Uno degli attacchi informatici bancari più consequenziali degli ultimi anni è stato appena rivelato al pubblico. In un post caricato sul suo sito web due settimane fa, la Evolve Bank and Trust con sede in Arkansas ha informato i propri clienti che un “incidente di sicurezza informatica” che ha coinvolto il gruppo ransomware russo LockBit ha provocato il furto di una quantità imprecisata di informazioni sui clienti.

Il gruppo di hacker, che è stato il obbiettivo di un'operazione internazionale di applicazione della legge per anni, aveva originariamente ha sostenuto l'attacco ha colpito la Federal Reserve, sollevando qualche perplessità a Wall Street.

Invece, come rivela il sito web dark net del gruppo, la cache di record rubata si riferisce presumibilmente ai clienti di Evolve Bank and Trust e a quelli delle società FinTech partner, secondo quanto riferito compresi i nomi dei clienti, i numeri di previdenza sociale, le date di nascita e le scansioni delle patenti di guida e dei documenti d'identità.

Sebbene non conosciamo la reale portata dell'attacco informatico e delle fughe di notizie, la banca posizione unicaIn quanto ponte tra la finanza tradizionale e le startup FinTech, le neo-banche evidenziano una situazione molto più grave di quanto molti vorrebbero ammettere.

Molte importanti società di servizi finanziari, tra cui grandi nomi come Wise, Mercury, Stripe, Affirm e molti altri, hanno già comunicato ai loro clienti che alcuni dei loro datipotrebbe essere stato incluso nell'hack. Personalmente ho ricevuto alcune di queste email da altri account.

Ciò è correlato all'imminente fallimento del fornitore bancario correlato Synapse, che ha agito come intermediario tra le aziende FinTech e le banche tradizionali come Evolve. I senatori Sherrod Brown (D-Ohio), Ron Wyden (D-Ore.), Tammy Baldwin (D-Wis.) e John Fetterman (D-Penn.) inviato una lettera il 1° luglio alla società chiedendole di rendere integri i suoi clienti. Nella lettera è stata anche citata Evolve Bank, un importante partner di Synapse. Il presunto hack non farà che peggiorare la situazione.

Due fattori rendono questo presunto hack di Evolve così devastante.

In primo luogo, la scala e la portata delle aziende coinvolte. elenco dei partner FinTech che utilizzano la licenza bancaria di Evolve per emettere conti finanziari include alcuni dei più grandi istituti del paese, che servono centinaia di milioni di americani. Sapremo il vero numero di persone interessate solo quando le aziende riveleranno i dati compromessi.

In secondo luogo, le leggi federali necessario ogni azienda deve raccogliere dati personali e privati significativi dai propri clienti da fornire a Evolve. Che si tratti del Bank Secrecy Act, del PATRIOT Act, del FDIC Customer Identification Program, del Dodd-Frank Act o del Corporate Transparency Act appena approvato, il governo federale impone ai clienti di consegnare grandi quantità di informazioni e dati che le banche e gli istituti finanziari devono conservare per rintracciare i reati.

Per rispettare le innumerevoli leggi Know Your Customer e antiriciclaggio che il governo ha imposto alle istituzioni finanziarie, ciascuna di queste aziende deve raccogliere e conservare i nomi, gli indirizzi, i numeri di previdenza sociale e le scansioni di documenti d'identità dei propri clienti per segnalarli al Dipartimento del Tesoro. Un nefasto gruppo di hacker russi potrebbe ora possedere queste informazioni.

La portata del potenziale furto di identità non potrà che aumentare quando i criminali collegheranno queste informazioni alle recenti violazioni della rete.

Alcuni utenti hanno già segnalato truffe di phishing reso possibile dalle informazioni ottenute tramite l'hacking, e tuttavia presto potrebbero essere disponibili ulteriori informazioni.

Jason Mikula, scrittore di FinTech Substack, è uno dei pochi giornalisti ad aver coperto questa violazione sin dall'inizio. Evolve Bank gli ha inviato un lettera di cessazione e desistenza la scorsa settimana e ha minacciato azioni legali se avesse rivelato informazioni provenienti dagli hacker.

Al di là delle preoccupazioni circa un crollo più ampio del settore FinTech, questo episodio dovrebbe rivelarsi un monito per coloro che promuovono l'applicazione eccessiva delle leggi Know Your Customer e antiriciclaggio per i servizi che i consumatori utilizzano ogni giorno.

Come ho già detto in precedenza segnalato In merito al ritorno, un disegno di legge in sospeso al Senato degli Stati Uniti vorrebbe reprimere ancora di più gli scambi di Bitcoin e criptovalute, richiedendo ancora più dati personali e persino limitando l'importo che i clienti possono prelevare senza essere etichettati come "sospetti".

Sebbene i tentativi di una legge nazionale sulla privacy siano encomiabili, il Congresso e la Federal Trade Commission hanno troppo concentrato su modelli aziendali specifici di varie aziende online piuttosto che sulla creazione di sanzioni legalmente vincolanti per gli attacchi informatici che mettono a repentaglio le nostre informazioni private e ci espongono al rischio di furto di identità.

Invece di introdurre più restrizioni o requisiti per le aziende per raccogliere informazioni per combattere la criminalità, dovremmo chiederci se le leggi esistenti non ci stiano mettendo in pericolo maggiore. Le regole di buon senso che promuovono la crittografia, penalizzano i malintenzionati e riducono al minimo la raccolta di dati farebbero molta strada nel proteggere i consumatori da danni futuri.

Originariamente pubblicato qui

Beberapa waktu lalu, jutaan warga Indonesia dikejutkan dengan berita diretasnya Pusat Data Nasional (PDN). Adanya kejadian tersebut menyebabkan menjadi terhalangnya berbagai layanan publik dasar dikarenakan pusat data yang tidak bisa diakses, mulai dari pembuatan paspor, proses imigrasi otomatis, hingga layanan beasiswa pendidikan. Peretas PDN tersebut juga meminta uang tebusan sebesar USD8 juta kepada pemerintah bila ingin data tersebut dikembalikan (tempo.co, 27/6/2024).

Tidak mengherankan, banyak masyarakat yang meluapkan kekesalannya kepada pemerintah yang dianggap tidak bertanggung jawab dalam menjaga data masyarakat Indonesia, baik melalui media sosial maupun media massa. Kekesalan tersebut khususnya diarahkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang dianggap abai dalam menjalankan salah satu tugasnya yang paling penting.

Adanya kejadian tersebut tidak bisa dilepaskan dari proses digitalsasi yang semakin masif di Indonesia, seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat. Pembangunan PDN sendiri dimulai pada tahun 2022 lalu, terletak di Cikarang, yang digunakan untuk menyimpan berbagai data penting pemerintah dan juga masyarakat Indonesia (cnbcindonesia.com, 6/2/2024).

Tidak bisa dipungkiri, digitalisasi saat ini merupakan proses yang hampir mustahil dapat dibendung. Seiring perkembangan teknologi yang semakin pesat, proses pengubahan informasi menjadi dalam format digital saat ini sudah melingkupi berbagai hal yang tidak bisa kita lepaskan dari keseharian kita, dari dari content digital seperti music and film, informasi transaksi jual beli, dan juga informasi pribadi yang kita miliki .

Terkait dengan hal tersebut, informasi pribadi memang merupakan hal yang sangat penting untuk dijaga dengan sebaik-baiknya. Infomasi pribadi kita dalam hal ini mencakup berbagai informasi yang sangat berpotensi bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti alamat, nomor induk kependudukan, nomor telepon, dan lain sebagainya.

Per questo, i dati perlindungan pribadi merupakan hal yang sangat penting dan krusial, dan kelalaian pemerintah yang menyebabkan peretasan tersebut bisa terjadi merupakan hal yang sangat serius e dan wajib mendapatkan perhatian dari jutaan masyarakat Indonesia. Peretasan data tersebut merupakan hal yang sangat berbahaya, di mana data masyarakat tersebut berpotensi besar akan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Secara garis besar, Indonesia sendiri pada dasarnya sudah memiliki kerangka hukum yang ditujukan untuk melindungi data pribadi. Pada tahun 2022 lalu, disahkan Undang-Udang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlidnugan Data Pribadi (UU PDP) yang ditujukan untuk menjaga keamanan data, dan juga proses mitigasinya.

Per avere informazioni su tutto, UU PDP ha cambiato idea per ottenere nuovi dati e ottenere i dati desiderati. Dalam undang-undang tersebut juga diatur mengenai proses yang harus dilakukan apabila ada perusahaan yang gagal melakukan hal tersebut, misalnya terjadi peretasan, maka harus membersikan pemberitahuan kepada pengguna atau konsumen selambat-lambatnya 3 x 24 jam (hukumonline.com, 16/5/2024 ).

Perusahaan yang melanggar ketentuan tersebut maka akan berhadapan dengan sanksi yang tercantum di dalam aturan. Sanksinya sendiri dalam bentuk yang bermacam-macam, mulai dari sanksi administratif, sanksi perdata seperti membayar uang ganti rugi kepada konsumen, hingga sanksi pidana.

Adanya aturan undang-undang tersebut tentu merupakan hal yang sangat patut untuk diapresiasi dan didukung. Perlindungan data pribadi merupakan hal yang sangat penting bagi konsumen dan sangat rentan disalahgunakan. Tanpa adanya aturan yang secara eksplisit melindungi data pribadi, maka pihak-pihak tertentu seperti pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab berpotensi bisa dengan bebas menyebarkan data pribadi pelanggannya yang tentunya akan membawa banyak kerugian bagi pelanggan tersebut.

Tetapi yang memprihatinkan, kejadian beberapa minggu lalu justru membuktikan bahwa ternyata pihak yang paling lalai dalam menjalankan hal tersebut adalah pemerintah itu sendiri. Yang lebih memprihatinkan, beberapa oknum di pemerintahan yang memiliki tanggung jawab untuk melindungi masyarakat justru bersikap seakan-akan hal tersebut bukan hal yang krusial, seperti menunjukkan sikap “pasrah” bila pemerintah kehilangan data berharga masyarakat (wartakota.twibunnews.com, 2 /7/ 2024).

Sikap abai dan lalai yang ditunjukkan pemerintah dalam menjalankan tugasnya untuk melindungi data pribadi masyarakat ini tentunya bukan hanya akan membahayakan warga negara, tetapi juga akan meningkatkan citra buruk negeri di mata investor e dan pelaku usaha dari luar negeri. Perlindungan data pribadi saat ini menjadi salah satu tolok ukur bagi para investor untuk menanamkan modalnya (beritasatu.com, 24/1/2023).

Non appena il data center sarà disponibile e dikelola oleh pemerintah memang memiliki kecenderungan lebih tidak aman. Berbeda dengan pihak swasta, pemerintah merupakan institusi yang tidak harus berhadapan dengan kompetitor, dan maka dari itu memiliki insentif yang lebih rendah untuk memberikan pelayan terbaik, tidak seperti pihak swasta.

Apabila ada perusahaan swasta yang megalami data violazione atau terkena ransomware misalnya, dan tidak bisa diakses selama berhari-hari, sudah pasti pegawai yang bertanggung jawab akan segera diberi sanksi hingga dipecat. Selain itu, perusahaan tersebut juga akan dihukum oleh pasar dengan dijauhi oleh konsumen. Terkait dengan hal tersebut, keamanan cyber pemerintah sendiri juga dikonfirmasi oleh komunitas ethic hacker in Indonesia, yang menyatakan bahwa situs yang dimiliki oleh lembaga pemerintah sering dijadikan sasaran untuk para hacker baru yang masih belajar (pikiran-rakyat.com, 2/7/2024) .

Terkait dengan pelibatan pihak swasta, sebenarnya hal tersebut dimungkinkan dalam bentuk kerja sama dengan pihak seller. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah sendiri sebenarnya sudah menggunakan fornitore dalam rangka pengelolaan Pusat Data Nasional. Tetapi, fornitore yang terlibat tersebut juga diberikan kepada anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), salah satunya adalah melalui PT Telkom Indonesia melalui anak perusahannya yakni Telkomsigma (investor.id, 8/7/2024),

Selain itu, bukan tidak mungkin juga, kejadian yang sangat amat fatal ini juga dijadikan sebagai contoh yang tidak baik bagi sebagian oknum swasta tertentu di Indonesia yang tidak bertanggung jawab. Bila pemerintah saja, yang memiliki dana yang sangat besar, wewenang yang luas, dan juga sumber daya yang berlimpah, bisa bersikap demikian terhadap data yang dimiliki oleh warganya, lantas bagaimana dengan para pelaku usaha yang memiliki modal e dan sumber daya yang sangat terbatas?

Sebagai penutup, perlindungan data pribadi merupakan hal yang sangat penting dan krusial seiring dengan semakin masif dan pesatnya proses digitalsasi, seiring dengan perkembangan technologi yang sangat cepat. Per farlo, jangan sampai kita bersikap tak acuh terhadap hal tersebut. Terlebih lagi, yang bersikap abai justru lembaga pemerintah yang memiliki kewajiban untuk melindungi data pribadi warga negara.

Originariamente pubblicato qui