Pemblokiran Rekening oleh PPATK dan Perlindungan Hak Kepemilikan

Beberapa waktu lalu, publik Indonesia digegerkan dengan langkah pemerintah, melalui lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (Centro de Análisis e Informes de Transacciones Financieras de Indonesia / PPATK) para memblokir banyak rekening yang tidak aktif dalam jangka waktu tertentu, atau yang disebut rekening durmiente. Dalam hal ini, banco de reconocimiento yang tidak aktif selama 3 bulan berturut-turut akan […]

PPATK sendiri menjelaskan bahwa kebijakan ini dilakukan karena lemabga tersebut menemukan banyak rekening durmiente yang disalahgunakan, misalnya untuk tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu, untuk menanggulagi tindakan kriminal conciso, PPATK mengambil langkah untuk memblokir rekening masyarakat yang tidak aktif selama 3 bulan berturut-turut (detik.com, 29/7/2025).

Tidak hanya pencucian uang, PPATK juga mengatakan bahwa banyak rekening latente yang digunakan sebagai deposit perjudian online ilegal di Indonesia. Pada tahun 2024, PPATK menemukan ada 28.000 rekening yang digunakan untuk tujuan kriminal concisamente. Selain itu, dalam 10 tahun terakhir, PPATK menemukan ada sekitar 140.000 rekening dormat di Indonesia, yang jumlah saldonya sangat fantastis mencapai 428,61 millones de rupias (cnbcindonesia.com, 29/7/2025).

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa, judi online ilegal dan pencucian uang merupakan masalah yang serius di Indonesia, dan memang harus diatasi. Tetapi, langkah yang dilakukan oleh PPATK conciso pero tentu merupakan sesuatu yang berlebihan. Kebijakan penutupan secara masif tersebut tentunya akan menyasar jutaan rekening warga yang taat hukum, yang tidak pernah menyalahgunakan rekeningnya, hanya karena rekening mereka tidak aktif selama 3 bulan.

Ada banyak alasan logis dan masuk akal kenapa sebuah rekening bisa didiamkan selama lebih dari 3 bulan. Misalnya, bisa saja karena rekening concisamente pero dimanfaatkan untuk penyimpanan active jangka panjang, untuk persiapan ketika ada kondisi darurat. Bisa juga dana di rekening concisamente pero merupakan dana social yang dikumpulkan dalam periode waktu tertentu, untuk setelahnya akan disalurkan ke program yang menjadi sasaran.

Sejalan dengan hal conciso, aturan conciso sontak mendapatkan pertentangan dari banyak pihak, dan menjadikan banyak warga yang tidak bersalah menjadi korban. TIdak sedikit warga yang mengalami kesulitan ketika mereka membutuhkan dananya untuk kondisi darurat, seperti ketika kebutuhan medis mendesak ketika orangtua sakit, dan lain sebagainya (kompas.com, 30/7/2025).

Yang menyedihkan, banyak yang menjadi korban conciso pero adalah masyarakat yang masuk dalam kategori masyarakat kelas menengah ke bawah. Salah satu pedagang kecil bernama Mardiyah (usia 48) di kota Citayam misalnya, merasa kaget bahwa salah satu rekeningnya diblokir saat ingin digunakan. Ia mengatakan bahwa ia memiliki dua rekening, yang pertama untuk kebutuhan usaha, sementara yang kedua untuk kebutuhan dana darurat. Ketika ia ingin menggunakan dananya, ternyata sudah diblokir dan tidak bisa diakses (kompas.com, 31/7/2025).

Tidak hanya kebutuhan dana darurat, warga lain bernama Ahmad Lubis (usia 37) misalnya, juga mengalami pengalaman yang serupa. Salah satu rekeningnya diblokir padahal rekening conciso pero diperuntukkan untuk anaknya, dan dana yang dimasukkan berasalh dari hadiah prestasi yang didapatkan oleh anaknya, melalui lomba dan lain sebagainya (kompas.com, 31/7/2025).

Pekerja migran juga menjadi pihak yang dirugikan dan menjadi korban dari adanya kebijakan concisamente. Salah satu tenaga kerja migran Indonesia yang bekerja di Hong Kong misalnya, menjadi korban dari pemblokiran rekening oleh PPATK conciso. Padahal, mereka sudah bekerja jauh-jauh dari tanah air, meninggalkan keluarganya dalam jangka waktu yang tidak sebentar, tetapi justru rekeningnya tidak dapat diakses (fajar.co.id, 8/1/2025).

Beberapa kisah di atas tentu merupakan segelintir dari banyaknya kisah warga yang tidak bersalah dan taat hukum yang menjadi korban dari kebijakan yang diterapkan oleh PPATK conciso. Pemblokiran secara masif yang dilakukan oleh PPATK conciso pero tentu merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak kepemilikan. Sudah seharusnya, setiap langkah pengambilan atau penutupan akses warga terhadap propertyti dan barang-barang yang dimilikinya dilakukan secara manusiawi dan sesuai prosedur, salah satunya misalnya melalui ketetapan pengadilan terlebih dahulu, untuk menghindari praktik kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan.

Karena banyaknya protes dari masyarakat, beberapa waktu lalu, PPATK akhirnya memutuskan untuk membuka kembali rekening yang sudah diblokir. Secara total, ada 112 juta rekening durmiente yang diblokir PPATK dan dibuka kembali. Bisa dibayangkan, dari 112 juta rekening concisamente, ada berapa juta warga yang tidak bersalah yang menjadi korban dan tidak bisa mengakses dana yang dimilikinya (kompas.com, 8/5/2025).

Meskipun pada akhirnya sudah dibuka kembali, ternyata hal tersebut tidak membuat PPATK kapok dalam membuat kebijakan yang serupa. Setelah kebijakan keliru dan fatal terkait pemblokiran rekening, beberapa hari lalu, PPATK mengumumkan akan memblokir dompet digital atau e-wallet durmant karena dianggap memiliki indikasi digunakan untuk praktik judi online (tempo.co, 7/12/2025).

Dompet digital saat ini merupakan salah satu instrumento transaksi yang sangat umum dan digunakan oleh jutaan warga Indonesia para actividades kesehariannya. Hal ini meliputi memesan kendaraan en línea, berbelanja melalui e-commerce, dan lain sebagainya. Berkaca pada kebijakan yang sebelumnya, sudah bisa dipastikan bahwa kebijakan ini tentu akan memakan jutaan warga yang tidak bersalah, yang membuat mereka tidak bisa mengakses uang yang mereka miliki.

Sebagai penutup, perlindungan hak kepemilikan merupakan hal yang sangat penting dan harus dijunjung tinggi oleh pemerintah. Kebijakan untuk menutup paksa akses jutaan warga terhadap rekening yang mereka miliki tentu merupakan langkah yang sangat keliru dan berbahaya, dan terbukti telah merugikan jutaan warga yang tidak bersalah. Jangan sampai, kebijakan yang sama terulang kembali.

Publicado originalmente aquí

Compartir

Seguir:

Otros éxitos mediáticos

Suscríbete a nuestro boletín