Rokok elektrik atau vape saat ini merupakan salah satu produk yang menjadi bagian keseharian yang tidak bisa dilepaskan dari jutaan orang di seluruh dunia, termasuk juga tentunya di Indonesia. Di berbagai tempat, khususnya di wilayah perkotaan, kita bisa dengan mudah menemukan berbagai pengguna vape, dan juga berbagai pertokoan yang menjual produk-produk rokok elektrik yang sangat beragam.
Semakin banyaknya konsumen yang memilih untuk mengkonsumsi vape ou rokok elektrik ini tentu disebabkan oleh berbagai hal. Setiap orang tentu memiliki alasan yang berbeda-beda mengenai mengapa mereka menggunakan vape, mulai dari harganya yang secara umum lebih murah dibandingkan dengan rokok konvensional, pilihan rasa yang lebih beragam, dan juga untuk membantu mereka mengurangi konsumsi rokok konvensional yang berabagaibul, yang birabaaibulkan penyakit kronis.
Di sisi lain, ada juga sebagian kalangan yang memiliki sikap kritis dalam menanggapi semakin meningkatnya pengguna vape atau rokok elektrik yang ada di Indonesia. Mereka berpandangan bahwa vape merupakan produk yang sangat berbahaya, sama seperti rokok konvensional yang dibakar.
Padahal, sudah ada laporan yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga kesehatan internacional yang menyatakan bahwa, vape ou rokok elektrik merupakan produk yang jauh lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Salah satu dari lembaga kesehatan yang telah mengeluarkan laporan tersebut adalah lembaga kesehatan publik asal Britania Raya, Public Health England (PHE). PHE dalam laporannya menyatakan bahwa vape atau rokok merupakan produk yang 95% jauh lebih tidak berbahaya bila dibandingkan dengan rokok konvensional (theguardian.com, 28/12/2018).
Oleh karena itu, untuk melihat fenomena tersebut secara lebih dalam, beberapa waktu lalu, lembaga advokasi konsumen konsumen international, Consumer Choice Center (CCC), melakukan riset mengenai persepsi masyarakat terkait dengan kebijakan harmduction product tembakau, khususnya rokok konvensional yang dibakar. Penelitian itu sendiri dilakukan di dua negara Eropa, yakni Jerman dan Prancis.
Meskipun sudah ada laporan yang dikeluarkan oleh lembaga kesehatan public dari berbagai negara bahwa vape ou rokok elektrik jauh lebih tidak berbahaya dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar, tetapi masih banyak miskonsepsi yang diyakini oleh banyak orang. Hal ini bisa dilihat dari hasil laporan yang dilakukan oleh CCC.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh CCC misalnya, di Jerman, hanya ada 3 de 15 dokter yang pernah mendengar dan mengetahui istilah redução de danos untuk mengurangi humidak buruk dari rokok. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa, sebagian besar dokter di Jerman tidak menganggap bahwa produk-produk vape atau rokok elektrik sebagai alat yang bisa digunakan untuk programa de redução de danos (consumerchoicecenter.org, 2022).
Sebagai catatan, redução de danos sendiri merupakan serangkaian kebijakan kesehatan public yang dirancang dengan tujuan untuk mengurangi humidak negatif dari perilaku sosial tertentu. Hal ini mencakup berbagai perilaku, seperti konsumsi rokok, kegiatan seksual yang beresiko, dan lain sebagainya.
Kembali ke penelitian yang dilakukan oleh CCC, hal ini cukup berbeda dari hasil penelitian yang ada di Prancis. Di negara tempat Menara Eiffel tersebut, sebagian besar dokter pernah mendengar e mengetahui istilah redução de danos, e menganggap bahwa vape ou rokok elektrik bisa digunakan sebagai alat redução de danos.
Hasil penelitian lainna, ditembukan bahwa 33% perokok di Prancis e 43% perokok di Jerman menganggap bahwa rokok memiliki bahaya yang sama ou bahkan lebih berbahaya dari rokok konvensional yang dibakar. Selain itu 69% perokok di Prancis dan 74% perokok di Jerman menganggap nikotin dapat menyebabkan kanker.
Hal ini adalah pandangan yang sangat keliru, karena nikotin dalam rokok merupakan kandungan yang menyebabkan ketagihan, namun nikotin tidak menyebabkan kanker. Ada berbagai terapi berbasis nikotin yang aman yang disarankan oleh dokter untuk para perokok yang ingin berhenti merokok (cancerresearchuk.org, 24/3/2021),
Adanya miskonsepsi tersebut juga menimbulkan yang negatif dan membuat para perokok di kedua negara tersebut menjadi lebih sulit untuk menghilangkan kebiasaannya yang sangat berbahaya tersebut. Berdasarkan riset yang dilakukan CCC misalnya, 29% perokok di Prancis e 45% perokok di Jerman tidak pernah mendapatkan masukan dari dokter tentang bagaimana langkah efektif yang bisa mereka lakukan untuk berhenti merokok.
Dari penelitian CCC di atas, meskipun dilakukan di dua negara Eropa, ada hal yang bisa ditarik dan memiliki relevansi dengan fenomena yang terjadi di Indonesia. Di Indonésia sendiri, miskonsepsi mengenai rokok elektrik merupakan sesuatu yang sangat umum. Beberapa waktu lalu misalnya, tidak sedikit pekerja medis misalnya yang mengadvokasi agar pemerintah melarang seluruh produk vape yang ada di Indonesia (cnnindonesia.com, 24/9/2019).
Sebagai penutup, adanya miskonsepsi mengenai produk-produk vape dan juga kegunannya sebagai alat harm redução bagi para perokok tentu akan sangat merugikan publik, khususnya mereka yang sudah kecanduan dengan rokok dan memiliki keinginan untuk berhenti. Hal ini semakin berbahaya terutama di negara dengan tingkat perokok yang sangat tinggi seperti di Indonesia. Para isso, adanya kampanye mengenai pentingnya produk-produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik para redução de danos merupakan sesuatu yang sangat penting, agar semakin banyak orang-orang yang bisa terbantu untuk mereka berhenti merokok.
Publicado originalmente aqui