Industri rokok elektronik, atau yang dikenal dengan nama vape, merupakan salah satu industri yang kini terus berkembang di berbegai negara di dunia, termasuk juga dell'Indonesia. Bagi kita yang tinggal di wilayah urban di kota-kota besar misalnya, dengan mudah kita bisa menemukan berbegai orang yang menggunakan rokok elektronik, khususnya mereka yang berasal dari kalangan muda.
Konsumen vape dell'Indonesia sendiri bukan dalam jumlah yang sedikit. Pada tahun 2020 lalu misalnya, berdasarkan daya dari Asosiasi Vaper Indonesia (AVI), setidaknya ada 2 juta masyarakat Indonesia yang secara aktif mengkonsumsi rokok elektronik (rm.id, 24/4/2020).
Meningkatnya pengguanan vape dell'Indonesia sendiri bisa kita lihat disebabkan oleh berbegai hal. Fino a quando non ci sono titoli di coda, rokok elektronik menyediakan berbegai fitur yang tidak disediakan oleh berbegai produk rokok convenzionale. Salah satunya adalah, rasa yang sangat variatif, seperti rasa buah-buahan, yang jarang atau bahkan mustahil bisa kita dapatkan di produk-produk rokok yang dibakar convenzionale. Hal ini tentu membuat vape memiliki daya tarik tersendiri, terutama bagi kalangan muda yang tinggal di perkotaan.
Namun, tidak semua orang menyambut baik adanya fenomena tersebut. Berbagai kalangan dell'Indonesia mengadvokasi e mendukung agar seluruh produk vape dell'Indonesia dapat dilarang secara penuh.
Organisasi dokter di Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) misalnya, mengadvokasi dan menuntut pemerintah agar segera melarang seluruh produk rokok elektronik. IDI beralasan bahwa rokok elektronik dianggap sebagai produk yang berahaya bagi kesehatan, dan tidak jauh berbeda dari rokok konvensional yang dibakar (CNN Indonesia, 24/9/2019).
Meskipun demikian, penelitian oleh lembaga kesehatan dari berbegai negara di dunia justru menunjukkan hasil yang sebaliknya. Pada tahun 2015 lalu misalnya, lembaga kesehatan public asal Inggris, Public Health England (PHE), mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa rokok electronic merupakan product yang jauh lebih aman bila dibandingkan dengan rokok yang dibakar convenzionale, yakni hingga 95% lebih aman (gov.uk, 19/8/2015).
Hal ini tentu merupakan sesuatu yang sangat positivo. Bila semakin banyak para konsumen rokok yang dapat beralih e dan berpindah ke produk-produk rokok elektronik yang terbukti jauh lebih aman dibandingkan dengan rokok konvensional, maka tentu akan lebih sedikit orang-orang yang terkena penyakit cronis, e biaya kesehatan juga menjadi dapat ditekan e menu.
Untuk itu, kebijakan pelarangan vape, seperti yang diadvokasi oleh IDI e berbegai lembaga lainnya, adalah kebijakan yang tidak tepat e justru akan membawa banyak kerugian. Questo tipo di attività per l'Indonesia potrebbe anche essere considerato un prodotto mencari che richiede molto tempo a qualsiasi persona, che potrebbe essere considerato come membahayakan mereka. Belum lagi, pelarangan tersebut tidak mustahil akan memunculkan berbegai produk-produk ilegal yang justru sangat berbehaya bagi konsumen.
Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah, industri vape di negeri kita sendiri sudah menyumbangkan banyak lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan data dari Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) misalnya, pada tahun 2020 lalu, setidaknya ada 50.000 orang yang secara langsung bekerja di industri rokok elektronik di Indonesia (vapemagz.co.id, 6/6/2020).
Angka ini, berdasarkan data APVI, belum termasuk tenaga kerja yang bekerja di berbegai toko retail rokok elektronik di seluruh Indonesia. APVI memperkirakan, bahwa setidaknya ada 3.500 toko retail rokok elektronik yang tersebar di seluruh nusantara. 2.300 diantara toko tersebut setidaknya tersebar di pulau Jawa, semntara sisanya tersebar di berbegai pulau lainnya, seperti Kalimanta, Sumatera, Bali, dan Sulawesi (vapemagz.co.id, 6/6/2020).
Hal ini tentu merupakan perkembangan yang pesat, mengingat industri vape merupakan industri yang tergolong baru berkembang dell'Indonesia. Industri rokok elektronik di Indonesia sendiri baru berkembang setidaknya sejak 4 tahun terakhir, atau sejak tahun 2017. Pada tahun 2017 misalnya, pengguna vape di Indonesia berjumlah 900.000 pengguna. Angka tersebut meningkat menjadi 1,2 juta pengguna pada tahun 2019, dan 2,2 juta pengguna pada tahun 2020 (vapemagz.co.id, 6/6/2020).
Hal tersebut tentunya menunjukkan peningkatan yang cukup pesat. Bisa dipastikan, di tahun-tahun setelahnya, industri vape atau rokok elektronik dell'Indonesia akan terus meningkat, yang pastinya akan semakin meningkatkan lapangan kerja. Questo demikian, kebijakan pelarangan vape dell'Indonesia tentu bukan saja merupakan kebijakan yang dapat membahayakan konsumen, namun juga akan menutup lapangan kerja banyak orang, serta akan menutup pintu pembukaan lapangan kerja lain, yang sangat dibutuhkan oleh banyak masyarakat dell'Indonesia.
Semakin meningkatnya penggunaan vape atau rokok elektronik ini juga telah menyumbang pendapatan cukai yang tinggi bagi pemerintah. Pada tahun 2019 saja misalnya, industri rokok elektronik telah menyumbangkan setidaknya 427 miliar rupiah. Angka ini tentu merupakan jumlah yang sangat besar, dan bisa digunakan oleh pemerintah untuk membiayai berbegai program-program publik (vapemagz.co.id, 6/6/2020).
Sebagai penutup, industri vape telah menyumbang banyak tenaga kerja dan juga pendapatan cukai yang tidak sedikit bagi pemerintah e negara Indonesia. Belum lagi, produk rokok elektronik merupakan produk sudah terbukti jauh lebih aman bila dibandingkan dengan rokok yang dibakar convenzionale tentu merupakan ha yang sangat positivo. Questo tipo di svapo è stato progettato per essere utilizzato in modo indipendente da altri tipi di contenuti che hanno già avuto problemi con il tempo, karena bukan hanya o semakin membahayakan kesehatan publik, ma non è ancora possibile negare il pendapatan, e può anche essere utilizzato per ottenere banyak orang.
Originariamente pubblicato qui.