Perlindung Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) si è guadagnato la sua capacità di dare un'occhiata al dilindungi o al prodotto-produkt hukum di berbegai negara. Tak hanya itu, jaminan atas HAKI juga dicantumkan oleh beragam dokumen dan kesepakatan internasional.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (dichiarazione Universale dei Diritti Umani / UDHR) misalnya, dalam Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa, “Setiap manusia memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan, baik secara moral, maupun kepentingan material, yang dihasilkan dari hasil karya saintifik, literatur, maupun seni yang dibuatnya.”
Indonesia sendiri juga sudah memiliki kerangka hukum untuk menjamin HAKI. Diantaranya è Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 con Hak Cipta e Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 con Paten. Dalam Pasal 1 UU Hak Cipta misalnya, dinyatakan bahwa “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.”
Sementara itu, dalam Pasal 1 UU Paten, disebutkan bahwa paten adalah “hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventore atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya."
Sejarah produk hukum perlindungan HAKI di Indonesia juga bisa ditarik hingga sebelum Indonesia merdeka. Pemerintah Kolonial Belanda misalnya, memberlakukan Undang-Undang Merek pada tahun 1885 dan Undang-Undang Hak Cipta tahun 1912. Pasca kemerdekaan, tahun 1953, Menteri Kehakiman Republik Indonesia mengeluarkan peraturan nasional pertama tentang paten, yakni Pengumuman Menteri Kehakiman no. JS 5/41/4.
Akan tetapi sayangnya, meskipun Indonesia sudah memiliki kerangka hukum perlindungan HAKI yang diikuti sejarah yang panjang, namun implementasi atas Undang-Undang tersebut masih terlalu minimo.
Berdasarkan indici Perlindung Hak Kekayaan Intelektual tahun 2020 dari Kamar Dagang Amerika Serikat (Camera di commercio degli Stati Uniti) misalnya, dari 53 negara yang disurvei, Indonesia menduduki peringkat ke 46. Hal tersebut tentu merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan, dan seyogyanya harus bisa diperbaiki di kemudian hari (Camera di commercio degli Stati Uniti, 2020).
Tidak hanya secara global, Indonesia juga menduduki peringkat bawah dalam hal perlindungan HAKI untuk negara-negara di kawasan Asia. Camera di commercio degli Stati Uniti mencatat bahwa perlindungan hak cipta, ditengah maraknya pembajakan, merupakan salah satu permasalahan besar di Indonesia terkait perlindungan HAKI.
Bagi seseorang yang banyak menghabiskan waktu dell'Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, ha ini tentu merupakan sesuatu yang bisa dengan sangat mudah kita temui. Bila kita pergi ke berbegai pusat perbelanjaan misalnya, kita tidak akan bisa menutup mata dari banyaknya toko-toko yang menjual berbegai produk bajakan, mulai dari film, album musik, moda, Software computer, dan videogiochi. Berbagai produk tersebut dijual dengan harga yang sangat jauh di bawah produk aslinya.
Seseorang misalnya, dapat membeli film atau album lagu dengan harga di bawah Rp10.000, atau membeli produk moda dengan harga di bawah 10% dari harga aslinya. Hal ini tentu sangat merugikan mereka yang sudah bekerja e berpikir keras untuk berkarya e berinovasi.
Selain itu, Camera di commercio degli Stati Uniti juga mencatat bahwa Indonesia tidak memiliki penelitian yang sistematis yang meneliti mengenai hubungan antara perlindungan HAKI dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini tentu membuat insentif pemerintah untuk menegakkan aturan perundang-undangan yang melindungi HAKI menjadi berkurang, atau bahkan tidak ada.
Ada beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan antara perlindungan HAKI dengan pertumbuhan ekonomi. Park & Ginarte (1997) misalnya, menemukan ada hubungan yang erat antara kedua hal tersebut. Perlindunan HAKI dapat meningkatkan akumulasi faktor produksi, seperti modal ricerca e sviluppo. Adanya perlindungan HAKI dapat mereka yang bergerak di bidang penelitian untuk berinvestasi lebih besar dan mengambil resiko yang lebih tinggi, yang tentu akan mendorong pertumbuhan ekonomi (Mrad, 2017).
semichiano Meskipun, Camera di commercio degli Stati Uniti juga mencatat ada beberapa perkembangan positif terkait perlindungan HAKI dell'Indonesia. Diantaranya adalah implementasi perlindungan hak cipta yang lebih baik dalam ranah dunia maya, dengan menutup beberapa situs streaming gratis, e koordinasi pada tingkat cabinet yang semakin baik terkait penegakan perlindungan HAKI.
Contoh inisiatif kebijakan pemerintah terkait perlindungan HAKI dell'Indonesia, salah satunya dapat dilihat dari upaya yang dilakukan oleh Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual (Ditjen KI). Pada tahun 2017 lalu, Ditjen KI memberlakukan kebijakan untuk memperkuat fungsi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam menegakkan perlindungan HAKI dell'Indonesia.
Salah satu hal untuk meningkatkan fungsi PPNS Ditjen KI ini diantaranya adalah menambahkan wewenang PPNS untuk melakukan proses mediasi bila ada sengketa terkait perkara HAKI. Mediasi ini merupakan salah satu bentuk alternatif untuk menyelesaikan sengketa terkait HAKI di luar dari lembaga peradilan (Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual, 2017).
Hal ini tentu merupakan sesuatu yang patut dirayakan dan diapresiasi. Perlindungan HAKI dell'Indonesia tentu merupakan sesuatu yang sangat penting, untuk menjaga hak para innovator, seniman, e dan pembuat konten kreatif agar mereka bisa menikmati hasil kerja keras dan kreativitas yang mereka lakukan.
Questo semikian, diharapkan tentu akan semakin banyak para innovator e orang-orang yang lahir di Indonesia, yang dapat membawa dampak yang sangat positivo bagi perekonomian e peningkatan kesejahteraan.
Originariamente pubblicato qui.
Il Consumer Choice Center è il gruppo di difesa dei consumatori che sostiene la libertà di stile di vita, l'innovazione, la privacy, la scienza e la scelta dei consumatori. Le principali aree politiche su cui ci concentriamo sono il digitale, la mobilità, lo stile di vita e i beni di consumo e la salute e la scienza.
Il CCC rappresenta i consumatori in oltre 100 paesi in tutto il mondo. Monitoriamo da vicino le tendenze normative a Ottawa, Washington, Bruxelles, Ginevra e altri punti caldi della regolamentazione e informiamo e attiviamo i consumatori a lottare per #ConsumerChoice. Ulteriori informazioni su consumerchoicecenter.org