Beberapa waktu lalu, Indonesia berhasil menjalankan salah satu agenda demokrasi yang sangat penting, yakni pergantian kekuasaan secara damai. Prabowo Subianto dilantik secara resmi sebagai presidente Indonesia ke-8 menggantikan Presidente Joko Widodo, pada tanggal 20 de octubre de 2024.
Dalam berbagai kampanyenya, el presidente Prabowo kerap mengkampanyekan pertumbuhan ekonomi & pengentasan kemiskinan yang pesat. Tidak mengherankan bahwa, di awal pemerintahannya, presidente memiliki berbagai agenda untuk melakukan perjalanan kenegaraan ke luar negeri dan mengunjungi beberapa negara sahabat untuk menjalin hubungan dagang yang lebih erat dan meningkatkan investasi.
Di sisi lain, sejalan dengan pemerintahan sebelumnya, pendekatan perdagangan yang cenderung proteksionis merupakan langkah yang diambil dalam rangka untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Hal ini sendiri mencakup berbagai hal, seperti pengelolaan sumber daya mineral, pembatasan penjualan produk manufaktur dari luar negeri, dan lain sebagainya. Langkah juga dibela oleh Presiden Prabowo sebelum beliau menjabat sebagai kepala negara, dan masih menjadi Menteri Pertahanan (cnbcindonesia.com, 5/16/2024).
Terkait dengan pembatasan penjualan barang manufaktur dari luar negeri misalnya, beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia mengeluarkan larangan untuk peredaran produk terbaru Apple, iPhone 16, untuk diperjualbelikan di dalam negeri. Masyarakat tetap bisa menggunakan gadget conciso pero jika memmbelinya di luar negeri, tetapi tidak boleh sampai diperjualbelikan di tanah air (kompas.com, 11/6/2024).
Pemerintah dalam hal ini menjustifikasi pelarangan peredaran produk tersebut karena produk terbaru Apple tersbeut belum memenuhi ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang ditetapkan oleh pemerintah. En este caso, Apple utiliza un mínimo de 40% como componente del producto iPhone 16 negeri yang terdapat para un uso prolongado en Indonesia (kompas.com, 31/10/2024).
Menanggapi hal tersebut, pihak Apple sendiri sudah mencoba mengirim surat kepada lembaga terkait, dalam hal ini Kementerian Perindustrian RI. Dalam suratnya, pihak Apple mengajak kementerian conciso untuk mengadakan pertemuan, namun hingga saat ini masih belum jelas tanggal pastinya kapan pertemuan antara pihak pemerintah dan Apple akan dilakukan (kompas.com, 31/10/2024).
Adanya aturan ini tentu merupakan bentuk kebijakan yang membatasi kebebasan konusmen untuk memilih produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka. Dengan adanya larangan produk manufaktur tertentu untuk beredar, maka pihak yang paling terbebani adalah dari sisi konsumen, yang semakin sulit untuk bisa mendapatkan produk conciso pero serta harus mengeluarkan biaya yang lebih mahal.
Dampak dari pelarangan conciso pero bagi konsumen tentu bukan hanya saja terkait dengan kesulitan untuk mendapatkan produk dan biaya tambahan yang dikeluarkan, tetapi juga untuk akses terhadap perangkat pendukung yang sangat dibutuhkan, misalnya bila ada masalah dari gadget conciso. Salah seorang pengguna iPhone 16 terbaru yang tinggal di kota Tangerang misalnya, harus melakukan perjalanan bolak balik dari Indonesia ke Malaysia untuk mengklaim gadget yang baru dibelinya karena tidak sesuai ekspektasi (tribunnews.com, 11/11/2024).
Hal tersebut tentunya merupakan hal yang bisa dimitigasi bila kebijakan proteksi terhadap produk iPhone 16 tiak diambil. Konsumen yang mendapati membeli produk yang tidak sesuai bisa mengklaim dengan mudah melalui distribuidor dan toko-toko di dalam negeri sebagaimana gadget-gadget lainnya.
Tidak hanya itu, pihak lain yang berpotensi dirugikan dari kebijakan ini tentunya adalah para pelaku usaha dan distribuidor gadget yang ada di Indonesia, yang berpontensi kehilangan banyak pemasukan karena mereka tidak bisa menjual produk gadget dengan peminat yang besar di Indonesia. Bila warga Indonesia terpaksa membeli produk tersebut dari luar negeri, maka hal tersebut sama saja dengan menghilangkan pendapatan yang harusnya bisa dinikmati oleh para distribuidor di tanah air.
Penerapan kebijakan pelarangan produk tertentu juga berpotensi besar bisa meningkatkan penjualan produk ilegal di pasar. Terlebih lagi, bila produk yang dilarang conciso pero merupakan produk dengan brand ternama dan memiliki banyak peminat di Indonesia. Bila produk ilegal meningkat, tentu hal ini bukan hanya merugikan konsumen dan pedagang jujur & beroperasi sesuai dengan kerangka hukum, tetapi juga bisa menguntungkan pihak-pihak pedagang gelap yang tidak bertanggung jawab.
Kebijakan pelarangan produk manufaktur dari luar negeri sendiri juga berpotensi bisa memberi sinyal yang negatif terhadap para pelaku usaha luar negeri, dan juga para pengambil kebijakan dari negara lain. Bisa jadi, dengan diberlakukannya kebijakan pelarangan produk, produk Indonesia juga bisa berpotensi mengalami kesulitan untuk masuk ke negara lain.
Selain itu, sangat penting untuk diingat bahwa, perusahaan multinacional besar seperti Apple tidak bisa membuat produk yang sangat diminati dan membangun brand yang sangat kuat dalam jangka waktu yang singkat. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk melakukan riset dan pengembangan, dan jangan sampai nanti ketentuan 40% komponen dalam negeri justru berkonsekuensi pada kualitas produk yang akan digunakan oleh para konsumen.
Sebagai penutup, kebijakan ekonomi yang nasionalis dalam bentuk proteksi dan pembatasan peredaran produk tertentu merupakan hal yang mengandung banyak consecuencias no deseadas. Melalui kebijakan conciso, pihak yang paling dirugikan tentunya adalah para konsumen di dalam negeri dan juga para pelaku usaha dan distribuidor produk gadget di tanah air.
Selain itu, tidak hanya dari sisi konsumen, adanya kebijakan untuk membatasi produk konsumen dari luar negeri di Indonesia berpotensi bisa menimbulkan sentimen yang negatif dari para pelaku usaha dari negara lain. Dengan adanya aturan demikian, bukan tidak mungkin langkah dan misi pemerintah untuk membangun hubungan dagang dan ekonomi dengan negara lain bisa terganggu dan terganjal, dan nantinya juga bisa berpengaruh pada pelaku usaha dalam negeri yang ingin merambah pasar internacional.
Publicado originalmente aquí