Indonésia merupakan salah satu negara dengan luas wilayah terluas di dunia. Não hanya itu, berbeda dengan negara-negara besar lainnya, seperti Rússia, América Serikat, e Brasil, Indonésia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau, yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara.
Com informações geográficas tersebut, ditambah kenyataan bahwa Indonésia memiliki jumlah população yang sangat besar (270 juta jiwa), hal ini memberi tantangan transportasi yang tidak mudah untuk bepergian dan berpindah tempat. Para isso, para permitir o transporte de sarana, o transporte de sarana udara menjadi satu-satunya o transporte de sarana yang memadai.
Perjalanan transportasi selain melalui udara, seperti melalui laut misalnya, sangat memakan waktu yang lama. Para viajar de ibukota Jacarta para o centro da cidade de Sumatra misalnya, você pode transportar sarana laut, bisa memakan waktu hingga 3 dias. Sementara itu, dengan menggunakan pesawat hanya memakan waktu sebesar 2,5 jam.
Namun, dunia transportasi udara di Indonesia juga bukan tanpa permasalahan. Salah satu masalah besar terkait dengan penerbangan di Indonesia é adalah biaya yang tinggi, khususnya apabila dibandingkan dengan perjalanan internacional fromi Jacarta ke negara-negara tetangga.
Para uma viagem de Jacarta para Bali, o preço do bilhete é de 1,1 juta rúpias para uma viagem semanal, o valor de Jacarta para Singapura é de 650 ribu rupias. Padahal, kedua perjalanan tersebut memakan waktu yang sama, sekitar 1,5 jam (tirto.id, 4/10/2024).
Ada alguns hal yang membuat hal tersebut terjadi. Salah satunya misalnya é adalah harga avtur na Indonésia yang cenderung lebih mahal bila dibandingkan dengan negara-negara tetangganya. Selain itu, terdapat pula biaya-biaya tambahan lainnya yang harus dibayarkan kepada pemerintah, seperti pajak pertambahan nilai, iuran wajib asuransi jasa raharja, dan biaya lainnya (bbc.com, 17/7/2024).
Selain itu, hal lain yang memiliki pengaruh terhadap tingginya harga tersebut adalah kebijakan control harga yang diadopsi oleh pemerintah, dalam bentuk tarif batas atas dan juga batas bawah. Dalam hal ini, kebijakan tersebut diterapkan terhadap tiket perjalanan domestic di Indonesia, tetapi tidak diterapkan di penerbangan internacional ke luar negeri.
Terkait dengan hal tersebut, tarif batas atas dipahami sebagai tarif maximal yang bisa biaya dikenakan oleh maskapai penerbangan kepada konsumen, sementara tarif bawah adalah tarif mínimo. Componen untuk menentukan batas tarif tersebut terdiri dari banyak hal, seperti biaya gaji kru dan karyawan, biaya asuransi, bahan bakar, jasa navigasi penerbangan, biaya catering penerbangan, dan lain sebagainya (masyarakathukumudara.or.id, 8/6/2019).
Adanya penyesuaian harga tersebut tentunya akan memiliki dampak negatif dalam bentuk mengurangi kompetisi yang dapat menguntungkan usumen. Lembaga riset Instituto de Desenvolvimento de Economia e Finanças (Indef) misalnya, menyatakan bahwa bila tarif batas tersebut dicabut, maka hal tersebut akan membawa penyesuaian harga yang lebih sesuai, dan akan mengembalikan pasar maskapai penerbangan na Indonésia agar semakin kompetitif (idntimes.com, 18/06/2019).
Hal ini bisa dilihat misalnya dari adanya agrupamento e operação conjunta yang dilakukan oleh 7 maskapai terbesar di Indonésia (kompas.com, 21/12/2022). Hal ini sangat berbeda dengan penerbangan internacional di Indonesia yang lebih beragam dan mampu berkompetisi lebih bebas antar sesama maskapai penerbangan internacional, dan maka dari itu bisa menyediakan tiket dengan harga lebih murah dibandingkan dengan penerbangan domestic.
Salah satu CEO dari perusahaan penerbangan Air Asia yang beroperasi di Indonesia, Tony Fernandes, misalnya, juga menyampaikan bahwa regulasi harga ticket terhadap penerbangan domestic di Indonesia dapat membunuh bisnis. Ia mengatakan, kebijakan pemerintah yang sampai mengatur harga tarif tiket pesawat merupakan sesuatu yang berlebihan, dan sebaiknya setiap maskapai bisa menentukan harga tiket mereka masing-masing (cnnindonesia.com, 4/7/2019).
Air Asia Indonesia misalnya, juga menjelaskan bahwa, karena adanya kebijakan control harga melalui tarif batas bawah dan batas atas yang diterapkan oleh Kementerian Perhubungan untuk penerbangan domestic, mereka tidak bisa menentukan harga yang sesuai dengan mekanisme pasar. Misalnya, para o transporte internacional de Jacarta para Kuala Lumpur, a Air Asia tem uma tarifa de 600 ribu rúpias, tetapi sewaktu-waktu maskapai tersebut bisa menurunkan harga hingga 100 — 200 ribu rupiah demi menarik penumpang. Isso não foi divulgado para fins domésticos (goodstats.id, 17/7/2024).
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa, kebijakan control harga dalam hal apa pun, termasuk juga tentunya penerbangan, merupakan kebijakan yang contraproduktif. Adanya controla harga batas atas bisa memberi sinyal yang salah kepada produsen, bahwa demand dari tiket tersebut dianggap tidak sebanyak yang diperkirakan, yang menyebabkan terjadinya kelangkaan. Sebaliknya, adanya control harga dalam bentuk batas bawah bisa menyebabkan oversupply, and dalam kasus perusahaan jasa seperti penerbangan, hal ini juga akan merugikan konsumen karena seharusnya mereka bisa membeli tiket com harga yang lebih rendah (economicshelp.org, 17/3/2022).
Aspek lain yang sangat terkait dengan hal tersebut adalah, adanya kontrol tarif harga pesawat di Indonesia bukan hanya akan merugikan para konsumen maskapai penerbangan, tetapi juga berpotensi merugikan para pelaku usaha local yang tersebar di seluruh Indonesia. Adanya tarif penerbangan ke luar negeri yang lebih murah tentu memberi insentif lebih bagi para wisatawan Indonesia untuk menghabiskan waktu dan uangnya di luar negeri, dibandingkan dengan daerah wisata di dalam negeri.
Hal ini diakui oleh salah satu wisatawan asal Jacarta misalnya. Ia menyampaikan bahwa, pemerintah sering menyampaikan pentingnya para melestarikan wisata dalam negeri. Ia sendiri sebenarnya sangat berminat untuk berwisata dan berjalan-jalan di dalam negeri, tetapi adanya tiket yang mahal kerap mengurungkan niatnya melakukan hal tersebut. Ele pode se tornar uma pessoa livre para se divertir, negando-se a negar a segurança em Singapura, Malásia e Tailândia, karena harga tiket pesawat yang lebih murah (bbc.com, 17/7/2024).
Oleh Karena itu, adanya kebijakan control harga seperti harga batas bawah misalnya, juga berpotensi akan menimbulkan supplyyang berlebihan yang berdampak pada pemborosan terhadap perusahaan penerbangan domestic yang beroperasi di Indonesia. Setiap maskapai penerbangan pasti mengeluarkan biaya operacional yang tidak kecil, seperti untuk bahan bakar misalnya. Dalam hal ini, maskapai tersebut harus tetap mengeluarkan biaya yang tinggi, e juga waktu penerbangan yang lama, meskipun tidak mendapatkan potens penumpang seperti para wisatawan secara maximal.
Embora seja necessário um regulamento regulatório, não há nada que seja diberikan perhatian oleh pemerintah adalah dari sisi pelaku usaha, terlebih lagi bila pelaku usaha tersebut merupakan pelaku usaha besar. Padahal peran e suara konsumen sangat penting to didengar karena mereka juga menjadi pihak yang akan terkena amortecedor langsung dari kebijakan regulasi tersebut. Hal ini diakui oleh lembaga Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) bahwa dalam penyusunan kebijakan seringkali hak-hak konsumen tidak diakomodasi (cnbcindonesia.com, 8/4/2019).
Sebagai penutup, kebijakan control harga merupakan salah satu kebijakan ekonomi paling kontraproduktif yang kerap diambil oleh berbagai pemerintahan di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Bila kita ingin semakin melestarikan dan mengembangkan industri pariwisata dalam negeri, sudah seharusnya kebijakan control harga atas tiket tersebut dicabut, agar terjadi persaingan bebas, dan harga tiket pesawat bisa semakin terjangkau bagi para konsumen dan turis domestik di Indonesia.
Publicado originalmente aqui