Konsumsi vape atau rokok elektrik saat ini merupakan bagian dari keseharian banyak orang di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Kita, khususnya yang tinggal di wilayah urban dan perkotaan, dengan mudah bisa menemukan berbagai pengguna vape, dan juga toko-toko yang menjual berbagai produk rokok elektrik dengan berbagai varian merek dan model.
Fenomena banyaknya pengguna vape ini juga membawa pengaruh terhadap industri rokok elektrik di Indonesia. Saat ini misalnya, sudah ada sekitar 100.000 pekerja yang bekerja di industri vape dan rokok elektrik. Angka ini tentu merupakan jumlah yang tidak kecil, dan sangat layak untuk diperhatikan oleh para pembuat kebijakan, khususnya yang ingin meregulasi sektor industri tersebut (tribunnews.com, 13/6/2022).
Ada berbagai hal yang menjadi alasan para konsumen untuk mengkonsumsi dan menggunakan produk-produk vape. Salah satu alasan yang umum adalah, banyak para pengguna vape yang sebelumnya perokok aktif. Mereka menggunakan vape karena harganya yang lebih murah, dan juga karena kandungan vape yang lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Salah satu indikator yang dirasakan oleh beberapa konsumen setelah mereka berpindah dari konsumsi rokok menjadi vape adalah, mereka merasakan nafas yang lebih lega (tribunnews.com, 26/10/2022).
Vape atau rokok elektrik sebagai produk yang jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar merupakan informasi yang didapatkan dari laporan lembaga-lemabga kesehatan internasional.
Salah satunya adalah lembaga kesehatan publik asal Inggris, Public Health England (PHE), yang pada tahun 2015 lalu mengeluarkan laporan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang 95% jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (gov.uk, 19/uk, 1 8/2015).
Hal ini dikarenakan, vape atau rokok elektrik tidak menghasilkan tar dan juga karbon monoksida, yang merupakan dua elemen paling berbahaya dari rokok konvensional yang dibakar. Oleh karena itu, para perokok yang biasanya mengkonsumsi rokok konvensional yang dibakar bisa menjadikan rokok elektirk atau vape sebagai alat untuk membantu mereka berhenti merokok (nhs.uk, 10/10/2022).
Sangat penting untuk dicatat bahwa, laporan dari PHE tersebut bukan berarti menyatakan bahwa vape atau rokok elektrik merupakan produk yang aman 100%. Seseorang yang sebelumnya tidak merokok memang akan jauh lebih baik bila mereka tidak menggunakan vape. Tetapi, bagi mereka yang sudah terlanjur menjadi perokok aktif dan mengalami kecanduan terhadap produk yang sangat berbahaya tersebut, vape merupakan produk yang sangat cocok untuk digunakan agar mereka bisa berhenti merokok.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa, Indonésie merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi perokok aktif terbesar di dunia. Pada tahun 2021 lalu misalnya, terdapat sekitar 69,1 juta penduduk Indonésie yang menjadi perokok aktif. Hal ini belum lagi para perokok pasif yang menghisap asap rokok di ruang-ruang publik (dinkes.jakarta.go.id, 3/6/2022).
Hal ini tentu merupakan hal yang sangat berbahaya et sangat penitng untuk diatasi. Kita yang menjadi perokok aktif tentu mengetahui bahwa berhenti merokok merupakan hal yang tidak mudah. Untuk itu, adanya produk yang jauh lebih tidak berbahaya, seperti vape atau rokok elektrik, merupakan sesuatu yang cukup positif, dan bisa dimanfaatkan untuk membantu mereka yang saat ini menjadi konsumen rokok setiap hari selama bertahun-tahun.
Namun, saat ini, sepertinya menggunakan rokok elektrik atau vape sebagai produk yang bisa membantu perokok untuk berhenti merokok bukan hal yang menjadi perhatian para régulateur et pembuat kebijakan di Indonesia. Salah satunya adalah, beberapa waktu lalu misalnya, pemerintah memutuskan untuk meningkatan cukai rokok sebesar 15% per tahun selma 5 tahun dari tahun 2023 mendatatang sampai tahun 2027 (cnbcindonesia.com, 11/04/2022).
Kebijakan ini sendiri mendapatkan keberatan bukan hanya dari para pelaku usaha industri rokok elektrik, namun juga dari pihak konsumen. Hal ini akan memberikan beban lebih kepada para perokok yang ingin menggunakan produk lain yang bisa membantu mereka berhenti merokok, karena harganya yang akan naik, khususnya para perokok yang termasuk dalam golongan ekonomi menengah ke bawah (tribunnews.com, 26/10/2022).
Selain itu, hal lain yang juga tidak kalah penting untuk diperhatikan bahwa, industri vape di Indonesia didominasi oleh para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Hal ini tentu sangat berbeda dengan industri rokok konvensional di Indonesia, yang saat ini didominasi oleh banyak perusahaan konglomerat besar (vapemagz.co.id, 17/9/2020).
Untuk itu, sangat penting bagi para pembuat kebijakan di Indonesia agar tidak membuat regulasi yang kontraproduktif terkait dengan upaya menanggulangi jumlah perokok yang ada di Indonesia. Inggris misalnya, merupakan salah satu negara yang secara resmi sudah memiliki kerangka kebijakan untuk menggunakan vape sebagai salah satu alat bagi para perokok untuk berhenti merokok (nhs.uk, 10/10/2022).
Semoga, kita bisa belajar dari negara-negara lain yang sudah memiliki kerangka kebijakan yang berfokus pada harm reduction seperti Inggris. Dengan demikian, diharapkan populasi perokok aktif di Indonesia dapat semakin berkurang drastis dari waktu ke waktu.
Publié à l'origine ici