fbpx

ip rights

Intellectual Property and Global Health: A Crossroads for Innovation

In the ever-evolving landscape of global health, the importance of intellectual property (IP) in biotech and pharmaceutical innovation cannot be overstated. As society faces unprecedented challenges, from the rise of non-communicable diseases to the effects of pandemics, innovation is paramount. However, recent trends in emerging markets, coupled with regulatory challenges, pose a threat to the very foundation of innovation—intellectual property.The innovative potential of both Europe and the global economy is currently standing at a crucial juncture. Populist movements in liberal democracies and emerging markets are advocating for short-term gains, pressing for a continued erosion of intellectual property rights. While medical breakthroughs over the past decades have steered society in a positive direction, enabling the cure or treatment of numerous once-lethal diseases, it is crucial to acknowledge that science has yet to advance to the point of addressing all of the over 10,000 known diseases in the world.

Only through ongoing innovations can humanity hope to surmount these challenges without compromising the average standard of living. Therefore, establishing an innovation policy framework that actively fosters creativity becomes paramount.

Emerging markets, often burdened by higher taxes, duties, and government fees on drugs, face significant challenges in ensuring affordable access to essential medicines. In countries like Brazil or Kenya, VAT rates of up to 25% and additional markups can lead to a total drug price increase of 200-300%. Furthermore, some governments disrupt global supply chains by exclusively procuring drugs manufactured domestically.

Additionally, delays in drug approvals, ranging from 5 to 8 years longer compared to developed countries, hinder patients in emerging markets from timely access to life-saving medications. Bureaucracy, lack of medical infrastructure, and the absence of regulatory harmonization contribute to these challenges. To enhance patient access, developing countries could benefit from recognizing drug approval decisions made by established regulators like the FDA or EMA, as exemplified by the Republic of Georgia.

Within the European Union, challenges also emerge as governments aim to reduce procurement costs for innovative drugs. Merging drug purchasing and price negotiation efforts may lead to lower public expenditures but risks rationing innovative medicines, limiting patient choice and access. Regulatory harmonization discussions between the FDA and EMA, previously addressed in the failed TTIP talks, need reevaluation to mutually recognize market approvals and ensure a level playing field for patients on both sides of the Atlantic.

The world’s innovative potential is at a crossroads, with populist movements advocating for the erosion of intellectual property rights. While medical breakthroughs have paved the way for treating once-lethal diseases, challenges remain in addressing over 10,000 known diseases, feeding a growing global population, and mitigating the impacts of climate change. Innovation, fueled by intellectual property, is the linchpin to overcoming these challenges without compromising the average standard of living.

Intellectual property is fundamental to a society’s ability to innovate continually. Attacks on intellectual property rights equate to attacks on innovation and, consequently, on patients with incurable diseases. European patients deserve the benefits of future medical breakthroughs, necessitating policymakers to endorse innovation policies rather than advocating against them.

In the context of global trade, the European Union’s trade policy must extend beyond favoring innovative products from specific regions and instead prioritize intellectual property protection globally. Strong IP rights are indispensable for fostering innovation in Europe and catalyzing scientific breakthroughs to cure diseases that continue to challenge us. Any attempts to undermine intellectual property within the European Union weaken the global case for patents and hinder the development of new medicines.

If the EU neglects to champion innovative technologies, not only will businesses suffer, but consumers will also be deprived of the opportunity to access the latest drugs. Europe needs to lead the scientific forefront by supporting policies that foster innovation. New technologies, such as advanced data analysis and biochemical simulations, can accelerate research in the biotech sector, demanding a commitment to innovation from policymakers.

In conclusion, the importance of intellectual property in biotech and pharmaceutical innovation extends beyond national borders. From emerging markets facing pricing challenges to EU member states navigating procurement dilemmas, intellectual property remains the bedrock of innovation. Policymakers must recognize that safeguarding intellectual property rights is not just about protecting businesses but ensuring a future where patients benefit from groundbreaking medical discoveries. As the global community grapples with pressing challenges, fostering an innovation policy framework that upholds intellectual property rights becomes a shared responsibility to secure a brighter, healthier future for all. With the potential consequences of undermining innovation becoming increasingly apparent, it is imperative that policymakers act decisively to protect intellectual property and ensure that the fruits of medical breakthroughs are accessible to all corners of the globe.

Originally published here

Kerugian Besar karena Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

Pelanggaran hak kekayaan intelektual merupakan salah satu fenomena yang sangat menjamur dan umum yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk juga di Indonesia. 

Dengan sangat mudah, kita semua bisa menemukan berbagai produk dan barang-barang bajakan yang dijual di berbagai tempat dan platform, baik secara offline maupun secara daring.

Bila kita berselancar di dunia maya misalnya, kita bisa dengan mudah menemukan berbagai produk-produk bajakan yang dijual secara bebas, seperti produk fashion, elektronik, dan lain sebagainya. 

Tentunya, harga produk yang dijual tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan produk yang asli, yang menjadi daya tarik utama bagi pembeli untuk mendapatkan barang tersebut.

Hal yang sama juga terjadi bila kita berkunjung ke berbagai pertokoan dan pusat perbelanjaan di berbagai kota di Indonesia. Dengan sangat mudah kita bisa menemukan berbagai produk bajakan yang dijual secara bebas. Hal ini tentunya merupakan praktik yang sangat merugikan para inovator dan juga para pelaku industri.

Kalau hal ini tetap dibiarkan, bukan tidak mungkin nanti insentif para pelaku industri dan juga inovator untuk berkreasi dan berinovasi akan semakin berkurang dan menurun. 

Hal ini dikarenakan mereka tidak bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang mereka buat, dan karya hasil usaha mereka bisa dengan mudah dicuri oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Bila tidak ada langkah yang tegas, maka ini akan menimbulkan dampak yang negatif. Bila insentif untuk berkarya dan berinovasi dari para inovator dan pelaku usaha semakin berkurang, maka industri tidak akan berkembang. 

Dengan demikian, lapangan kerja bagi masyarakat juga akan semakin berkurang, dan semakin sedikit orang yang bisa mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.

Di Indonesia misalnya, berbagai praktik pembajakan yang sangat marak terjadi telah membawa kerugian yang sangat besar. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh lembaga Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), yang bekerja sama dengan Institute for Economic Analysis of Law & Policy Universitas Pelita Harapan (IEALP UPH), kerugian ekonomi yang disebabkan banyaknya peredaran produk palsu di Indonesia mencapai hingga 967 miliar, dan juga mengurangi lebih dari 2 juta lapangan pekerjaan (krjogja.com, 13/9/2023).

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh MIAP, perangkat lunak atau software menduduki peringkat pertama produk yang paling rentan untuk dipalsukan, sebesar 84,25%. Hal ini diikuti dengan produk-produk kosmetik sebesar 50%, farmasi 40%, pakaian dan barang kulit sebesar 38%, makanan dan minuman sebesar 20%, dan juga suku cadang otomotif beserta pelumas sebesar 15% (krjogja.com, 13/9/2023).

Angka di atas 900 miliar tersebut tentu bukan angka yang sedikit. Terlebih lagi, angka 2 juta lapangan pekerjaan yang hilang karena pembajakan tentu merupakan jumlah yang sangat besar. Maka dari itu, pemerintah dan juga lembaga regulasi terkait harus didorong untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Pemerintah sendiri, melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap beredarnya banyak barang-barang palsu di pasar Indonesia. Hal ini berlaku tidak hanya yang dijual di pusat perbelanjaan tetapi juga toko daring.

DJKI Kemenkumham sendiri telah melakukan sertifikasi di 87 pusat perbelanjaan di seluruh Indonesia sejak tahun 2021 lalu. Sertifikasi tersebut dilakukan agar berbagai mall dan pusat perbelanjaan tidak lagi menggunakan berbagai merek palsu dalam berbagai aktivitas perdagangan yang mereka lakukan, dan saat ini DJKI akan semakin meningkatkan program sertifikasi tersebut.

Sejak tahun 2021 lalu misalnya, pemerintah sudah membentuk satuan tugas operasi (Satgas Ops) anti pembajakan untuk mengatasi permasalahan pembajakan di Indonesia. 

Satgas ini terdiri dari berbagai lembaga pemerintah, di antaranya Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Bareskrim Polri, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (cnnindonesia.com, 10/10/2021).

Adanya satgas ini tentu merupakan hal yang patut diapresiasi, mengingat pembajakan di Indonesia merupakan praktik yang sangat masif. Karena buruknya penegakan perlindungan hak kekayaan intelektual di negara kita misalnya, Indonesia dimasukkan oleh badan Amerika Serikat, United States Trade Representative (USTR) sebagai salah satu negara dalam priority watch list, bersama dengan 6 negara lainnya, diantaranya Argentina, Chile, China, India, Rusia, dan Venezuela (ustr.gov, 26/4/2023).

Hal ini tentu merupakan sesuatu yang patut kita perhatikan dan kita atasi. Bukan tidak mungkin, peringatan dari USTR tersebut juga kana membawa dampak bagi iklim investasi di Indonesia, khususnya yang terkait dengan industri kreati. Bila demikian, tentu masyarakat Indonesia yang akan mengalami kerugian, karena lapangan kerja menjadi semakin sedikit.

Sebagai penutup, pembajakan merupakan salah satu masalah besar di Indonesia yang harus segera kita atasi bersama, dan telah menimbulkan kerugian yang sangat besar. Diharapkan, melalui berbagai reformasi kebijakan dan juga pembentukan satgas tersebut, perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia bisa semakin baik.

Originally published here

ASEAN IP Register dan Kemajuan Perlindungan Kekayaan Intelektual di Indonesia

Perlindungan hak kekayaan intelektual merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang kemajuan dan pertumbuhan ekonomi. Melalui perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat, maka para inovator dan pelaku usaha memiliki insentif yang besar untuk terus berkarya dan berinovasi, karena mereka bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang mereka buat.

Tanpa adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat, maka pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab bisa dengan mudah mencuri karya dan inovasi tersebut untuk keuntungan mereka sendiri. Dengan demikian, para inovator dan pelaku industri tidak bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang mereka buat, dan insentif seseorang untuk berkarya dan berinvestasi juga semakin berkurang.

Seiring perkembangan teknologi yang semakin pesat, muncul berbagai tantangan baru perihal perlindungan kekayaan intelektual. Melalui medium internet, seseorang bisa semakin mudah untuk melakukan tindakan pembajakan, atau pun mendapatkan dan membeli berbagai produk-produk palsu.

Selain itu, tidak hanya proses membuat dan mendapatkan produk-produk bajakan yang lebih mudah, perkembangan teknologi juga membuat kejahatan pembajakan menjadi hal yang tidak hanya bisa ditangani oleh satu negara saja. Pembajakan dan pelanggaran hak kekayaan intelektual merupakan tindakan yang tidak hanya dilakukan dalam batas-batas negara.

Oleh karena itu, agar perlindungan hak kekayaan intelektual bisa dilakuakn dengan baik, dibutuhkan serangkaian reformasi kebijakan dan juga kerja sama antar negara, baik secara bilateral maupun melalui organisasi kerja sama regional dan internasional. Tidak ada satu pun negara yang bisa mengatasi pembajakan dan pelanggaran hak kekayaan intelektual yang komprehensif secara mandiri tanpa bekerja sama dengan negara-negara lain.

Indonesia sendiri misalnya, tentunya sudah memiliki berbagai aturan yang ditujukan untuk memperkuat perlindungan hak kekayaan intelektual, Perlindungan tersebut dituangkan dalam berbagai produk undang-undang, diantaranya adalah Undang-Undaang No. 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-Undang No. 14 tahu 1997 tentang Merek, dan Undang-Undang No. 13 tahun 1997 tentang Hak Paten (hukumonline.com, 17/3/2022).

Melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Indonesia juga sudah memiliki institusi yang memiliki tugas untuk menegakkan perlindungan hak kekayaan intelektual. Tidak hanya, itu, DJKI juga memiliki tugas dan peranan yang besar untuk membantu para pekerja kreatif dan inovator agar karya mereka bisa dilindungi.

Tetapi, hal tersebut tentu belum cukup. Pebajakan merupakan hal yang masih sangat masif terjadi di Indonesia, dan dilakukan baik secara offline atau secara daring. Hal ini tentu akan sangat merugikan para pekerja kreatif dan juga pelaku industri, yang sudah mengeluarkan pikiran, tenaga, dan modal yang mereka miliki untuk membuat karya dan berinovasi.

Agar perlindungan hak kekayaan intelektual bisa dijalankan dengan lebih baik dna komprehensif, beberapa waktu lalu, DJKI Kemenkumham meluncurkan ASEAN IP Register. Peluncuran ini merupakan salah satu bagian dari peran DJKI Kemenkumham sebagai koordinator Intellectual Property (IP) Register untuk negara-negara kawasan Asia Tenggara (ASEAN) (kumparan.com, 21/8/2023).

Dalam acara perluncuran tersebut, yang diadakan di kota Semarang, Jawa Tengah, hadir juga Sekretaris Jenderal ASEAN yang menyampaikan pentingnya komitmen untuk memperbaharui dan memelihara data kekayaan intelektual agar perlindungan hak kekayaan intelektual bisa semakin efektif. Menteri Perdagangan Indonesia, yang juga turut hadir dalam acara peluncuran tersebut, menyampaikan bahwa IP Register merupakan teknologi satu pintu hasil dari pengembangan kekayaan intelektual di kawasan ASEAN, untuk mempermudah pertukaran data (kumparan.com, 21/8/2023).

Dalam membangun teknologi ini, ASEAN juga bekerja sama dengan lembaga World Intellectual Proerty Organization (WIPO). Disampaikan juga oleh Menteri Perdagangan, WIPO dalam hal ini selalu memberikan dukungan untuk mengembangkan dan memanfaatkan sistem perlindungan kekayaan intelektual di negara-negara kawasan Asia Tenggara, yang telah membawa manfaat bagi banyak pihak, khususnya kepada para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) (kemendag.go.id, 21/8/2023).

Adanya kerja sama negara-negara ASEAN dalam hal perlindungan hak kekayaan intelektual, yang didukung oleh WIPO, tentu merupakan hal yang sangat positif dan harus kita dukung. Diharapkan, melalui kerja sama ini, perlindungan hak kekayaan intelektual di negara-negara ASEAN, dan di Indonesia khususnya, bisa semakin baik, dan bisa membawa semakin banyak manfaat bagi para pelaku usaha.

Industri kreatif yang sangat mengedepankan inovasi dan kreativitas merupakan sektor industri yang besar di negara kita. Pada tahun 2019 lalu saja misalnya, tercatat industri kreatif di Indonesia, yang meliputi berbagai bidang seperti musik, kuliner, seni, dan lain sebagainya, telah menyumbangkan 1.153 triliun rupiah, membuka 15% bagi tenaga kerja di Indonesia, dan 11% dari keseluruhan eskpor Indonesia (kominfo.go.id, 14/1/2022).

Dengan besarnya sumbangan industri tersebut, tentu perlindungan hak kekayaan intelektual yang semakin kuat dan komprehensif merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu, melalui kerja sama ini, semoga saja perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia bisa semakin baik, maju, dan berkembang.

Originally published here

Pentingnya Menjaga Hak Kekayaan Intelektual untuk Pembangunan Berkelanjutan

Persoalan mengenai kerusakan lingkungan dan pemanasan global saat ini merupakan masalah global yang menjadi fokus berbagai negara dan organisasi di seluruh dunia. Banyaknya lingkungan yang tercemar, dan juga temperatur yang semakin meningkat, telah mendatangkan berbagai bencana yang menimpa banyak orang di seluruh dunia, mulai dari erosi, banjir besar, krisis air bersih, hinggal gelombang panas.

Seiring dengan perkembangan teknologi, pemakaian energi yang kita gunakan juga semakin meningkat. Tidak bisa dipungkiri bahwa, teknologi telah membawa banyak manfaat bagi kehidupan miliaran orang di seluruh dunia. Berkat perkembangan teknologi, kita bisa menikmati lampu di malam hari, bepergian dengan jauh secara lebih cepat, dan mengakses informasi secara lebih luas.

Tetapi di sisi lain, pemakaian energi yang semakin besar juga membawa dampak yang negatif, seperti pemanasan global dan juga kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari polusi udara, sampah yang semakin menumpuk karena konsumsi yang semakin meningkat, dan lain sebagainya. Namun, pada saat yang sama, menghentikan atau memutar balik perkembangan teknologi juga merupakan sesuatu yang hampir mustahil.

Untuk itu, dibutuhkan kebijakan pembangunan yang dapat mendorong kemajuan, tetapi pada saat yang sama juga bisa memitigasi dampak kerusakan lingkungan dan juga pemanasan global. Saat ini, kita sudah memiliki kerangka kebijakan untuk melakukan hal tersebut, yang dikenal dengan nama “Pembangunan Berkelanjutan” atau Sustainable Development.

Pembangunan berkelanjutan, atau sustainable development, sendiri, dimaknai sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan kita saat ini, tetapi pada saat yang sama juga tidak mengorbankan kemampuan dari generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Secara konsep, ada banyak cara untuk menginterpretasi dan memahami pembangunan berkelanjutan. Tetapi, pada intinya adalah, bagaimana kita bisa menyeimbangkan kebutuhan kita dengan kondisi serta batas-batas lingkungan, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial yang kita hadapi saat ini di dalam masyarakat di seluruh dunia (un.org, 13/3/2023).

Dengan demikian, dimensi dari pembangunan berkelanjutan ini tidak hanya pada isu lingkungan saja, tetapi juga isu ekonomi dan sosial, seperti memastikan penyediaan layanan kesehatan, pangan yang tercukupi, dan juga akses air bersih bagi semua orang, serta agar seluruh anak-anak usia sekolah bisa mendapatkan pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu merupakan sesuatu yang tidak mudah untuk dilakukan.

Untuk itu, inovasi dan juga perkembangan teknologi merupakan sesuatu yang sangat penting untuk mewujudkan adanya berbagai hal penting tersebut. Untuk mencegah semakin ebrtambahnya polusi udara misalnya, maka dibutuhkan inovasi teknologi yang memungkinkan penggunaan sumber bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dan tidak membuang banyak emisi.

Selain itu, agar semua orang mendapatkan pangan dan nutrisi yang tercukupi misalnya, dibutuhkan kemajuan teknologi untuk memastikan bahan pangan bisa dipanen dan diproduksi secara lebih cepat dan produktif. Terkait di bidang kesehatan misalnya, inovasi dan kemajuan teknologi tentu merupakan hal yang sangat penting, agar berbagai penyakit kronis dapat segera disembuhkan dan diatasi.

Tidak hanya dari sisi inovasi dan teknologi, untuk bisa mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Agar fasilitas kesehatan dan sarana pendidikan bisa dibangun dan diakses oleh seluruh lapisan masyarakat misalnya, dibutuhkan dana yang besar untuk menyediakan berbagai sarana dan fasilitas tersebut.

Dengan demikian, dibutuhkan serangkaian kebijakan yang dapat mendorong inovasi di bidang kemajuan teknologi dan juga pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan pemerintah agar bisa menyediakan berbagai layanan untuk dinikmati masyarakat. Salah satu kebijakan yang sangat penting untuk diberlakukan adalah perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat.

Melalui perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat, maka perusahaan dan inovator akan memiliki insentif yang semakin besar untuk berkarya yang berinovasi (financierworldwide.com, October, 2021). Kita tidak bisa memungkiri bahwa, peran perusahaan dan dunia usaha dalam rangka pembangunan berkelanjutan sangat penting. Terkait dengan polusi udara dan kerusakan lingkungan misalnya, bisa kita lihat saat ini berbagai perusahaan teknologi berlomba-lomba membuat kendaraan pribadi berbasis listrik sebagai salah satu solusi untuk mengurangi polusi udara, khususnya yang berasal dari kendaraan bermotor.

Bila semakin banyak sarana transportasi yang melakukan migrasi bahan bakar dari yang menggunakan bahan bakar fosil menjadi menggunakan listrik, hal ini tentu merupakan sesuatu yang sangat positif. Dengan demikian, polusi udara bisa semakin berkurang, dan akan semakin banyak penduduk yang bisa menikmati udara bersih dan segar.

Di bidang lainnya, seperti pangan misalnya, peternakan sapi merupakan salah satu sumber emisi gas rumah kaca terbesar (epa.gov, 28/4/2023). Hal ini karena gas metana yang dikeluarkan oleh sapi. Untuk menanggulangi persoalan tersebut, berbagai perusahaan teknologi berupaya untuk membuat produk daging sintesis hingga produk daging yang diambil dari sel tissue hewan dan kemudian dikembangkan di laboratorium.

Bila hal tersebut sudah bisa kita lakukan secara masif, berarti kita sudah bisa menyelesaikan salah satu sumber utama produsen gas rumah kaca. Tidak hanya itu, lahan-lahan luas yang sebelumnya digunakan untuk peternakan sapi kini bisa dikembalikan kepada alam melalui program reboisasi untuk menumbuhkan kembali hutan-hutan yang hilang karena pembangunan peternakan.

Sebagai penutup, perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat merupakan salah satu faktor yang penting untuk menunjang pembangunan berkelanjutan. Melalui perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat, maka insentif bagi para inovator untuk berinvoasi juga akan semakin meningkat, dan akan membuat berbagai produk yang bermanfaat bagi publik. Dengan demikian, ekonomi juga semakin berkembang, dan akan semakin banyak pemasukan negara yang didapatkan melalui pajak untuk membiayai berbagai program sosial yang penting bagi masyarakat.

Originally published here

Pentingnya Digitalisasi Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual

Ekonomi kreatif saat ini merupakan salah satu sektor yang berkembang paling maju dan paling pesat di Indonesia. Sektor ini telah mempekerjakan puluhan juta pekerja dan juga memberi sumbangsih yang sangat besar bagi ekonomi Indonesia.

Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif misalnya, sektor ekonomi kreatif telah menyumbangkan sekitar 1.100 triliun rupiah pada tahun 2020. Hal ini terjadi meskipun di tengah pandemi COVID-19 yang hingga saat ini masih terjadi. Hal ini membuktikan bahwa ekonomi kreatif merupakan salah satu sektor yang paling mampu bertahan di masa pandemi (bisnis.tempo.co, 18/1/2021).

Hal ini tentu merupakan sesuatu yang sangat positif dan harus terus kita dorong. Bila kita mampu untuk semakin meningkatkan ekonomi kreatif di Indonesia, maka masyarakat juga akan mendapatkan manfaat yang sangat besar, dan akan semakin banyak membuka lapangan kerja.

Salah satu upaya yang sangat penting untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat dan komprehensif. Perlindungan hak kekayaan intelektual memang menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari wacana mengenai sektor ekonomi kreatif.

Inovasi merupakan fondasi dari industri kreatif, dan perlindungan hak kekayaan intelektual adalah hal yang sangat penting untuk meningkatkan inovasi. Dengan adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang baik dan kuat, maka kita akan memberi kepastian kepada para inovator dan pelaku industri kreatif agar karya mereka tidak dicuri dan mereka bisa mendapatkan manfaat ekonomi yang seutuhnya dari karya yang mereka buat.

Tanpa adanya perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, maka orang-orang yang tidak bertanggung jawab bisa dengan sangat mudah membajak dan mencuri hasil karya orang lain. 

Bila hal ini terus terjadi, maka bukan tidak mungkin insentif para pelaku industri kreatif untuk berinovasi akan semakin berkurang, dan para investor juga akan semakin enggan untuk menginvestasikan uang yang mereka miliki di sektor tersebut.

Peran aktif dari aparat penegak hukum untuk menindak mereka yang mealkukan pembajakan merupakan langkah yang sangat penting untuk melindungi hak kekayaan intelektual. 

Tetapi, bila kita ingin memperkuat perlindungan hak kekayaan intelektual, hal tersebut saja tidaklah cukup. Peran aktif dari para pelaku industri kreatif juga menjadi hal yang sangat krusial.

Saat ini, kesadaran para pelaku industri kreatif untuk mendaftarkan karya yang mereka buat di Indonesia masih tergolong rendah (jpnn.com, 14/7/2019). Padahal, peran ini merupakan hal yang sangat penting. Bila mereka tidak mendaftarkan karya yang mereka buat, maka akan mustahil karya tersebut untuk mendapatkan perlindungan dari pembajakan dan pencurian.

Oleh karena itu, sosialisasi mengenai pentingnya bagi para pelaku industri kreatif untuk mendaftarkan karya mereka menjadi hal yang penting untuk meningkatkan eksadaran tersebut. Tetapi, hal tersebut tidaklah cukup. Sosialisasi mengenai pentingnya mendaftarkan karya kreatif juga harus dibarengi dengan kebijakan untuk memudahkan proses pendaftaran tersebut.

Bila sosialisasi mengenai pentingnya pendaftaran hak kekayaan intelektual dilakukan secara gencar, namun para pelaku industri kreatif harus melalui proses yang sangat berbelit untuk mendaftarkan karya mereka, maka hal tersebut menjadi tidak akan ada gunanya. Insentif untuk mendaftarkan kekayaan intelektual oleh para pelaku industri kreatif akan tetap kecil.

Salah satu kebijakan yang sangat penting untuk diambil untuk mempermudah proses pendaftaran tersebut adalah melalui digitalisasi pendaftaran kekayaan intelektual. 

Saat ini, perkembangan teknologi informasi berkembang begitu cepat, dan jumlah pengguna internet di Indonesia sudah sangat tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), pada tahun 2021, tercatat ada 202,6 juta pengguna internet di Indonesia. Angka ini naik 11% dari tahun sebelumnya, yakni 175,4 pengguna (aptika.kominfo.go.id, 12/9/2021).

Angka ini tentu bukan merupakan jumlah yang sedikit. Dengan adanya proses digitalisasi pendaftaran kekayaan intelektual, maka akan semakin mempermudah para pelaku industri kreatif untuk mendaftarkan karya mereka, karena mereka tidak perlu lagi untuk pergi ke kantor pemerintahan dan melalui berbagai proses birokrasi yang berbelit agar karya mereka menjadi karya yang terdaftar sehingga hak kekayaan intelektualnya dapat terlindungi.

Berita baiknya adalah, pemerintah dalam hal ini sudah mengakomodir hal tersebut, agar digitalisasi proses pendaftaran kekayaan bisa diwujudkan. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, menekankan bahwa memanfaatkan sistem teknologi informasi dalam rangka pelayanan masyarakat, dalam hal ini untuk mendaftarkan kekayaan intelektual, adalah hal yang penting. 

Hal ini bukan hanya untuk mempermudah para pelaku usaha industri kreatif, khususnya para pemilik usaha kecil dan menengah, namun juga memperkecil peluang korupsi dan pungutan liar yang dilakukan oleh oknum pegawai pemerintahan (hukumonline.com, 18/7/2020).

Pernyataan dari Menkumham tersebut tetu merupakan sesuatu yang sangat positif dan patut kita apresiasi. Dengan semakin mudahnya pendaftaran kekayaan intelektual, diharapkan akan semakin banyak pula para pelaku industri kreatif yang mendaftarkan karya mereka. Dengan demikian, maka perlindungan kekayaan intelektual akan semakin kuat, dan semoga ekonomi kreatif di Indonesia dapat semakin berkembang di tahun-tahun mendatang.

Originally published here

Laboratórios europeus pressionam Brasil contra quebra de patente

Já quando o assunto é câncer metastático, SUS não tem atualização de novas tecnologias para tratar pacientes.

No último dia 23, 12 membros do Parlamento Europeu, de cinco nacionalidades diferentes e dos mais diversos partidos políticos expressaram preocupações com o futuro das relações entre Brasil e UE aos presidentes da Câmara dos Deputados, Arthur Lira; e do Senado Federal, Rodrigo Pacheco. Na carta, os parlamentares questionam como as indústrias europeias, de vários setores que dependem de proteção de PI, podem investir e comercializar no Brasil após a Lei nº 14.200 de 2 de setembro de 2021, que prejudica o ambiente de propriedade intelectual (PI) no Brasil, ser aprovada. Esta semana, os parlamentares devem votar se mantém ou não os artigos que foram vetados por Bolsonaro na Lei nº 14.200, em especial os parágrafos 8, 9 e 10 que falam sobre a transferência de conhecimento (know-how) do objeto protegido.

Para Fábio Fernandes, diretor global de comunicação da associação de consumidores Consumer Choice Center, esta decisão preocupa muito consumidores e pacientes brasileiros pois decidirá se no futuro medicamentos para doenças crônicas estarão disponíveis no mercado nacional.

Read the full article here

Parlamento Europeu expressa preocupação a Lira e Pacheco com propriedade intelectual

Carta mostra apreensão com derrubada de veto ao trecho que exige que donos de patentes sejam obrigados a transferir o conhecimento

Parlamento Europeu enviou nesta quinta-feira (23/9) uma carta ao Congresso em que mostra preocupação com a votação de um veto sobre propriedade intelectual. O veto faz parte da lei assinada por Jair Bolsonaroneste mês para quebrar temporariamente patentes de vacinas e medicamentos para enfrentar emergências de saúde.

Na carta, enviada a Rodrigo Pacheco e Arthur Lira, o Parlamento Europeu se posiciona a favor da manutenção de um veto Bolsonaro ao trecho que exige que donos de patentes sejam obrigados a transferir o conhecimento das suas.

A avaliação é que, caso o veto seja derrubado, haverá uma violação de segredos industriais. A carta teve apoio do grupo internacional de defesa dos consumidores Consumer Choice Center e da Frente Parlamentar pelo Livre Mercado.

Read the full article here

Pentingnya Mensosialisasikan Hak Kekayaan Intelektual

Hak kekayaan intelektual merupakan hal yang sangat penting untuk melindungi para pembuat karya dan pekerja kreatif agar mereka bisa mendapatkan manfaat dari karya yang mereka buat. Melalui perlindungan hak kekayaan intelektual, maka hak para pembuat karya dan pekerja kreatif atas karya yang mereka buat dengan susah payah akan dilindungi.

Tanpa adanya perlindungan hak kekayaan intelektual, maka setiap orang akan dapat mencuri dan membajak karya-karya yang dibuat oleh orang lain demi keuntungan diri mereka sendiri. Bila demikian, tentu hal tersebut akan sangat merugikan para pembuat karya dan pekerja kreatif.

Indonesia sendiri pada dasarnya sudah memiliki berbagai produk hukum yang bertujuan untuk melindungi hak kekayaan intelektual. Beberapa diantaranya adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang paten.

Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta tahun 2014 misalnya, secara eksplisit disebutkan bahwa, “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” (jogloabang.com, 17/9/2019). Melalui undang-undang tersebut, secara eksplisit disebutkan bahwa hak cipta adalah hak yang dapat digunakan secara ekslusif oleh mereka yang membuat karya tersebut.

Sayangnya, dalam implementasinya, perlindungan kekayaan intelektual di Indonesia seakan masih sangat semu. Di berbagai pusat perbelanjaan maupun toko-toko daring misalnya, kita dapat dengan mudah menembukan berbagai barang bajakan dijual secara bebas, mulai dari produk-produk hiburan seperti CD musik, hingga berbagai produk-produk fashion seperti baju, tas, dan sepatu.

Barang-barang tersebut dijual dengan harga yang sangat murah, jauh dari harga barang aslinya. Dengan demikian, tentu saja barang-barang bajakan tersebut akan semakin menarik para konsumen untuk membeli barang-barang bajakan tersebut. Hal ini tidak hanya menimpa berbagai produse dan pembuat karya dari luar negeri, namun juga berbagai pekerja kreatif dari negara kita.

Memang, di satu sisi, salah satu faktor yang sangat krusial yang membuat hal tersebut tetap terjadi adalah faktor penegakan hukum. Banyaknya aparat penegak hukum yang abai terhadap berbagai fenomena pembajakan produk yang dapat kita temukan dengan mudah di berbagai tempat membuat semakin banyak orang yang merasa bahwa mereka dapat dengan mudah membajak suatu produk tanpa konsekuensi.

Hal ini tentu bukan sesuatu yang dapat dibenarkan, dan harus kita atasi dengan sebaik mungkin. Namun, bukan berarti masalah tersebut hanya terletak pada aspek penegakan hukum saja. Tidak sedikit juga bagi para pelaku industri kreatif yang tidak mendaftarkan karya atau produk yang mereka buat kepada pemerintah, agar Hak Kekayaan Intelektual dari produk dan karya tersebut dapat terlindungi.

Berdasarkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) pada tahun 2020, pendaftar Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia masih belum tinggi. Padahal, anggaran yang diberikan kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sebesar 41,26 triliun rupiah (nasional.kontan.co.id, 30/6/2020).

Berdasarkan data dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, pada tahun 2020 lalu, ada sekitar 1.368 pendaftar dalam negeri yang mendaftarkan karya mereka agar kekayaan intelektualnya dapat terlindungi (nasional.kontan.co.id, 30/6/2020). Oleh karena itu, sangat penting bagi angka ini untuk ditingkatkan, agar semakin banyak para pekerja kreatif yang hak nya terlindungi sehingga bisa mendapatkan manfaat dari karya yang mereka buat.

Untuk itu, sosialisasi mengenai pentingnya untuk mendaftarkan karya yang kita buat agar hak kekayaan intelektual dari karya kita tersebut dapat terlindungi adalah hal yang sangat penting. Hal ini sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya melakukan pendaftaran tersebut.

Berbagai kegiatan di banyak daerah sebenarnya sudah dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk mensosialisasikan mengenai pentingnya perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Timur misalnya, pada bulan April 2021 lalu mengadalakn kegiatan sosialisasi di kota Sidoarjo, Jawa Timur, mengenai pentingnya perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual, khususnya yang berkaitan dengan produk-produk unggulan daerah (jatim.kemenkumham.co.id, 2021).

Sosialisasi mengenai pentingnya pendaftaran karya dan produk untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual tidak hanya dilakukan oleh Kemenkumham. Berbagai lembaga, seperti beberapa lembaga perbankan di Indonesia misalnya, juga melakukan hal tersebut. Bank NTT misalnya, pada bulan Mei ini beberapa waktu lalu, menyelenggarakan pertemuan dengan para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Manggarai Barat untuk mengkampanyekan pentingnya pendaftaran hak cipta dan paten untuk menghindari pembajakan (Kumparan.com, 19/5/2021).

Sebagai penutup, kampanye dan sosialisasi mengenai pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual adalah program yang sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya untuk mendaftarkan karya-karya atau produk mereka. 

Hal ini sangat penting agar para pembuat karya dan pekerja kreatif mampu menikmati hasil dari karya yang mereka buat dengan susah payah, dan berbagai tindakan ilegal yang sangat merugikan seperti pembajakan akan lebih mudah untuk dicegah dan ditindak.

Originally published here

Pentingnya Peran Aktif Perguruan Tinggi dalam Melindungi dan Memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual

Perlindungan Hak kekayaan intelektual merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan insentif seseorang untuk berkarya dan berinovasi. Tanpa adanya perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, tentu insentif seseorang untuk berkarya dan berinovasi menjadi berkurang, karena orang lain dengan mudah bisa mencuri hasil karya yang kita buat dengan mudah.

Bila hak kekayaan intelektual dapat dilindungi dengan baik, maka para inovator dan pembuat karya bisa menikmati manfaat dari karya yang mereka buat dengan susah payah. Seseorang tidak bisa dengan mudah mencuri hasil karya orang lain untuk mendapatkan keuntungan materi. Ia akan dipaksa menggunakan pikirannya untuk berinovasi dan membuat sesuatu yang baru yang dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Adanya kerangka hukum yang kuat untuk melindungi hak kekayaan intelektual tentunya merupakan hal yang sangat penting untuk hadir dan ditegakkan. Peran pemerintah dalam perlindungan hak kekayaan intelektual adalah sesuatu yang sangat penting, karena tanpa adanya peran aktif dari pemerintah, tentu sangat mustahil kita bisa menegakkan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual.

Namun, peran pemerintah saja tidak cukup dalam menegakkan hak kekayaan intelektual tersebut. Dibutuhkan juga peran aktif berbagai lembaga terkait lainnya agar perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat semakin baik, sehingga inovasi di negara kita dapat semakin meningkat.

Salah satu lembaga terkait yang paling sering dilihat sebagai aktor penting adalah badan usaha, khususnya badan usaha yang bergerak di industri kreatif, seperti kerajinan, seni, dan lain sebagainya. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa, badan usaha yang bergerak di bidang industri kreatif merupakan pihak yang akan paling berpengaruh dari penegakan perlindungan hak kekayaan intelektual. Bila perlindungan hak kekayaan intelektual tidak ditegakkan, merekalah yang akan paling merugi, karena mereka tidak bisa mendapatkan manfaat dari produk yang telah mereka buat secara maksimal.

Namun, selain badan usaha, ada pula badan terkait lain yang memiliki peran tidak kalah pentingnya untuk berperan aktif untuk penegakan perlindungan atas hak kekayaan intelektual. Lembaga tersebut adalah lembaga perguruan tinggi yang tersebar di berbagai penjuru nusantara.

Perguruan tinggi merupakan salah satu pihak yang sangat penting dan harus dilibatkan dalam perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia. Lembaga pendidikan tinggi sebagai lembaga akademis memiliki peran yang sangat penting dan krusial dalam mendorong inovasi di negara kita.

Lembaga pendidikan tinggi sebagai lembaga akademis merupakan lembaga yang memiliki sumber daya yang tidak sedikit untuk melakukan dan menjalankan berbagai riset dan penelitian.

Untuk itu, sosialisasi pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual di lingkungan perguruan tinggi merupakan hal yang sangat penting, agar para pengajar, peneliti dan mahasiswa yang membuat karya bisa mendapatkan manfaat dari karyanya. Melalui sosialisasi pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual di perguruan tinggi, diharapkan akan semakin mendorong semangat para civitas academica untuk melakukan penelitian sehingga bisa meningkatkan akreditasi kampus mereka (duniadosen.com, 5/5/2017).

Selain itu, perlindungan hak kekayaan intelektual di ranah lembaga perguruan tinggi ini tidak cukup hanya pada aspek pendaftaran saja, namun juga harus ditingkatkan pada aspek pemanfaatan. Pemanfaatan kekayaan intelektual ini merupakan hal yang sangat penting dan bermanfaat bagi berbagai perguruan tinggi yang memiliki hak kekayaan intelektual tersebut. Jangan sampai perguruan tinggi hanya berfokus pada pendaftaran saja.

Maka dari itu, sangat penting bagi perguruan tinggi di Indonesia untuk mengubah paradigma mereka. Pemanfaatan hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh perguruan tinggi adalah hal yang sangat penting agar perguruan tinggi dapat semakin independen dan tidak hanya mengandalkan dana dari pemerintah untuk melakukan riset dan mengembangkan institusinya (hukumonline.com, 27/5/2021).

Berita baiknya adalah, saat ini sudah ada lembaga di berbagai perguruan tinggi yang memiliki fungsi untuk mendorong aktivitas kreatif dan inovatif serta membantu perguruan tinggi negeri dalam rangka mengelola dan memanfaatkan hak kekayaan intelektual yang mereka miliki. Lembaga tersebut bernama Sentra Kekayaan Intelektual (SKI), yang tersebar di berbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia.

Proses pemanfaatan kekayaan intelektual sendiri bukan merupakan sesuatu yang tidak ada masalah dan tantangan tersendiri. Berbagai permasalahan yang kerap muncul diantaranya adalah terkait dengan perjanjian lisensi, konflik kepentingan, dan kapabilitas serta kemampuan berbagai lembaga pendidikan tinggi tersebut untuk melakukan negosiasi (ugm.ac.id, 27/5/2018).

Oleh karena itu, keberadaan SKI ini sangat penting dalam membantu dan mensosialisasikan pentingnya mendaftarkan serta memanfaatkan hak kekayaan intelektual bagi perguruan tinggi. Hal ini sangat penting dilakukan, agar jangan sampai berbagai karya-karya penting yang dibuat oleh universitas atau lembaga pendidikan tinggi tersebut, yang dapat membawa manfaat besar tidak hanya bagi lembaga tersebut tapi juga bagi masyarakat secara luas, menjadi sia-sia dan tidak bisa dimanfaatkan.

Originally published here

BRASIL TEM QUE FORTALECER AS LEIS DE PI PARA COMBATER A PANDEMIA E VOLTAR A CRESCER

Consumer Choice Center (Centro de Escolha do Consumidor) tem acompanhado de perto os efeitos da pandemia na vida dos consumidores, desde o acesso e distribuição da vacina até as consequências no mercado interno e international.

Para Fabio Fernandes, diretor global de Relações Institucionais e Governamentais da entidade de defesa do consumidor Consumer Choice Center, “agora que grande parte dos países do mundo tem acesso à vacina, a próxima luta não será contra o vírus mas pela recuperação econômica”

“As leis e acordos de propriedade intelectual como o TRIPs – do qual o Brasil é signatário – foram fundamentais na descoberta e desenvolvimento em um curtíssimo espaço de tempo da vacina para o COVID-19. Porém algumas pessoas querem flexibilizar essas regras, o que causaria danos irreversíveis” disse Fernandes.

“Precisamos permanecer firmes em nossa defesa dos direitos de propriedade intelectual se quisermos derrotar o coronavírus e as suas variantes, além de muitas outras doenças que hoje são incuráveis. Proteger a propriedade intelectual é a única maneira de dar a esses pacientes uma chance de cura. Se agirmos sem temperamento agora, expandindo ou flexibilizando a TRIPs e enfraquecermos ainda mais os direitos de PI, causaremos danos que dificilmente serão reversíveis, e o mundo pós-pandêmico terá de pagar a conta.”

No Brasil, o artigo 40 da Lei de Direitos de Propriedade Intelectual nº 9.279/1996 que está sendo julgado pelo STF, é um mecanismo criado para compensar atrasos administrativos do Inpi (Instituto Nacional de Propriedade Industrial) e concede automaticamente à patente uma exclusividade mínima de dez anos.

Para Fernandes “Os consumidores estão preocupados com a possibilidade de novos produtos, tecnologias e medicamentos não estarem disponíveis no Brasil por uma insegurança jurídica. A lei de propriedade intelectual no Brasil está de acordo com o padrão internacional e essa decisão do STF pode enfraquecer esse direito pondo em risco o futuro da inovação no Brasil”

“Vacinas para o setor de agropecuária, remédios contra o Câncer, componentes de informática como microchips para celulares, telecomunicações como a rede 5G e até Inteligência Artificial são alguns exemplos de produtos e inovações que podem atrasar ou até mesmo nunca chegarem ao mercado brasileiro se o Artigo 40 for derrubado” afirmou Fernandes.

“A raiz do problema não é o parágrafo 40 e sim os enormes atrasos que os órgãos públicos brasileiros causam na aprovação de patentes. Esses atrasos prejudicam não apenas as empresas que solicitam proteção de patentes, mas também os consumidores e pacientes que aguardam a aprovação das patentes para ver a entrada de produtos e medicamentos no mercado brasileiro.” explicou Fernandes.

“Os maiores interessados em derrubar o parágrafo 40 são as indústrias farmacêuticas de medicamentos genéricos e biossimilares, que usam os consumidores para fazer campanha para ‘redução nos preços’. O que precisamos na realidade é adotar políticas que baixem impostos e diminuam a burocracia e não aquelas que legalizam o roubo de propriedade intelectual, afinal, os consumidores querem as mais novas tecnologias com preços competitivos e não produtos velhos baratos.” argumentou Fernandes.

“A inovação é resultado de um ambiente de segurança jurídica que permita o inventor de ser remunerado pelo enorme tempo e dinheiro investido em desenvolver a nova tecnologia. Privar o inventor do seu direito acaba por privar também os consumidores acesso à inovações e o país de crescer economicamente no médio e longo prazo. Por isso a Estratégia Nacional de Propriedade Intelectual tem um horizonte de 10 anos” disse Fernandes.

“Qualquer tentativa de erodir a propriedade intelectual deve ser vista pelo que realmente é: uma ameaça à inovações futuras e à nossa recuperação econômica pós-pandemia.” concluiu Fernandes.

Originally published here.

Scroll to top
en_USEN