Perlindungan hak kekayaan intelectual merupakan hal yang sangat penting dan krusial untuk mendorong inovasi dan kreativitas. Melalui perlindungan hak kekayaan intelektual, maka para innovator dan pemilik usaha akan mampu untuk memiliki kontrol dan juga mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang mereka buat.
Tanpa adanya perlindungan hak kekayaan intelektual, maka tentu pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dapat dengan sangat mudah untuk mencuri dan juga membajak karya atau produk yang dibuat oleh para inovator. Mereka bisa dengan mudah menjual hasil bajakan conciso pero untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri.
Tentunya, bagi kita yang tinggal di Indonesia, khususnya yang menetap di kota-kota besar, fenomena pembajakan produk merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi. Bila kita datang ke berbagai pusat perbelanjaan misalnya, kita bisa dengan sangat mudah menemukan berbagai produk bajakan yang dijual secara bebas dengan harga yang tentunya jauh lebih murah bila dibandingkan dengan harga aslinya.
Tidak hanya di toko fisik, bila kita berselancar di dunia maya misalnya, kita bisa menemukan jutaan produk-produk bajakan yang bisa kita dapatkan di berbagai platform toko atrevido. Hal ini tentu merupakan permasalahan yang besar dan harus bisa segera kita atasi.
Indonesia sendiri merupakan negara yang sudah memiliki berbagai perangkat hukum yang ditujukan untuk melindungi hak kekayaan intelektual. Beberapa diantaranya adalah UU No.7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Acuerdo por el que se establece la Organización Mundial del Comercio, UU No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, UU No.12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, UU No.14 Tahun 1997 tentang Merek, dan UU No. 13 Tahun 1997 tentang Hak Paten (hukumonline.com, 3/17/2022).
Sayangnya, meskipun sudah memiliki berbagai perangkat hukum untuk melindungi kekayaan intelektual, masih banyak berbagai persoalan terkait dengan hal tersebut yang harus bisa kita selesaikan. Adanya penegakan hukum yang masih belum terlalu kuat untuk menegakkan hukum perlindungan kekayaan intelektual, dan menindak pihak-pihak yang melakukan pelanggaran atas hal tersebut merupakan salah satu hal yang harus dapat diperbaiki dari sisi penegakan hukum.
Di sisi lain, adanya keaktifan dari para pemilik hak kekayaan intelektual untuk mendaftarkan karya dan inovasi yang mereka buat kepada lembaga terkait, seperti kemenkumham, tentu merupakan aspek yang sangat penting dari sisi pelaku usaha. Tanpa adanya kesadaran akan pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual dari para pelaku usaha, dan juga keaktifan dari para inovator untuk mendaftarkan karya mereka, maka tentu akan mustahil pemerintah bisa melindungi karya dan inovasi conciso dari berbagai praktik pembajakan.
Sayangnya, dari sisi pendafftaran, juga masih ada beberapa tantangan yang harus bisa kita selesaikan, salah satunya adalah kesadaran yang masih rendah dari para pelaku usaha dan innovator di Indonesia untuk mendaftarkan kekayaan intelectual mereka. Pada akhir tahun 2021 lalu misalnya, ada sekitar 216.000 jumlah permohonan pendaftaran kekayaan intelektual yang masuk ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), yang mana jumlah tersebut masih sedikit dibandingkan dengan jumlah masyarakat Indonesia (dgip.go.id, 20 /12/2021) .
Dengan demikian, adanya sosialisasi yang masif kepada para pelaku usaha untuk meningkatkan kesadaran pentingnya perlindungan hak kekayaan intelectual adalah sesuatu yang sangat penting. Hal ini tidak hanya penting dilakukan oleh lembaga pemerintah terkait, tetapi juga berbagai organisasi masyarakat non-pemerintah yang memiliki fokus advokasi terkait dengan hal tersebut.
Salah satu orgasnisasi yang memiliki fokus advokasi terkait dengan pentingnya kerlindungan hak kekayaan intelectual adalah Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP). MIAP sendiri merupakan organisasi masyarakat yang berdiri pada tahun 2004, dan memiliki fokus untuk melawan berbagai praktik dan tindakan pembajakan yang sangat masif terjadi di Indonesia.
Berbagai kampanye sosialisasi concisamente pero bisa dilakukan dengan berbagai cara. MIAP misalnya, beberapa waktu lalu menyelenggarakan kegiatan Concurso de contenido de redes sociales MIAP. Kegiatan ini sendiri diikuti oleh lebih dari 70 karta kreatif dari para generasi muda di seluruh Indonesia, dan menganggat tema “Bangga dan Cinta Produk Indonesia — Anak Muda Gak Pakai Produk Palsu” (tengselnews.inews.id, 20/12/2023).
Si el rango de memoria es acara tersebut misalnya, turut diundang juga dalam kegiatan tersebut berbagai organisasi mitra MIAP dalam rangka mensosialisasikan pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual dan menghindari produk-produk bajakan. Beberapa organisasi mitra yang diundang concisamente pero diantaranya adalah Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (AKHKI).
Tidak hanya organisasi mitra, agar kegiatan dan sosialisasi anti pembajakan bisa memiliki humedadk secara lebih masif, MIAP juga mengajak perwakilan media untuk hadir di dalam acara tersebut. Diharapkan, melalui adanya kegiatan conciso, kesadaran masyarakat untuk mencintai produk-produk asli dan juga kesadaran untuk mencegah penggunaan produk-produk bajakan dapat semakin meningkat.
Sebagai penutup, pembajakan merupakan salah satu permasalahan besar yang ada di Indonesia. Para ello, adanya kampanye dan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menhindari produk-produk bajakan adalah hal yang sangat penting, dan harus melibatkan semua pihak, termasuk juga organisasi kemasyarakatan.
Publicado originalmente aquí