah menjadikan Inggris sebagai negara dengan tingkat perokok yang sangat rendah. Angka yang menjadi target dari program ini sendiri adalah, jumlah populasi perokok di Inggris bisa mencapai di bawah 5% pada tahun 2030.

Langkah yang dilakukan oleh pemerintah Inggris ini tentu merupakan sesuatu yang sangat patut untuk diapresiasi, dan juga bisa dijadikan contoh kebijakan yang bisa diberlakukan oleh negara-negara lain, terutama negara-negara dengan jumlah perokok aktif yang tinggi. Indonesia sendiri, sebagai salah satu negara dengan jumlah perokok aktif tertinggi di dunia, justru sepertinya memberlakukan kebijakan yang terbalik dari apa yang dilakukan oleh Inggris terkait dengan kebijakan harm reduction.

Pada akhir tahun lalu misalnya, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan cukai cairan vape di Indonesia sebesar 15%. Hal ini tentu niscaya akan meningkatkan harga rokok elektrik yang dijual di Indonesia, dan akan lebih sulit untuk menarik para konsumen, khususnya mereka yang masuk dalam kelompok menengah ke bawah yang mendominasi populasi perokok aktif yang ada di Indonesia.

Sebagai penutup, sebagai salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia, sudah seharusnya Indonesia memberlakukan kebijakan yang berfokus pada harm reduction. Sehubungan dengan hal tersebut, langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah Inggris bisa menjadi salah satu contoh kebijakan yang bisa dijadikan acuan.

Originally published here

Pentingnya Peneliti Indonesia Meneliti Kebijakan Harm Reduction di Negara Lain

Rokok elektrik, atau yang dikenal juga dengan nama vape, saat ini merupakan produk yang digunakan oleh banyak orang di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Kita, khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan, tentu sudah tidak asing lagi melihat penggunaan rokok elektrik di berbagai tempat.

Indonesia sendiri memiliki jumlah populasi pengguna vape yang tidak kecil. Tercatat pada tahun 2022 lalu misalnya, Indonesia memiliki sekitar 2,2 juta pengguna vape, di mana angka ini merupakan peningkatan sebesar 40% dari tahun 2021 (ekonomi.bisnis.com, 18/7/2022).

Jumlah pengguna di atas 2 juta orang tentu bukan merupakan angka yang kecil. Dengan besarnya jumlah pengguna vape tersebut, tentu ada alasan yang beragam yang membuat para konsumen untuk menggunakan produk tersebut. Mulai dari alasan finansial, bahwa secara total biaya vape lebih murah dibandingkan rokok, hingga vape digunakan sebagai alat yang dapat membantu para penggunanya untuk mengurangi atau berhenti merokok.

Vape atau rokok elektrik sendiri memang sudah menjadi salah satu alat yang difungsikan untuk membantu para perokok untuk mengurangi hingga menghentikan kebiasaan merokoknya. Inggris misalnya, melalui National Health Service (NHS), telah merekomendasikan rokok elektrik sebagai alat untuk membantu para perokok untuk berhenti merokok (nhs.uk, 10/10/2022).

Di sisi lain, tidak sedikit pula pihak-pihak yang memiliki tanggapan negatif terhadap fenomena meningkatnya pengguna vape di Indonesia. Mereka yang memiliki sikap sangat kontra, umumnya berpandangan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang sangat berbahaya bagi kesehatan publik sehingga harus dilarang, atau setidaknya diregulasi secara sangat ketat.

Beberapa lembaga kesehatan dunia sendiri justru telah menyatakan bahwa rokok elektrik atau vape merupakan produk yang lebih aman dibandingkan rokok konvensional yang dibakar. Lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England, misalnya, pada tahun 2015 lalu, mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa vape merupakan produk yang 95% lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (theguardian.com, 28/12/2018).

Itulah sebabnya, vape cukup sering digunakan sebagai alat untuk membantu kebijakan harm reduction dari rokok. Harm reduction sendiri merupakan serangkaian kebijakan atau program yang ditujukan untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan produk tertentu yang berbahaya, seperti rokok misalnya.

Menjadikan vape atau rokok elektrik sebagai alat untuk membantu program dan kebijakan harm reduction sendiri mungkin merupakan sesuatu yang belum terlalu akrab di telinga publik. Tidak bisa dipungkiri, salah satu penyebab utama dari hal ini adalah masih banyak pihak-pihak yang memiliki pandangan bahwa vape merupakan produk yang sama bahayanya, atau bahkan jauh lebih berbahaya, dari rokok konvensional yang dibakar.

Untuk itu, sangat penting bagi para peneliti dan juga para pembuat kebijakan untuk bekerja sama dan saling bertukar pengalaman dengan para peneliti dan juga pembuat kebijakan harm reduction di negara lain. Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki potensi untuk melakukan hal tersebut.

Beberapa waktu lalu misalnya, ada peneliti asal Indonesia yang memaparkan penelitian mengenai pengurangan bahaya tembakau di sebuah konferensi di ibukota Filipina, Manila. Dalam konferensi tersebut, tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (FKG UNPAD) memaparkan mengenai penelitian mereka mengenai masalah tingkat merokok yang tinggi di Indonesia dan dampaknya terhadap kesehatan, khususnya terhadap kesehatan gigi dan mulut.

Dalam pemaparannya, tim FKG UNPAD menyatakan bahwa terdapat perbedaan profil risiko pengguna vape dan produk tembakau yang dipanaskan dengan rokok konvensional. Risiko vape dan tembakau yang dipanaskan terhadap kesehatan lebih rendah bila dibandingkan dengan rokok (tribunnews.com, 24/3/2023).

Selain itu, dipaparkan juga oleh tim tersebut bahwa produk vape dan tembakau yang dipanaskan memiliki peran potensial untuk membantu para perokok aktif untuk mengurangi kebiasaan merokoknya. Tidak hanya itu, tim dari FKG UNPAD tersebut juga melakukan studi yang mengevaluasi penggunaan vape dan tembakau yang dipanaskan secara jangka panjang, yang juga berkolaborasi dengan berbagai peneliti dari negara lain seperti Italia, Polandia, dan Moldova (tribunnews.com, 24/3/2023).

Adanya peran aktif para peneliti Indonesia di konferensi internasional dan juga kerja sama dengan peneliti dari negara lain tentu merupakan hal yang patut untuk diapresiasi dan didukung. Permasalahan kesehatan publik yang disebabkan oleh rokok tentu bukan hanya masalah besar yang melanda Indonesia, tetapi juga masalah besar yang dialami oleh banyak negara di dunia.

Sebagai penutup, rokok merupakan salah satu masalah kesehatan publik terbesar di Indonesia saat ini, mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok dewasa tertinggi di dunia. Melalui kerjasama dan kolaborasi penelitian tersebut, diharapkan akan tercipta ekosistem penelitian mengenai program dan kebijakan harm reduction yang lebih komprehensif, dan para peneliti dan pembuat kebijakan di Indonesia bisa saling belajar satu sama lain dan bertukar pengalaman dengan para peneliti dan pembuat kebijakan dari negara-negara lain.

Originally published here

Potensi Besar Kekayaan Intelektual di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Diestimasi, pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2021lalu adalah sebesar USD1,19 triliun, dan menduduki posisi negara dengan PDB terbesar ke-16 di dunia (investopedia,com, 1/9/2021).

Angka ini tentu merupakan sesuatu yang tidak kecil. Hal ini tentu bisa dimengerti mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar, yakni sekitar 270 juta penduduk. Besarnya jumlah penduduk yang ada di Indonesia tentu memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap besarnya output ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Sektor yang berperan dalam perekonomian Indoensia juga sangat beragam, mulai dari industri berat yang membutuhkan pabrik besar dengan pekerja yang banyak, hingga industri padat karya dan usaha kecil dan menengah. Dari berbagai sektor usaha tersebut, salah satu sektor yang memiliki peranan penting adalah industri kreatif yang ada di negara kita.

Industri kreatif sendiri dipahami sebagai industri yang bertumpu pada proses menciptakan ide dan kreativitas, yang nantinya bisa digunakan untuk mendapatkan profit dan keuntungan. Jenis-jenis dari industri kreatif sendiri sangat beragam dan mencakup berbagai aspek, mulai dari industri kuliner, iklan, fotografi, musik, film, seni pertunjukan, seni rupa, permainan seperti video game, dan lain sebagainya (greatdayhr.com, 12/11/2021).

Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat penting dan memiliki pengaruh yang besar terhadap industri kreatif adalah adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat. Perlindungan kekayaan intelektual yang kuat sangat penting karena kekayaan intelektual merupakan salah satu aset utama yang dimiliki oleh para pelaku industri kreatif, melalui karya yang mereka buat dan inovasi.

Tanpa adanya perlindungan kekayaan intelektual yang kuat, maka akan sangat mustahil industri kreatif dapat berkembang di Indonesia. Bila hak kekayaan intelektual di Indonesia tidak dilindungi dengan baik, maka pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dapat dengan mudah membajak karya tersebut, sehingga para inovator dan pelaku industri kreatif tidak bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang telah mereka buat.

Seiring dengan perkembangan teknologi, dengan segala aspek positif yang dihasilkan, hal ini juga membawa banyak tantangan baru bagi perlindungan kekayaan intelektual di Indonesia. 

Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka distribusi konten-konten bajakan, dan juga mekanisme untuk membajak sebuah konten akan semakin mudah. Misalnya, saat ini sangat mudah bagi kita untuk bisa mendapatkan barang-barang bajakan dari merek ternama, atau pun mendapatkan karya seni bajakan seperti film dan musik.

Oleh karena itu, adanya perlindungan kekayaan intelektual yang kuat sangat penting terutama karena potensi industri kreatif dan pemanfaatan kekayaan intelektual di Indonesia sangat besar. Berdasarkan estimasi misalnya, Indonesia memiliki potensi kekayaan intelektual yang sangat besar, yakni sekitar 300 triliun rupiah (idxchannel.com, 29/1/2023).

Angka ini tentu merupakan potensi yang sangat besar, dan sangat penting untuk diperhatikan. Potensi 300 triliun rupiah dari kekayaan intelektual merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Terlebih lagi, angka yang sangat besar tersebut diestimasi hanya berdasarkan pengembangan dua sektor industri kreatif saja, yakni lisensi dan media hiburan (idxchannel.com, 29/1/2023).

Baru-baru ini, pemerintah sendiri juga sudah mengeluarkan peraturan yang ditujukan untuk memaksimalkan potensi yang sangat besar tersebut, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2022 tentang ekonomi kreatif. Salah satu poin yang penting dari peraturan tersebut adalah pelaku industri kreatif bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan untuk mengembangkan usaha yang dimilikinya.

Selain itu, para pekerja kreatif tersebut juga bisa menggunakan kekayaan intelektual yang mereka miliki sebagai jaminan untama untuk pembiayaan. Skema dari fasilitas pembiayaan ini juga berbasis pada lembaga keuangan bank dan juga lembaga keuangan non-bank (idxchannel.com, 29/1/2023).

Berbagai kebijakan untuk memaksimalkan potensi industri kreatif dan kekayaan intelektual yang kita miliki tersebut tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat saja, tetapi juga berbagai pemerintah daerah di berbagai wilayah di Indonesia. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sumatera Selatan misalnya, mengeluarkan program “One Village Brand” dan Kawasan Hak Cipta untuk mendorong kekayaan intelektual di provinsi tersebut.

Program tersebuts endiri sudah disosialisasikan ke berbagai daerah di seluruh Sumatera Selatan, mulai dari lembaga pendidikan SMA/SMK dan juga sosialisasi kepada masyarakat secara umum. 

Program dari kegiatan ini ada bermacam-macam, mulai dari inventarisir Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang sudah mendaftarkan kekayaan intelektual, hingga perlombaan inovasi yang dilakukan oleh berbagai sekolah dan juga pembinaan terhadap para pelaku usaha UMKM di provinsi tersebut (vibizmedia.com, 2/2/2023).

Sebagai penutup, Indonesia merupakan negaar dengan potensi industri kreatif dan kekayaan intelektual yang sangat besar. Untuk itu, perlindungan hak kekayaan intelektual yang baik adalah sesuatu yang sangat penting. Tidak kalah pentingnya juga reformasi berbagai aturan agar para pelaku industri kreatif bisa lebih mudah dalam mendaftarkan hasil inovasinya.

Originally published here

Industri Vape dan Revisi Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2012

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok aktif terbanyak di dunia. Berdasarkan data dari Global Adult Tobacco Survey, pada tahun 2021 lalu misalnya, jumlah perokok dewasa di negara kita berjumlah sekitar 69,1 juta jiwa (sehatnegeriku.kemkes.go.id).

Angka ini tentu bukan jumlah yang sangat kecil. Jumlah perokok aktif yang besar di sebuah negara tentunya juga akan membawa berbagai masalah kesehatan publik yang besar seperti biaya kesehatan publik yang berpotensi besar akan membengkak yang disebabkan oleh berbagai penyakit kronis akibat konsumsi rokok.

Selain itu, yang mendapatkan penyakit kronis dari rokok tentunya juga bukan hanya mereka yang menjadi perokok aktif. Orang-orang yang tinggal dan berada di sekitar para perokok juga berpotensi dapat mengalami berbagai penyakit yang disebabkan oleh asap rokok yang mereka hisap, baik itu keluarga hingga masyarakat umum.

Untuk itu, jumlah tingginya populasi perokok di Indonesia bukan masalah yang kecil, dan harus dapat segera diselesaikan. Bila hal ini tidak diselesaikan, maka tentunya kesehatan publik masyarakat Indonesia bisa semakin terancam, dan juga akan semakin meningkatkan biaya kesehatan publik.

Harus diakui bahwa, permasalahan kesehatan yang disebabkan karena rokok tentu bukan hanya dialami oleh Indonesia saja, tetapi juga berbagai negara lain di seluruh dunia. Oleh karena itu, berbagai negara telah melakukan banyak upaya yang ditujukan untuk menanggulangi permasalahan tersebut, mulai dari peraturan yang membatasi peredaran produk-produk rokok secara ketat, hingga peraturan yang melarang total berbagai kegiatan produksi dan konsumsi rokok.

Indonesia sendiri sudah memiliki berbagai aturan yang ditujukan untuk mengurangi insentif seseorang untuk merokok, salah satunya adalah kebijakan cukai. Selain itu, beberapa tahun lalu misalnya, pemerintah Indonesia menerapkan aturan yang mewajibkan para produsen rokok untuk mencantumkan gambar yang menunjukkan dampak berbahaya dari konsumsi rokok terhadap kesehatan (antaranews.com, 20/6/2014).

Sehubungan dengan aturan tersebut, beberapa tahun lalu, Indonesia juga mengeluarkan regulasi untuk mengatur peredaran rokok di dalam negeri, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 tahun 2012. Aturan tersebut mmeberikan serangkaian regulasi mengenai penjualan produk-produk rokok, seperti larangan menjual rokok melalui vending machine, serta kewajiban mencantumkan bahaya rokok dan juga pembatasan hanya boleh menjual maksimum 20 batang rokok per bungkus.

Adanya aturan tersebut tentu bisa dipahami mengingat tingginya jumlah perokok yang ada di Indonesia. Bila jumlah perokok ini semakin meningkat, maka tentunya hal tersebut akan semakin membahayakan kesehatan publik dan akan semakin membengkakkan biaya layanan kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah.

Terkait dengan peraturan tersebut, beberapa waktu lalu, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk merevisi PP tentang regulasi produk tembakau tersebut. Beberapa revisi dari aturan tersebut diantaranya adalah mengenai pelarangan iklan, promosi, memperbesar gambar peringatan dalam bungkus rokok, dan juga pelarangan bagi para penjual untuk menjual rokok secara batangan (cnnindonesia.com, 27/01/2023).

Tetapi, tidak hanya itu. Adanya revisi tersebut juga berpotensi akan menyamaratakan regulasi yang dikenakan kepada rokok konvensional yang dibakar, dengan rokok elektrik. Sebelumnya, vape, yang masuk dalam golongan produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) tidak termasuk dalam PP tersebut (ekonomi.bisnis.com, 28/7/2022).

Hal ini tentu merupakan perkembangan yang mengkhawatirkan. Bila vape atau rokok elektrik diregulasi dengan metode dan cara yang sama dengan rokok konvensional yang dibakar, maka tidak mustahil hal ini akan semakin mempersulit konsumen dalam mendapatkan produk vape. Dengan demikian, para perokok akan semakin sulit mendapatkan produk nikotin alternatif yang dapat membantu mereka mengurangi hingga menghentikan kebiasaan merokoknya.

Tidak hanya itu, wacana mengenai pelarangan vape di Indonesia juga merupakan hal yang semapt disampaikan oleh berbagai pihak di pemerintahan. Beberapa waktu lalu misalnya, Wakil Presiden Maaruf Amin mengatakan bahwa, bila vape atau rokok elektrik terbukti berbahaya, maka pasti akan dilarang oleh pemerintah (cnnindonesia.com, 27/01/2023).

Padahal, laporan yang dikeluarkan oleh lembaga kesehatan dari berbagai negara menunjukkan bahwa, vape atau rokok elektrik merupakan produk yang jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Pada tahun 2015 lalu misalnya, lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England (PHE), mengeluarkan laporan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang 95% jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (theguardian.com, 28/12/2018).

Tidak hanya itu, vape atau rokok elektrik juga terbukti merupakan produk yang dapat membantu para perokok untuk menghentikan kebiasaan merokoknya yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Vape atau rokok elektrik misalnya, merupakan produk yang dua kali lipat lebih efektif untuk membantu perokok untuk berhenti merokok dibandingkan dengan produk nikotin alternatif lainnya, seperti permen karet nikotin (nhs.uk, 2022),

Oleh karena itu, sangat penting bagi para pembuat kebijakan untuk juga melibatkan para konsumen dalam formulasi kebijakan tekait regulasi produk-produk tembakau, seperti vape dan rokok elektrik. Hal ini dikarenakan para konsumen itu lah yang akan paling merasakan dampak dari regulasi tersebut. Jangan sampai, kebijakan yang didasari pada niat baik, yakni untuk menanggulangi dampak negatif dari konsumsi rokok, menjadi sesuatu yang kontra produktif dan membawa dampak yang negatif terhadap kesehatan publik.

Originally published here

Dukungan untuk Program Persetujuan Otomatisasi Pelayanan (POP) Merek Kemenkumham

Perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat merupakan aspek yang sangat penting untuk meningkatkan inovasi dan sektor ekonomi kreatif. Tanpa adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat, maka hasil karya para inovator dan pekerja kreatif dapat dibajak dengan sangat mudah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk keuntungan mereka sendiri.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perlindungan kekayaan intelektual yang buruk. Bila kita pergi ke berbagai pusat perbelanjaan di kota-kota di Indonesia misalnya, kita bisa dengan sangat mudah menemukan berbagai produk bajakan yang dijual bebas, mulai dari produk fashion seperti pakaian, musik, barang-barang elektronik, dan lain sebagainya.

Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, tantangan untuk menjaga hak kekayaan intelektual juga semakin besar. Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi seperti internet misalnya, kita bisa semakin mudah bisa menemukan berbagai barang bajakan, dan distribusi konten-konten yang melanggar hak kekayaan intelektual, seperti film dan juga musik, juga bisa semakin mudah.

Untuk itu, adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diejawantahkan dan diwujudkan. Dengan demikian, hak para inovator dan pekerja industri kreatif untuk bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang sudah merka buat dengan susah payah dapat dilindungi dan tidak dirampas oleh orang lain.

Meskipun demikian, tantangan terkait dengan perlindungan hak kekayaan ineteltkual di Indonesia bukan hanya pada aspek penegakan hukumnya saja. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa, aspek penegakan hukum untuk menindak mereka yang melakukan pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual orang lain adalah hal yang sangat penting.

Tetapi, di sisi lain, adanya keaktifan dari pelaku industri kreatif untuk segera mencatatkan dan mendaftarkan kekayaan intelektual yang mereka miliki kepada pemerintah, dalam hal ini Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) adalah hal yang sangat penting. Tanpa adanya proses pencatatan dan juga pendaftaran di Kemenkumham, tentu akan sangat sulit hingga mustahil hak kekayaan intelektual tersebut dapat terlindungi.

Sehubungan dengan hal tersebut, kita tidak dapat memungkiri dan membantah bahwa ada berbagai tantangan yang menyebabkan keengganan sebagian pelaku industri kreatif untuk mencatatkan dan mendaftarkan karya yang telah mereka buat kepada pemerintah. Hal ini mencakup berbagai hal, mulai dari rendahnya tingkat kesadaran pelaku industri kreatf, hingga berbagai proses dan peraturan yang berbelit dari lembaga terkait.

Terkait dengan tingkat kesadaran, maka dari itu, sangat penting bagi pemerintah untuk memberlakukan berbagai program edukasi publik dan juga sosialisasi mengenai pentingnya pencatatan dan pendaftaran karya bagi pelaku industri kreatif dan juga masyarakat umum. Mengenai peraturan berbelit, untuk itu, sangat diperlukan berbagai program reformasi kebijakan yang ditujukan untuk menyederhanakan dan mempermudah proses bagi para pelaku industri kreatif untuk mencatatkan karya yang mereka buat.

Untuk memudahkan proses tersebut, belum lama ini, Kemenkumham mengeluarkan program reformasi pencatatan dan pendaftaran kekayaan intelektual yang bernama Persetujuan Otomatisasi Pelayanan (POP) Merek. POP Merek sendiri diluncurkan di Bali pada tanggal 30 Oktober 2022 lalu, oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Menkumham RI), Yasonna Laoly (kumparan.com, 13/12/2022).

Program POP Merek sendiri merupakan program layanan yang ditujukan untuk mempercepat proses perpanjangan merek yang dimiliki oleh berbagai badan suaha di Indonesia. Berbeda dengan proses yang terjadi sebelumnya yang membutuhkan waktu hingga berhari-hari, melalui POP Merek, badan usaha yang ingin memperpanjang merek yang mereka miliki membutuhkan waktu cukup 10 menit (suara.com, 30/10/2022).

Adanya program ini tentu merupakan berita yang sangat baik bagi para pelaku usaha di Indonesia, termasuk juga para pelaku industri kreatif. Melalui program POP Merek, mereka bisa dengan lebih mudah dan cepat memperpanjang kekayaan inteektual, dalam hal ini merek, yang mereka miliki.

Program POP Merek sendiri bukan merupakan program reformasi pertama yang dilakukan oleh Kemenkumham dalam rangka untuk mempermudah dan mempercepat proses pendaftaran dan pencatatan kekayaan intelektual. Di awal tahun 2022 lalu, Kemenkumham juga menerapkan program POP Hak Cipta (POP HC), yang bertujuan untuk mempercepat dan mempercepat proses permohonan hak cipta, yang sebelumnya memakan proses sampai 23 hari menjadi hanya 10 menit (dgip.go.id, 20/10/2022).

Selain itu, terkait dengan program POP Merek, program ini juga merupakan bagian dari upaya Kemenkumham dalam rangka menjadikan tahun 2023 sebagai tahun merek dgip.go.id, 13/12/2022). Hal ini dilakukan salah satunya adalah untuk membangun kesadaran masyarakat untuk mencintai dan bangga dengan produk-produk dari Indonesia.

Sebagai penutup, proses pencatatan dan pendaftaran kekayaan intelektual yang berbelit merupakan salah satu permasalahan yang memberikan tantangan untuk meningkatkan perlindungan hak kekayaan intelektual. Melalui program POP Merek, dan juga program POP HC sebelumny, diharapkan pencatatan dan pendaftaran kekayaan intelektual di Indonesia bis semakin meningkat, dan industri kreatif di negara kita bisa tumbuh dan berkembang dengan pesat.

Originally published here

Cukai Vape dan Industri Rokok Elektrik di Indonesia

Konsumsi vape atau rokok elektrik saat ini merupakan bagian dari keseharian banyak orang di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Kita, khususnya yang tinggal di wilayah urban dan perkotaan, dengan mudah bisa menemukan berbagai pengguna vape, dan juga toko-toko yang menjual berbagai produk rokok elektrik dengan berbagai varian merek dan model.

Fenomena banyaknya pengguna vape ini juga membawa pengaruh terhadap industri rokok elektrik di Indonesia. Saat ini misalnya, sudah ada sekitar 100.000 pekerja yang bekerja di industri vape dan rokok elektrik. Angka ini tentu merupakan jumlah yang tidak kecil, dan sangat layak untuk diperhatikan oleh para pembuat kebijakan, khususnya yang ingin meregulasi sektor industri tersebut (tribunnews.com, 13/6/2022).

Ada berbagai hal yang menjadi alasan para konsumen untuk mengkonsumsi dan menggunakan produk-produk vape. Salah satu alasan yang umum adalah, banyak para pengguna vape yang sebelumnya perokok aktif. Mereka menggunakan vape karena harganya yang lebih murah, dan juga karena kandungan vape yang lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Salah satu indikator yang dirasakan oleh beberapa konsumen setelah mereka berpindah dari konsumsi rokok menjadi vape adalah, mereka merasakan nafas yang lebih lega (tribunnews.com, 26/10/2022).

Vape atau rokok elektrik sebagai produk yang jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar merupakan informasi yang didapatkan dari laporan lembaga-lemabga kesehatan internasional. 

Salah satunya adalah lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England (PHE), yang pada tahun 2015 lalu mengeluarkan laporan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang 95% jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (gov.uk, 19/8/2015).

Hal ini dikarenakan, vape atau rokok elektrik tidak menghasilkan tar dan juga karbon monoksida, yang merupakan dua elemen paling berbahaya dari rokok konvensional yang dibakar. Oleh karena itu, para perokok yang biasanya mengkonsumsi rokok konvensional yang dibakar bisa menjadikan rokok elektirk atau vape sebagai alat untuk membantu mereka berhenti merokok (nhs.uk, 10/10/2022).

Sangat penting untuk dicatat bahwa, laporan dari PHE tersebut bukan berarti menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang aman 100%. Seseorang yang sebelumnya tidak merokok memang akan jauh lebih baik bila mereka tidak menggunakan vape. Tetapi, bagi mereka yang sudah terlanjur menjadi perokok aktif dan mengalami kecanduan terhadap produk yang sangat berbahaya tersebut, vape merupakan produk yang sangat cocok untuk digunakan agar mereka bisa berhenti merokok.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi perokok aktif terbesar di dunia. Pada tahun 2021 lalu misalnya, terdapat sekitar 69,1 juta penduduk Indonesia yang menjadi perokok aktif. Hal ini belum lagi para perokok pasif yang menghisap asap rokok di ruang-ruang publik (dinkes.jakarta.go.id, 3/6/2022).

Hal ini tentu merupakan hal yang sangat berbahaya dan sangat penitng untuk diatasi. Kita yang menjadi perokok aktif tentu mengetahui bahwa berhenti merokok merupakan hal yang tidak mudah. Untuk itu, adanya produk yang jauh lebih tidak berbahaya, seperti vape atau rokok elektrik, merupakan sesuatu yang cukup positif, dan bisa dimanfaatkan untuk membantu mereka yang saat ini menjadi konsumen rokok setiap hari selama bertahun-tahun.

Namun, saat ini, sepertinya menggunakan rokok elektrik atau vape sebagai produk yang bisa membantu perokok untuk berhenti merokok bukan hal yang menjadi perhatian para regulator dan pembuat kebijakan di Indonesia. Salah satunya adalah, beberapa waktu lalu misalnya, pemerintah memutuskan untuk meningkatan cukai rokok sebesar 15% per tahun selma 5 tahun dari tahun 2023 mendatang sampai tahun 2027 (cnbcindonesia.com, 4/11/2022).

Kebijakan ini sendiri mendapatkan keberatan bukan hanya dari para pelaku usaha industri rokok elektrik, namun juga dari pihak konsumen. Hal ini akan memberikan beban lebih kepada para perokok yang ingin menggunakan produk lain yang bisa membantu mereka berhenti merokok, karena harganya yang akan naik, khususnya para perokok yang termasuk dalam golongan ekonomi menengah ke bawah (tribunnews.com, 26/10/2022).

Selain itu, hal lain yang juga tidak kalah penting untuk diperhatikan bahwa, industri vape di Indonesia didominasi oleh para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Hal ini tentu sangat berbeda dengan industri rokok konvensional di Indonesia, yang saat ini didominasi oleh banyak perusahaan konglomerat besar (vapemagz.co.id, 17/9/2020).

Untuk itu, sangat penting bagi para pembuat kebijakan di Indonesia agar tidak membuat regulasi yang kontraproduktif terkait dengan upaya menanggulangi jumlah perokok yang ada di Indonesia. Inggris misalnya, merupakan salah satu negara yang secara resmi sudah memiliki kerangka kebijakan untuk menggunakan vape sebagai salah satu alat bagi para perokok untuk berhenti merokok (nhs.uk, 10/10/2022).

Semoga, kita bisa belajar dari negara-negara lain yang sudah memiliki kerangka kebijakan yang berfokus pada harm reduction seperti Inggris. Dengan demikian, diharapkan populasi perokok aktif di Indonesia dapat semakin berkurang drastis dari waktu ke waktu.

Originally published here

Pentingnya Kerja Sama Internasional untuk Meningkatkan Perlindungan Kekayaan Intelektual di Indonesia

Perlindungan hak kekayaan intelektual merupakan salah satu instrumen yang tidak terpisahkan dan sangat penting untuk meningkatkan inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya perlindungan kekayaan intelektual yang kuat, maka kita akan memastikan bahwa para inovator dan pekerja kreatif akan mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang mereka buat.

Inovasi tentu merupakan hal yang sangat krusial untuk mengembangkan industri, khususnya industri yang sangat bertumpu pada kreativitas seperti industri kreatif. Terlebih lagi, kita saat ini tinggal di era digital dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Menjadi negara yang inovatif tentu merupakan sebuah keharusan.

Tanpa adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat, maka para inovator dan pekerja industri kreatif tidak akan bisa untuk mendapatkan hak mereka atas hasil karya yang mereka buat, karena karya tersebut dapat dengan mudah dibajak oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dengan demikian, insentif seseorang untuk berkarya dan berinovasi juga akan semakin menurun.

Di Indonesia sendiri, masih terdapat tantangan yang tidak sedikit dalam menegakkan perlindungan hak kekayaan intelektual. Bila kita pergi ke banyak pusat perbelanjaan di berbagai kota misalnya, dengan mudah kita bisa menemukan banyak produk-produk bajakan dalam berbagai bentuk, mulai dari pakaian, peralatan rumah tangga, dan lain sebagainya.

Kemajuan teknologi, yang tentunya membawa manfaat yang sangat besar bagi Indonesia, juga menimbulkan tantangan lain yang harus bisa kita selesaikan bersama. Melalui berbagai toko di dunia maya misalnya, kita bisa dengan mudah mendapatkan banyak produk bajakan. Selain itu, perkembangan teknologi juga membuat berbagai karya seni seperti musik dan film bisa dibajak dan diakses dengan lebih mudah oleh banyak orang.

Selain itu, hal lain yang juga sangat penting untuk diperhatikan adalah, persoalan mengenai pembajakan karya dan pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual bukan hanya hal yang terjadi di Indonesia. Masalah ini merupakan masalah yang memiliki ruang lingkup global, dan oleh karena itu kerja sama dengan negara lain atau lembaga internasional merupakan hal yang sangat penting.

Tidak sedikit misalnya, barang-barang dan juga produk bajakan yang masuk ke Indonesia yang diproduksi di negara lain. Beberapa waktu lalu misalnya, Bea Cukai Indonesia berhasil menyita lebih dari 800.000 produk pulpen bajakan yang diimpor dari China (dgip.go.id, 9/1/2020).

Indonesia sendiri saat ini sudah melakukan beberapa program kerja sama dengan lembaga internasional terkait dengan penguatan perlindungan hak kekayaan intelektual. Beberapa waktu lalu misalnya, Pemerintah Indonesia, melalui Dirjen Kekayaan Intelektual (DJKI) bersama dengan Asia-Pacific Economic Cooperation – Digital Economy Steering Group (APEC-DESG) menggelar workshop internasional di Nusa Dua, Bali (nusabali.com, 29/11/2022).

Salah satu dari tujuan diadakannya acara tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik kekayaan intelektual berbasis digital. Salah satunya adalah melalui peningkatan teknologi, seperti Artificial Intelligence (AI). AI sendiri digunakan oleh DJKI salah satunya adalah untuk pemeriksaan Hak Kekayaan Intelektual untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat (nusabali.com, 29/11/2022).

DJKI sendiri juga sudah membuat program-program kecerdasan buatan yang ditujukan untuk mempermudah layanan pencatatan dan juga pelrindungan kekayaan intelektual. Dalam forum internasional ini, kita juga bisa belajar dari lembaga-lembaga terkait dan juga lembaga perlindungan kekayaan intelektual dari berbagai negara mengenai bagaimana cara terbaik untuk mengimplementasikan kecerdasan buatan dalam rangka memperkuat perlindungan hak kekayaan intelektual.

Adanya forum internasional seperti ini untuk meningkatkan tentu merupakan hal yang patut kita diapresiasi. Melalui forum ini, kita bisa saling belajar dari negara lain terkait dengan perkembangan upaya perlindungan hak kekayaan intelektual, dan juga pada saat yang sama bisa memperkenalkan berbagai hasil karya tradisional negara kita kepada para pembangku kepentingan dari negara lain.

Tidak hanya lembaga negara, kerja sama dengan organisasi internasional dalam rangka upaya untuk memperkuat perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia misalnya, juga bisa digunakan oleh lembaga non-pemerintah atau pun akademisi. 

Beberapa waktu lalu misalnya, diadakan acara Koneferensi Internasional Perlindungan Kekayaan Intelekual (International Conference Intellectual Property Rights) di kota Lombok, yang salah satu poin bahasan pentingnya adalah bagaimana penguatan perlindungan hak kekayaan intelektual merupakan langkah yang sangat penting untuk pemulihan ekonomi di masa pandemi COVID-19 (kumparan.com, 16/10/2022).

Selain itu, tentu ada banyak bentuk kerja sama internasional lain yang bisa kita lakukan dengan berbagai pihak. Salah satunya misalnya adalah melalaui perjanjian kerja sama ekonom dan investasi bilateral dengan negara lain. Indonesia sendiri misalnya, beberapa waktu lalu sudah membuat kesepakatan bilateral dengan Amerika Serikat terkait dengan hal tersebut, salah satunya adalah melalui kesepakatan Indonesia-USA Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA) (liputan6.com, 17/5/2018).

Sebagai penutup, perlindungan hak kekayaan intelektual merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Namun, permasalahan tentang pelanggaran terhadap hak kekayaan inetelektual merupakan masalah global, dan tidak bisa diselesaikan oleh satu negara saja. Maka dari itu, kerja sama internasional dengan negara atau lembaga lain merupakan hal yang sangat penting.

Originally published here

Rokok Elektrik dan Miskonsepsinya

Rokok elektrik atau vape saat ini merupakan salah satu produk yang menjadi bagian keseharian yang tidak bisa dilepaskan dari jutaan orang di seluruh dunia, termasuk juga tentunya di Indonesia. Di berbagai tempat, khususnya di wilayah perkotaan, kita bisa dengan mudah menemukan berbagai pengguna vape, dan juga berbagai pertokoan yang menjual produk-produk rokok elektrik yang sangat beragam.

Semakin banyaknya konsumen yang memilih untuk mengkonsumsi vape atau rokok elektrik ini tentu disebabkan oleh berbagai hal. Setiap orang tentu memiliki alasan yang berbeda-beda mengenai mengapa mereka menggunakan vape, mulai dari harganya yang secara umum lebih murah dibandingkan dengan rokok konvensional, pilihan rasa yang lebih beragam, dan juga untuk membantu mereka mengurangi konsumsi rokok konvensional yang dibakar, yang bisa menimbulkan berbagai penyakit kronis.

Di sisi lain, ada juga sebagian kalangan yang memiliki sikap kritis dalam menanggapi semakin meningkatnya pengguna vape atau rokok elektrik yang ada di Indonesia. Mereka berpandangan bahwa vape merupakan produk yang sangat berbahaya, sama seperti rokok konvensional yang dibakar.

Padahal, sudah ada laporan yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga kesehatan internasional yang menyatakan bahwa, vape atau rokok elektrik merupakan produk yang jauh lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Salah satu dari lembaga kesehatan yang telah mengeluarkan laporan tersebut adalah lembaga kesehatan publik asal Britania Raya, Public Health England (PHE). PHE dalam laporannya menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang 95% jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional (theguardian.com, 28/12/2018).

Oleh karena itu, untuk melihat fenomena tersebut secara lebih dalam, beberapa waktu lalu, lembaga advokasi konsumen internasional, Consumer Choice Center (CCC), melakukan riset mengenai persepsi masyarakat terkait dengan kebijakan harm reduction produk-produk tembakau, khususnya rokok konvensional yang dibakar. Penelitian itu sendiri dilakukan di dua negara Eropa, yakni Jerman dan Prancis.

Meskipun sudah ada laporan yang dikeluarkan oleh lembaga kesehatan publik dari berbagai negara bahwa vape atau rokok elektrik jauh lebih tidak berbahaya dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar, tetapi masih banyak miskonsepsi yang diyakini oleh banyak orang. Hal ini bisa dilihat dari hasil laporan yang dilakukan oleh CCC.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh CCC misalnya, di Jerman, hanya ada 3 dari 15 dokter yang pernah mendengar dan mengetahui istilah harm reduction untuk mengurangi dampak buruk dari rokok. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa, sebagian besar dokter di Jerman tidak menganggap bahwa produk-produk vape atau rokok elektrik sebagai alat yang bisa digunakan untuk program harm reduction (consumerchoicecenter.org, 2022).

Sebagai catatan, harm reduction sendiri merupakan serangkaian kebijakan kesehatan publik yang dirancang dengan tujuan untuk mengurangi dampak negatif dari perilaku sosial tertentu. Hal ini mencakup berbagai perilaku, seperti konsumsi rokok, kegiatan seksual yang beresiko, dan lain sebagainya.

Kembali ke penelitian yang dilakukan oleh CCC, hal ini cukup berbeda dari hasil penelitian yang ada di Prancis. Di negara tempat Menara Eiffel tersebut, sebagian besar dokter pernah mendengar dan mengetahui istilah harm reduction, dan menganggap bahwa vape atau rokok elektrik bisa digunakan sebagai alat harm reduction.

Hasil penelitian lainna, ditembukan bahwa 33% perokok di Prancis dan 43% perokok di Jerman menganggap bahwa rokok elektrik memiliki bahaya yang sama atau bahkan lebih berbahaya dari rokok konvensional yang dibakar. Selain itu 69% perokok di Prancis dan 74% perokok di Jerman menganggap nikotin dapat menyebabkan kanker.

Hal ini adalah pandangan yang sangat keliru, karena nikotin dalam rokok merupakan kandungan yang menyebabkan ketagihan, namun nikotin tidak menyebabkan kanker. Ada berbagai terapi berbasis nikotin yang aman yang disarankan oleh dokter untuk para perokok yang ingin berhenti merokok (cancerresearchuk.org, 24/3/2021),

Adanya miskonsepsi tersebut juga menimbulkan dampak yang negatif dan membuat para perokok di kedua negara tersebut menjadi lebih sulit untuk menghilangkan kebiasaannya yang sangat berbahaya tersebut. Berdasarkan riset yang dilakukan CCC misalnya, 29% perokok di Prancis dan 45% perokok di Jerman tidak pernah mendapatkan masukan dari dokter tentang bagaimana langkah efektif yang bisa mereka lakukan untuk berhenti merokok.

Dari penelitian CCC di atas, meskipun dilakukan di dua negara Eropa, ada hal yang bisa ditarik dan memiliki relevansi dengan fenomena yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia sendiri, miskonsepsi mengenai rokok elektrik merupakan sesuatu yang sangat umum. Beberapa waktu lalu misalnya, tidak sedikit pekerja medis misalnya yang mengadvokasi agar pemerintah melarang seluruh produk vape yang ada di Indonesia (cnnindonesia.com, 24/9/2019).

Sebagai penutup, adanya miskonsepsi mengenai produk-produk vape dan juga kegunannya sebagai alat harm reduction bagi para perokok tentu akan sangat merugikan publik, khususnya mereka yang sudah kecanduan dengan rokok dan memiliki keinginan untuk berhenti. Hal ini semakin berbahaya terutama di negara dengan tingkat perokok yang sangat tinggi seperti di Indonesia. Untuk itu, adanya kampanye mengenai pentingnya produk-produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik untuk alat harm reduction merupakan sesuatu yang sangat penting, agar semakin banyak orang-orang yang bisa terbantu untuk mereka berhenti merokok.

Originally published here

Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Kebijakan Vape di Filipina?

Vape atau rokok elektrik saat ini merupakan salah satu produk konsumen yang digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Saat ini, dengan sangat mudah kita bisa menemukan berbagai orang yang menggunakan rokok elektrik di berbagai tempat, terlebih lagi bila kita tinggal di wilayah urban dan kota-kota besar.

DI negara kita sendiri, konsumsi vape atau rokok kelektrik oleh para konsumen merupakan fenomena yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018 misalnya, diperkirakan ada sekitar 2,1 juta penduduk Indonesia yang menjadi pengguna vape. Angka tersebut meningkat di tahun 2020 menjadi 2,2 juta orang yang menjadi konsumen rokok elektrik (vapemagz.co.id, 24/1/2021).

Semakin meningkatnya pengguna vape di Indonesia tentunya memberikan dampak yang signifikan terhadap industri di sektor tersebut. Industri rokok eleektrik, atau produk-produk tembakau alternatif secara keseluruhan, yang meningkat, tentu akan memberikan lapangan kerja yang besar bagi banyak tenaga kerja di Indonesia. Saat ini, industri rokok elektrik di Indonesia setidaknya sudah berhasil menyerap 100.000 tenaga kerja di Indonesia (liputan6.com, 13/6/2022).

Akan tetapi, tidak semua pihak mengapresiasi adanya fenomena tersebut. Tidak sedikit yang berpandangan bahwa fenomena semakin meningkatnya industri vape di Indonesia merupakan hal yang sangat negatif, dan berbahaya bagi kesehatan publik. Hal ini dikarenakan, mereka menyandingkan rokok elektrik dengan rokok konvensional yang dibakar, dan memiliki dampak yang sama atau bahkan lebih berbahaya dari rokok konvensional yang dibakar.

Hal ini tentu merupakan pandangan yang kurang tepat. Berbagai lembaga kesehatan dunia telah mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Lembaga kesehatan asal Britania Raya, Public Health England (PHE) misalnya, beberapa waktu lalu mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa rokok elektrik 95% lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (theguardian.com, 28/12/2018).

Sangat penting ditekankan bahwa, menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik 95% lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional bukan berarti bahwa vape merupakan produk yang 100% aman tanpa resiko. Hal ini berarti, tetap ada resiko kesehatan bagi konsumsi vape atau rokok elektrik, namun resiko tersebut jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar.

Oleh karena itu, beberapa negara di dunia telah secara resmi mengeluarkan kebijakan yang ditujukan untuk memberi insentif bagi para perokok untuk berpindah ke rokok elektrik, atau yang dikenal dengan kebijakan harm reduction. Inggris misalnya, melalui lembaga kesehatan nasional National Health Service (NHS), mendorong warga Inggris yang perokok aktif untuk berpindah ke produk rokok elektrik yang jauh lebih tidak berbahaya (nhs.uk, 29/3/2019).

Inggris tentunya bukan satu-satunya negara yang mengambil langkah tersebut. Tidak perlu jauh-jauh ke negeri tempat kelahiran Ratu Elizabeth II tersebut, negara kita sesama anggota ASEAN, Filipina, baru-baru ini juga mengeluarkan peraturan yang kurang lebih serupa. Pada bulan Januari tahun ini, lembaga legislasi FIlipina berhasil meloloskan undang-undang yang dikenal dengan nama The Vaporized Nicotine Products Regulation Act.

Salah satu aspek yang paling penting dari undang-undang tersebut adalah regulasi ini memberi jalan untuk menyusun strategi kebijakan harm reduction untuk menawarkan rokok elektrik sebagai pengganti rokok konvensional kepada para perokok. Filipina sendiri saat ini memiliki sekitar 16 juta perokok aktif yang tinggal di negara tersebut (vaping360.com, 27/7/2022).

Selain itu, undang-undang ini juga melakukan beberapa perubahan yang menerapkan regulasi yang tidak jauh berbeda antara rokok konvensional yang dibakar dan rokok elektrik. Misalnya, penyetaraan batas usia konsumsi rokok konvensional dengan rokok elektrik. Dengan demikian, akan semakin banyak orang yang memiliki opsi legal untuk mengkonsumsi produk yang jauh lebih tidak berbahaya. Akan ada pula sanksi yang diberlakukan kepada penjual yang menjual produk-produk hasil olahan tembakau kepada anak-anak di bawah usia.

Peraturan yang diberlakukan di Filipina ini merupakan hal yang cukup berbeda dengan beberapa negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Singapura misalnya. Di Thailand dan Singapura, vape atau roko elektrik merupakan produk ilegal, di mana mereka yang melanggar dapat dikenakan sanksi pidana baik berupa denda maupun penjara, meskipun rokok elektrik merupakan salah satu produk yang telah digunakan oleh jutaan perokok untuk membantu mereka berhenti merokok.

Sebagai penutup, langkah kebijakan yang dilakukan oleh Filipina yang meloloskan regulasi agar para perokok bisa berpindah ke rokok elektrik yang jauh lebih tidak berbahaya merupakan hal yang bisa dipelajari oleh para pembuat kebijakan di Indonesia. Bila semakin banyak perokok yang bisa berpindah ke produk yang jauh lebih tidak berbahaya, maka dengan demikian diharapkan berbagai penyakit kronis yang melanda masyarakat juga dapat ditekan, dan akan membawa dampak yang positif terhadap kesehatan publik.

Originally published here

Pentingnya Kampanye Hak Kekayaan Intelektual di Lembaga Pendidikan

Perlindungan hak kekayaan intelektual merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk meningkatkan inovasi. Melalui perlindungan hak kekayaan intelektual, maka para inovator dan juga pekerja kreatif akan mendapatkan perlindungan atas ide dan juga karya yang dibuatnya, dan bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari inovasi yang telah mereka ciptakan.

Tanpa adanya perlindungan hak kekayaan intelektual, maka hal tersebut tentu akan sangat merugikan para inovator dan pekerja kreatif. Dengan mudah, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab akan mencuri dan membajak ide-ide dan karya yang mereka buat. Dengan demikian, mereka tidak akan mampu untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan finansial dari ide-ide dan karya yang sudah mereka buat.

Bila hal ini terjadi, akan sangat mungkin insentif seseorang untuk berkarya dan berinovasi akan semakin berkurang. Industri kreatif dan para inovator tidak mustahil akan memilih untuk pindah ke negara lain yang memiliki perlindungan kekayaan intelektual yang lebih baik. Dengan demikian, tentunya kita akan kehilangan banyak orang-orang dengan talenta yang besar.

Tidak hanya itu, bila inovasi menjadi berkurang dan industri kreatif tidak dapat berkembang, maka hal tersebut juga akan membawa dampak yang negatif terhadap kehidupan masyarakat. Diantaranya, akan semakin berkurang lapangan kerja yang tersedia bagi masyarakat yang tinggal di negara kita.

Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas terhadap mereka yang membajak karya orang lain, dan mencuri kekayaan intelektual dari para pekerja kreatif, adalah hal yang sangat penting terkait dengan perlindungan hak kekayaan intelektual. Tanpa adanya penegakan hukum yang tegas, tentu akan sangat mustahil perlindungan hak kekayaan intelektual di negara kita dapat ditegakkan.

Namun, aspek penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat yang berwenang terhadap mereka yang mencuri hasil karya orang lain tentu tidak lah cukup sebagai satu-satunya langkah yang dilakukan untuk membangun ekosistem perlindungan kekayaan intelektual yang baik dan komprehensif. Dibutuhkan juga berbagai peran aktif dari masyarakat untuk mendaftarkan karya yang mereka buat, dan juga peningkatan kesadaran kepada masyarakat mengenai pentingnya perlindungan hak kekayaan inetelektual.

Untuk itu, sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual, termasuk juga aspek teknis mengenai bagaimana cara seseorang untuk mendaftarkan karya dan inovasi yang mereka buat, adalah sesuatu yang sangat penting. Melalui sosialisasi yang tepat, diharapkan masyarakat akan semakin memahami mengapa perlindungan hak kekayaan intelektual adalah sesuatu yang sangat penting.

Ada berbagai cara dan langkah yang bisa dilakukan terkait dengan sosialisasi mengenai pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual. Misalnya, melalui kampanye melalui iklan layanan masyarakat melalui media massa maupun media sosial. Selain itu, pemerintah juga sudah melakukan program sosialisasi tersebut melalui pembentukan klinik kekayaan intelektual untuk memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan juga mendaftarkan karya yang mereka buat (kominfo.jatimprov.go.id, 23/9/2022).

Langkah lain yang tidak kalah pentingnya dalam rangka mensosialisasikan pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual adalah sosialisasi melalui berbagai lembaga pendidikan seperti sekolah. Penanaman nilai-nilai mengenai pentingnya untuk melindungi hak kekayaan intelektual sejak muda tentu merupakan hal yang penting bila kita ingin membangun ekosistem perlindungan kekayaan intelektual yang lebih baik di masa depan.

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah sendiri sudah menjalankan beberapa program sosialisasi mengenai pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual ke lembaga pendidikan seperti sekolah. Beberapa waktu lalu misalnya, Pemerintah Indonesia akan melakukan sosialisasi mengenai pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual melalui para guru dan tenaga pengajar di berbagai sekolah di Indonesia.

Salah satu program tersebut diantaranya adalah meliputi pengukuhan 346 guru Kekayaan Intelektual (RuKI) tahun ini. Para guru tersebut kelak nantinya akan diterjunkan ke sekitar 170 sekolah di seluruh Indonesia untuk memberikan pemahaman mengenai pentingnya melindungi hak kekayaan intelektual (edukasi.okezone.com, 3/8/2022).

Berdasarkan keterangan dari DIrektorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), pengukuhan guru Kekayaan Intelektual tersebut merupakan bagian dari kegiatan DJKI Mengajar tahun 2022. Tujuan dari adanya kegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan pemahaman dan membangun generasi yang sadar dan menghargai pentingnya perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual (betiklampung.com, 28/9/2022).

Adanya program yang ditujukan untuk menanamkan nilai-nilai pentingnya menjaga hak kekayaan intelektual kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan tentu merupakan hal yang patut kita apresiasi. Penanaman mengenai pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual sejak dini merupakan hal yang sangat penting untuk membangun generasi yang sadar menegnai pentingnya hak kekayaan intelektual.

Diharapkan, melalui program tersebut, kita bisa melahirkan generasi yang lebih kreatif dan mampu mengembangkan berbagai inovasi. Melalui hal tersebut, tentunya Indonesia akan menjadi negara yang lebih maju, modern, dan lebih sejahtera di masa yang akan datang.

Originally published here

Scroll to top