Perlindungan hak kekayaan intelectual merupakan instrumen yang sangat penting untuk menjaga hak seseorang atas karya yang dibuatnya. Melalui perlindungan atas hak kekayaan intelectual, seseorang tidak bisa mencuri ide atau karya yang dibuat oleh orang lain dengan susah payah, yang tidak jarang memakan waktu dan tenaga yang besar.
Tanpa adanya perlindungan hak kekayaan intelectual, seseorang dapat dengan mudah mencuri ide dan karya orang lain untuk keuntungan dirinya sendiri. Hal ini tentu bukan hanya telah melanggar hak dari pembuat karya tersebut, namun juga berpotensi besar akan mengurangi insentif seseorang untuk berkarya karena mereka tidak bisa mendapatkan manfaat dari karya yang dibuatnya. . Bila hak intelectual seseorang atas karyanya dilindungi, maka seseorang akan memiliki insentif yang besar untuk berkarya dan berlomba-lomba dengan orang lain untuk membuat karya yang terbaik dan dapat membawa manfaat bagi masyarakat. . Hal ini tertuang dalam berbagai produk undang-undang (UU), di antaranya adalah UU No. 4 Tahun 2001 tentang Paten, UU No. 2000 Tentang Desain Industri (laman web izin).
Perkembangan perlindungan hak kekayaan intelectual di Indonésia sendiri merupakan hal yang baru dan memilki sejarah yang sangat panjang. Sejarah perkembangan perlindungan hak kekayaan intelectual di Indonesia bisa ditarik hingga pada masa Kolonial Belanda di abad ke-19.Pada tahun 1885, Pemerintah Kolonial Belanda yang berkuasa di Indonesia memperkenalkan aturan pertama terkait dengan perlindungan hak kekayaan intelectual. Pemerintah Kolonial Belanda mengundangkan Undang-undang Merek di negeri kita, yang pada saat itu dikenal dengan nama Hindia Belanda. Hinda Belanda juga merupakan anggota berbagai kovenan internacionalmente melindungi hak kekayaan intelectual. Beberapa kovenan internacional tersebut di antaranya adalah Convenção de Paris para a Proteção da Propriedade Industrial pada tahun 1888 dan Convenção de Berna para a Proteção de Obras Literárias e Artísticas pada tahun 1914 (laman web Unwir, 2018).
Setelah Indonésia merdeka pada tahun 1945, peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda tersebut masih berlaku dan tidak dihapuskan, kecuali peraturan yang terkait dengan paten. Aturan tersebut tidak lagi berlaku karena berkaitan dengan keterangan bahwa pendaftaran tersebut didaftarkan di Belanda, yang kemudian diganti di Jakarta. Pada masa-masa selanjutnya, Pemerintah Indonésia juga merevisi berbagai produk hukum tersebut, di antaranya adalah melalui UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek e UU No. -undang terkait dengan perlindungan hak kekayaan intelectual yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda, Indonésia juga meratifikasi berbagai perjanjian internacional mengenai perlindungan hak kekayaan intelectual. Pada tahun 1994 misalnya, Indonésia meratifikasi perjanjian Acordo sobre Aspectos de Direitos de Propriedade Intelectual Relacionados ao Comércio (TRIPs) da Organização Mundial do Comércio (OMC) melalui pengesahan Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tenting Pengesahan Acordo que Estabelece a Organização Mundial do Comércio (Antara, 2006).
Dengan panjangnya sejarah perkembangan perlindungan hak kekayaan intelectual tersebut, seharusnya Indonésia diharapkan sudah bisa mengimplementasikan peraturan tersebut untuk melindungi para inovador di negeri kita agar ide dan karya mereka tidak dicuri oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dengan demikian, insentif mereka untuk terus berkarya dan berinovasi juga akan semakin besar karena mereka bisa merasakan manfaat dari hasil karyanya. Namun sayangnya, penegakan hukum untuk mengimplementasikan undang-undang tersebut masih sangat jauh dari maksimal, dan belum terlalu kuat. Berbapai praktik-praktik pembajakan karya misalnya, merupakan hal yang sangat umum terjadi di Indonesia, dan dapat kita jumpai dengan sangat mudah di berbagai tempat.
Bila kita pergi ke berbagai tempat pusat perbelanjaan misalnya, atau ke berbagai pasar yang tersebar di banyak daerah di Indonesia, dnegan mudah kita bisa menemukan berbagai produk bajakan ilegal yang dijual dengan bebas. Berbagai produk-produk ini, mulai dari karya sastra seperti buku, Programas computador, DVD e CD bajakan, qualquer produto-produto pakaian e moda seperti baju, sepatu, topi, dan tas dijual dengan harga yang sangat murah jauh di bawah produk aslinya, untuk menarik para pembeli agar membelanjakan uangnya untuk barang-barang tersebut. -konten bajakan yang dicuri dari plataforma aslinya. Hal ini tentu merupakan hal yang sangat merugikan para pembuat karya tersebut, karena mereka tidak bisa mendapatkan manfaat dari karya yang mereka buat. Semoga, perlindungan hak kekayaan intelectual di Indonésia akan semakin membaik di masa yang akan datang.
Publicado originalmente aqui.