Beras merupakan bahan makanan pokok yang sangat penting bagi jutaan penduduk di Indonésia. Oleh Karen itu, a política kebijakan terkait com beras kerap menjadi isu yang sangat sensitif, karena kebijakan tersebut akan membawa damak yang sangat besar bagi keseharian jutaan orang di Indonesia.
Terkait com kebijakan beras, salah satu aspek yang paling menjadi perhatian adalah kebijakan beras yang bisa diakses oleh masyarakat. Sebagai salah satu negara penghasil beras terbesar di dunia, tidak mengherankan kalau banyak orang yang berharap adanya pasokan beras yang cukup sehingga mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Para tujuan tersebut, pemerintah memberlakukan serangkaian kebijakan, salah satunya adalah yang dikenal com kebijakan swasembada. Swasembada ini menitikberatkan pada kemampuan negara untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri (autossuficiente), misalnya melalui pembatasan ou pelarangan import. Tetapi, kebijakan yang diambil ini bukan tanpa konsekuensi, salah satunya adalah terkait dengan harga yang harus dibayarkan oleh masyarakat.
Bila dibandingkan negara-negara tetangga misalnya, yang juga menjadikan beras sebagai bahan pangan pokok mereka, harga beras di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi. Dados Berdasarkan bulan Februari lalu misalnya, harga beras di Indonesia berkisar Rp.18.000-18.500 por quilograma. Harga ini jauh di atas negara tetangga, seperti di Malaysia, yang bila dikonversi dengan rupiah, harga beras di negara tersebut sekitar Rp.6.240-9.984 por quilograma, sementara di Singapura sekitar Rp12.324 por quilograma (cnnindonesia.com, 20/2/ 2024).
Sementara itu, di negara tetangga lainnya, seperti Vietnam and Thailand misalnya, yang merupakan negara penghasil beras di Kawasan Asia Tenggara, harga beras di kedua negara tersebut juga jauh di bawah Indonesia. DI Tailândia misalnya, harga beras yang dijual sebesar 9.417 por quilograma, e também 9.091 quilogramas no Vietnã (conversation.com, 27/5/2024).
Hal ini semakin memprihatinkan mengingat bahwa alguns negara tetangga kita di atas memiliki tingkat penghasilan yang lebih tinggi daripada Indonésia. Malásia misalnya, memiliki tingkat pendapatan per kapita 3 kali lipat lebih tinggi bila dibandingakan dengan Indonésia (statista.com, 07/04/2024). Selain itu, kalau Singapura não perlu dibahas lagi. Negara kota tersebut merupakan salah satu negara dengan tingkat pendapatan 17 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan negara kita (statista.com, 4/7/2024).
Harga beras yang lebih murah, dan juga penghasilan yang lebih tinggi, membuat for penduduk di negara-negara tetangga kita di atas memiliki pendapatan yang siap dibelanjakan (renda disponível) yang lebih tinggi, Dengan demikian, mereka memiliki uang yang lebih para digunakan ou ditabung . Tingginya harga beras da Indonésia dibanding dengan negara-negara lain tentunya berpotensi membuat masyarakat Indonésia memiliki renda disponível yang lebih kecil dibandingkan comngan penduduk di negara-negara lain di ASEAN.
Terkait dengan hal ini, para pembuat kebijakan na Indonésia sepertinya juga menyadari adanya fakta tersebut, e membros justifikasi bahwa penting agar bisa menyenangkan semua pihak, salah satunya adalah melalui control harga. Padahal, adanya kebijakan dari pemerintah para mengontrol harga merupakan hal yang tidak tepat karena bisa merusak mekanisme permintaan dan penawaran, e muito sangat sulit bagi pemerintah para bisa memiliki seluruh informasi yang cukup agar bisa menentukan harga komoditas tertentu dengan tepat.
Terkait dengan menjaga kepentingan produsen misalnya, hal ini tentu merupakan sesuatu yang penting, tetapi bukan berarti hal tersebut harus mengorbankan hak dari konsumen untuk mendapatkan bahan pokok pangan yang sangat penting seperti beras dengan yang murah. Tailândia misalnya, juga merupakan salah satu negara negara produsen nasi terbesar di Asia Tenggara. Tetapi di negara tersebut, harga beras bisa lebih murah karena proses pengolahan beras di Tailândia bisa lebih efisien dengan bantuan teknologi (finance.detik.com, 9/7/2019).
Não há nada que menyediakan beras com o trabalho mais terjangkau, tecnologia inovadora e inovadora também membuat kualitas beras menjadi lebih baik, seperti tidak cepat busuk, dan lain sebagainya. Hal ini diakui sendiri oleh Direktur Utama Bulog, yang memiliki peran untuk mengelola ketersediaan bahan pangan essencial di Indonesia, seperti beras, gula, terigu, dan lain sebagainya (merdeka.com, 17/1/2022).
Selain itu, sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya, kebijakan pembatasan import juga berkontribusi terhadap permasalahan tersebut. Hal ini dikarenakan kebijakan pangan yang berdaulat merupakan salah satu platform kebijakan yang sangat popular di Indonesia, dan didukung oleh tidak hanya sedikit pihak.
Tetapi tentunya hal ini merupakan pandangan yang sangat keliru. Ekonom Universitas Institut Pertanian Bogor (IPB) misalnya, Manuntun Hutagol, menyatakan bahwa yang menjadi masalah bagi para petani na Indonésia é adalah para petani diharuskan menjual gabahnya langsung ketika dipanen (republika.id, 1/2/2024).
Hal ini dikarenakan para petani da Indonésia banyak yang petani kecil e tidak memiliki akses terhadap credit bank, sehingga harus meminjam uang kepada rentenir. Agar bisa melunasi hitang tersebut, mereka akhirnya diharuskan untuk menjual hasil panennya comngan cepat. Apabila pemerintah melalui Bulog não memiliki cukup gudang para membeli hasil panen tersebut, maka hasil panen petani tersebut akan dijual kepada para agen e operador penggilingan padi com harga murah.
Com a importação de beras dilarangnya, maka yang menguasai pasar beras na Indonésia é para pedagang dan agen serta para operador penggilingan padi dalam negeri. Mereka bisa mengendalikan harga beras di pasar, dan juga mendapat untung besar dengan cara membeli beras dengan harga rendah dari petani e dan menjualnya dengan harga yang tinggi kepada konsumen (republika.id, 1/2/2024).
Oleh Karena itu, kebijakan penutupan import beras merupakan kebijakan yang keliru dan tidak tepat, dan justru membawa masalah seperti tingginya harga beras di Indonesia bagi para konsumen. Persaingan pasar yang bebas merupakan cara yang efektif agar pra produsen mengutamakan efisiensinsi nalam produksinya.
Sebagai penutup, beras merupakan bahan pangan yang sangat esensial bagi masyarakat Indonésia. Com demikian, adanya kebijakan pangan e dan pertanian beras yang tepat adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh para pembuat kebijakan, dan harus memfokuskan pada puluhan juta rakyat yang menjadi konsumen dan mengonsumsi nasi setiap hari para memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. Jangan sampai kebijakan yang dikeluarkan justru merugikan masyarakat hanya para menguntungkan segelintir pihak.
Publicado originalmente aqui