fbpx

Mois : PMjuin

Bahaya Pelarangan Vape di Negara Berkembang

Dunia saat ini masih terus berperang melawan pandemi COVID-19 yang muncul pada akhir tahun 2019 lalu. Sudah satu setengah tahun lamanya, virus yang sangat mudah menyebar antar manusia ini telah meluluh-lantahkan berbagai kegiatan, seperti acara musik dan perhelatan olahraga, serta keseharian miliaran orang di berbagai tempat di dunia.

Salah satu dampak yang paling terlihat dari munculnya pandemi ini adalah semakin banyaknya orang-orang yang sadar akan pentingnya kesehatan dan kebersihan. Semakin banyak dari kita yang menyadari bahwa mencuci tangan atau membresihkan badan setelah keluar rumah adalah sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan agar terhindar dari segala macam penyakit, khususnya COVID-19.

Tidak hanya dari masyarakat, banyak pemerintahan di berbagai belahan dunia juga mulai mengkampanyekan gaya hidup sehat untuk mencegah penyebaran virus tersebut. Beberapa diantaranya yang kita kenal di Indonesia adalah gerakan 5M, yakni Memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi (kesehatan.kontan.co.id, 26/1/2021).

Namun, berbagai upaya memperbaki kesehatan publik yang diadvokasikan oleh sebagian pihak guna mencegah penyebaran COVID-19 juga tidak hanya melalui kampanye, tetapi juga melalui pelarangan berbagai produk yang dianggap membahayakan kesehatan. Salah satunya produk yang kerap menjadi sasaran adalah produk-produk tembakau seperti rokok.

Salah satu negara yang memberlakukan pelarangan tersebut adalah Afrika Selatan. Pada tahun 2020 lalu misalnya, Afrika Selatan melarang pembelian produk-produk tembakau seperti rokok (bbc.com, 17/5/2020).

Akan tetapi, tidak hanya produk-produk rokok konvensional yang dibakar saja yang diadvokasi oleh beberapa pihak untuk dilarang. Salah satu produk lain yang diadvokasi oleh sebagian pihak untuk dilarang adalah produk-produk rokok elektronik, atau yang dikenal dengan nama vapoter, karena dianggap juga membahayakan kesehatan.

Salah satu pengusaha et filantropi yang mengadvokasi kebijakan tersebut adalah pengusaha besar asal Amerika Serikat, Michael Bloomberg. Bloomberg telah meluncurkan inisiatif global untuk pengendalian tembakau sebesar USD1 miliar, atau sekitar 14 triliun rupiah.

Dampak dari inisiatif global yang dilancarkan oleh Bloomberg ini sudah muncul di berbagai negara, khususnya di negara-negara berkembang. Di Filipina misalnya, lembaga regulator kesehatan mulai mempresentasikan berbagai dokumen kebijakan tidak hanya melarang rokok, namun juga vape, di negara tersebutm setelah mendapatkan dana dari inisiatif global Bloomberg (brusselstimes.com, 18/3/2021).

Tidak hanya di Filipina, Meksiko juga mengalami kejadian yang serupa. Di Meksiko belum lama ini, terungkap bahwa salah satu staf pengacara dari lembaga advokasi kesehatan yang didanai oleh Bloomberg, yang bernama Campaign for Tobacco-Free Kids, telah menyusun undang-undang yang bertujuan untuk melarang impor dan penjualan produk-produk vape (brusselstimes.com , 18/3/2021).

Kebijakan ini tentunya merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan, khususnya di negara-negara berkembang. Pelarangan terhadap produk-produk vape atau rokok elektronik berarti akan semakin banyak orang yang beralih ke produk-produk rokok konvensional yang dibakar, atau produk-produk vape ilegal yang sangat berbahaya hingga dapat menimbulkan kematian.

Hal ini akan semakin berbahaya bila terjadi di negara-negara berkembang, apalagi pada masa pandemi, karena secara umum negara-negara tersebut tidak memiliki fasilitas layanan kesehatan yang baik. Bila produk-produk vape dilarang, terlebih lagi pada masa pendemi, maka akan semakin banyak orang yang beralih ke rokok konvensional yang dibakar, yang secara ilmiah sudah terbukti menyebabkan berbagai penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung.

Vape atau rokok elektronik sudah terbukti merupakan produk yang jauh lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar. Pada tahun 2015 lalu, lembaga kesehatan Britania Raya, Public Health England (PHE), mengeluarkan laporan bahwa vape atau rokok elektronik merupakan produk yang 95% jauh lebih aman bila dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar (Public Health England, 2015).

Oleh karena itu, kebijakan untuk memperbaiki kesehatan publik dengan cara melarang produk-produk vape atau rokok elektronik adalah kebijakan yang tidak tepat. Untuk memperbaiki kesehatan publik dari dampak negatif dari rokok konvensional, akan lebih efektif bila dengan membeirkan opsi produk lain yang lebih aman kepada para perokok.

Hal ini sudah terbukti di negara-negara di mana pemerintahnya bukan melarang produk-produk vape, namun justru mendorong para perokok untuk beralih ke produk-produk rokok elektronik yang jauh lebih aman. Di negara-negara tersebut, jumlah perokok justru menjadi berkurang. Di Selandia Baru misalnya, berdasarkan survei tahun 2018, ada 13,2% perokok. Jumlah tersebut berkurang dari tahun 2013 ketika angka perokok sejumlah 15,1% (stats.govt.nz, 10/10/2019).

Sebagai penutup, bila kita ingin membantu para perokok, khususnya di negara-negara berkembang yang jumlahnya sangat besar, maka kita harus mampu menyediakan produk alternatif yang dapat digunakan oleh para perkok untuk menghentikan kebiasaannya. Jangan sampai, intensi baik kita untuk memperbaiki kesehatan publik justru semakin menghasilkan sesuatu yang lebih buruk.

Publié à l'origine ici.

L'UE devrait supprimer la taxe sur les services numériques

Les consommateurs européens risquent de payer plus

Avec l'essor de l'économie numérique, une tendance à une réglementation accrue des services numériques s'est imposée. La taxe sur les services numériques (DST), en vertu de laquelle les entreprises multinationales sont imposées dans les pays où elles fournissent des services via un marché numérique, est devenue l'un des moyens les plus populaires pour apprivoiser les grands acteurs.

En 2018, la Commission européenne a lancé l'introduction d'une TSN de 3 % sur les revenus générés sur le marché numérique de l'UE, y compris les ventes et la publicité en ligne. Cependant, avec l'opposition de pays comme la Suède ou l'Irlande, aucun accord au niveau du Conseil n'a jamais été atteint. Malgré l'absence de compromis, les États membres ont ensuite introduit des DST au niveau national. En conséquence, l'Autriche, la Belgique, la République tchèque, la France, la Hongrie, l'Italie, la Pologne, la Slovénie et l'Espagne ont proposé, annoncé ou mettent déjà en œuvre une sorte de taxe numérique. 

Selon un Rapport KPMG, ladite taxe génère 2 à 3 % des recettes publiques des pays d'un groupe restreint de grandes sociétés Internet. Bien que les taux diffèrent légèrement entre les États membres – 7,5 % en Hongrie et 3 % en France – la cible est généralement la même : les grandes entreprises multinationales.

En vertu des règles fiscales internationales actuelles, un pays où les sociétés de services multinationales sont assujetties à l'impôt sur les sociétés est généralement déterminé par le lieu où la production a lieu plutôt que par le lieu où se trouvent les consommateurs ou les utilisateurs. Cependant, les partisans de la DST soutiennent que les entreprises numériques tirent des revenus de la vente aux utilisateurs à l'étranger via l'économie numérique, mais le font sans présence physique sur place et, inversement, elles ne sont pas soumises à l'impôt sur les sociétés.

L'Organisation de coopération et de développement économiques (OCDE) a appelé plus de 130 pays à modifier le système fiscal international. La proposition actuelle obligerait les entreprises multinationales à payer une partie de leurs impôts sur le revenu là où se trouvent leurs consommateurs ou utilisateurs. Selon l'OCDE, le dilemme pourrait être débloqué cette année, et de grands espoirs sont placés dans l'administration Biden pour y parvenir.

Les DST faussent le marché

Alors que l'Autriche et la Hongrie ne taxent que la publicité, en France, en Turquie et en Italie, le champ d'application de la taxe est beaucoup plus large. Il comprend les revenus provenant de la fourniture d'une interface numérique, de la publicité ciblée et de la transmission de données sur les utilisateurs à des fins publicitaires. En fin de compte, ces taxes et les coûts supplémentaires que les entreprises devront supporter seront supportés par les consommateurs. Des coûts de publicité plus élevés sont susceptibles d'entraîner des prix plus élevés pour les produits et services de ces entreprises. Selon une étude de 2019 sur l'impact économique de la taxe française sur les services numériques, "environ 55 % de la charge fiscale totale seront supportés par les consommateurs, 40 % par les entreprises qui utilisent les plateformes numériques et seulement 5 % par les grandes entreprises de l'Internet ciblées. ”

La Turquie et l'Autriche fournissent un aperçu précieux du fonctionnement de ces taxes.

Selon le rapport mentionné ci-dessus, en Turquie, en septembre 2020, des frais supplémentaires de 7,5 % ont été ajoutés aux coûts des abonnements intégrés et d'autres types de paiement effectués sur les plateformes numériques. En Autriche, 5 % de l'heure d'été a été ajoutée aux factures des développeurs et des annonceurs lorsqu'ils sont promus dans le cadre de l'heure d'été autrichienne. 

Ces coûts supplémentaires sont payés par les consommateurs et les petits développeurs et ne font rien pour faire face à la nature évolutive du marché numérique. En termes économiques, les DST augmentent la perte sèche.

À première vue, il semble injuste que les grandes multinationales ne paient pas d'impôts alors que les entreprises traditionnelles sont submergées par la fiscalité et la réglementation. La Commission européenne a constaté qu'au sein de l'UE, les entreprises numériques devaient payer 9,5 % d'impôt en moyenne, tandis que les modèles commerciaux traditionnels étaient soumis à un taux d'imposition effectif moyen de 23 %. Cependant, si l'objectif est d'améliorer le bien-être économique, une meilleure solution serait de réduire les impôts pour les deux types d'entreprises. 

Les plateformes numériques créent de l'innovation et de la richesse au sein de l'économie. L'« économie des applications » a créé des millions d'emplois ces dernières années, avec 800 000 emplois en Europe et aux États-Unis rien qu'en 2017.

Contrairement à la croyance politique actuelle, la taxe sur les services numériques n'affectera pas les grandes multinationales, mais les petits développeurs devront augmenter leur prix. L'innovation européenne en souffrira également. Si les prix de la mise à l'échelle augmentent, les petits développeurs et innovateurs ne pourront pas rivaliser efficacement avec les entreprises américaines.

Les plateformes et services numériques ont aidé des millions de personnes travaillant à domicile lors de la récente pandémie de COVID-19 et ont généralement révolutionné l'économie mondiale. C'est précisément parce que les plateformes numériques sont différentes de la chaîne d'approvisionnement qui prévalait depuis des centaines d'années, que la tentation est grande de les surréguler, sinon de les freiner afin de limiter les risques liés au manque de connaissances. 

Chaque impôt, y compris un impôt sur le revenu, est davantage préoccupé par la collecte de bénéfices que par l'amélioration de l'innovation. Lorsque l'on parle de DST, il est essentiel de comprendre quel objectif nous poursuivons. Si nous voulons que l'Union européenne devienne un centre d'innovation, alors la DST n'est certainement pas la voie à suivre, mais si nous voulons punir les grandes entreprises technologiques appréciées par les consommateurs européens pour leur succès, alors c'est exactement ce dont nous avons besoin. 

Et pourtant, même si nous devions emprunter cette voie et continuer à soutenir la DST, nous devrions le faire en encourageant la concurrence fiscale au sein de l'UE au lieu d'imposer encore plus de centralisation fiscale. La concurrence permettrait aux États membres de l'UE de se faire concurrence en tant que régimes réglementaires. De la même manière, cela offrirait plus de choix aux services et plateformes numériques.

L'économie numérique stimule le bien-être économique. Certaines applications, telles que Shazam, qui reconnaît la chanson jouée à ce moment-là, ou Slack, un service qui fournit des messages instantanés aux entreprises et aux équipes, ont été créées par de jeunes entrepreneurs. Depuis, ils se sont développés de manière exponentielle, faisant désormais partie de notre quotidien. 

Afin d'accroître la concurrence sur le marché numérique, l'UE devrait chercher à pousser davantage pour réglementer intelligemment la plate-forme numérique et non les taxer. Une telle réglementation comprendrait des règles de conduite claires définissant les pratiques sur liste noire (par exemple l'auto-préférence) afin d'autoréguler certains aspects de la conduite d'une plateforme numérique, notamment la transparence envers les utilisateurs, les obligations de déclaration et les interdictions. 

Une telle approche préserverait la concurrence afin que les PME soient en mesure de concurrencer les grands acteurs et de créer un marché dynamique qui profite à tous les consommateurs.

Si, d'un autre côté, les pays européens continuent de faire pression pour introduire et augmenter les DST sans aucun accord au niveau mondial, les consommateurs européens risquent de payer plus que leurs homologues nord-américains ou sud-asiatiques et de perdre l'innovation et le choix. Les DST sont inefficaces et l'UE devrait s'en éloigner une fois pour toutes.

Publié à l'origine ici.

Comment pouvons-nous garantir la confidentialité des consommateurs ?

Chaque semaine, nous entendons parler de nouvelles violations de données, de piratages et de divulgations d'informations financières et personnelles sensibles.

Le mois dernier, c'était le cyber-attaque sur le Colonial Pipeline aux États-Unis, provoquant des flambées des prix de l'essence et de longues files d'attente à la pompe. Avant cela, la nouvelle d'une fuite de données affectant un demi-milliard de comptes Facebook, d'un bot qui a réussi à supprimer 500 millions de comptes LinkedIn et d'un piratage à l'Université de Stanford qui a révélé des milliers de numéros de sécurité sociale et de détails financiers a éclaté. Le cycle est sans fin.

Le grand nombre de rapports de fuites de données, de piratages et d'escroqueries sur les comptes concernés est maintenant devenu si gargantuesque que les consommateurs et les utilisateurs sont engourdis. Plus ce nombre augmente, plus nous devenons engourdis.

Mais les violations de données privées sont importantes. Et les consommateurs devraient être cochés à juste titre.

Parce que pour chaque erreur d'entreprise, exploit de pirate informatique et base de données gouvernementale non sécurisée, des milliers d'entreprises et d'organisations le font correctement, en gardant les données des utilisateurs sécurisées, cryptées et à l'abri des regards indiscrets.

Et tandis que les différents pays de l'Union européenne ont leurs propres lois sur la confidentialité et les données, l'aspect le plus gênant ici est le règlement général sur la protection des données (GDPR), qui rend trop souvent plus difficile pour les entreprises légitimes de sécuriser les données, pas moins.

Bien que nous devions toujours être vigilants quant aux potentiels de fuites et de piratages, l'une des principales préoccupations d'une loi ou d'une directive intelligente et sensée sur la confidentialité des données devrait être de défendre l'innovation, ce qui n'est pas le cas actuellement.

Pour chaque nouvelle entreprise de données sur la santé, entreprise de logistique ou appareil portable grand public, la collecte et la conservation appropriées des données sont une valeur fondamentale. Plus les règles sont uniformes, claires et ne créent pas de barrières à l'entrée, plus nous verrons d'innovation en matière de protection des données.

Nous devrions inciter les entreprises à adopter des normes d'interopérabilité et de données ouvertes pour garantir que les données sont portables et faciles d'accès pour les utilisateurs. Les principaux réseaux de médias sociaux permettent désormais cette prévision, et c'est la norme pour les données de sites Web depuis plusieurs années.

Si cela devient la norme, les consommateurs pourront choisir les marques et les services qui répondent le mieux à leurs besoins et à leurs intérêts, plutôt que de se contenter d'entreprises restées debout à la suite d'une réglementation excessive.

Dans le même temps, si nous voulons avoir des règles de confidentialité révisées dans l'UE, nous devrions consacrer le principe de neutralité technologique, où le gouvernement évite de décréter les gagnants et les perdants. Cela signifie que la réglementation ou l'approbation de divers formats de données, d'algorithmes ou de technologies devrait être déterminée par les entreprises et les consommateurs, et non par les agences gouvernementales sans les connaissances nécessaires pour prendre de bonnes décisions. La récente tentative de l'UE de désigner le "chargeur de téléphone commun" comme la connexion micro-USB, à un moment où les connexions USB-C deviennent la norme de l'industrie, en est un exemple simple.

Cela s'étend également aux pratiques d'innovation telles que la publicité ciblée, le ciblage géographique ou la personnalisation, qui sont essentielles à l'expérience du consommateur.

De plus, nous devons nous méfier de toutes les tentatives d'interdire le chiffrement à des fins commerciales et personnelles.

La pression a monté à la Commission européenne de refondre le cryptage par des acteurs privés, mais ce serait une erreur.

La raison pour laquelle le cryptage reste un outil puissant dans l'arsenal des entreprises et des agences qui gèrent nos données et nos communications est qu'il fonctionne. Nous devons le défendre coûte que coûte.

Bien qu'il y ait de quoi s'inquiéter en ce qui concerne les violations et les piratages en ligne, les consommateurs devraient pouvoir bénéficier d'un marché innovant de produits et de services, non entravé par des réglementations qui limitent trop souvent les progrès.

Cet équilibre est possible et nécessaire, à la fois si nous voulons avoir une expérience en ligne plus sécurisée, et si nous voulons continuer à avoir la meilleure technologie à notre disposition pour améliorer nos vies.

Publié à l'origine ici.

Réglementer le vapotage pour réduire au minimum les incidences de vapotage chez les jeunes, selon un groupe de défense des consommateurs

La réglementation du vapotage peut aider à réduire au minimum les incidences de vapotage chez les jeunes, a déclaré un groupe de défense des consommateurs basé au Royaume-Uni.

Dans un communiqué publié aujourd'hui, le Consumer Choice Centre (CCC) basé à Londres a déclaré qu'au Royaume-Uni, où la vape est réglementée, les incidences de vapotage chez les jeunes ont été minimisées.

Il a cité un rapport en 2021 par Action on Smoking and Health, qui a examiné l'utilisation des e-cigarettes ou vape chez les jeunes en Grande-Bretagne, qui a révélé qu'une grande majorité des 11 à 18 ans n'ont jamais essayé ou ignorent cigarettes électroniques (83%). Ce constat est constant depuis 2017.

Il a ajouté que l'enquête a en outre révélé que le vapotage est beaucoup moins courant chez les jeunes qui n'ont jamais fumé. Une grande majorité des « jamais fumeurs » âgés de 11 à 18 ans, 94,1% au total, n'ont jamais vapoté (87,9%) ou n'en ont pas conscience (6,2%).

Dans sa récente note de politique intitulée « Age Restrictions of Vape Products », CCC a recommandé ce qui suit :
• Introduire des réglementations intelligentes et appliquer des restrictions d'âge strictes sur les appareils de vapotage et les liquides dans les points de vente
• Utiliser la technologie moderne de vérification de l'âge pour les ventes en ligne
• Apprendre d'autres industries telles que l'alcool et les feux d'artifice sur la façon d'améliorer les taux de conformité
• Le commerce de détail et l'industrie devraient être encouragés à être plus proactifs dans l'application des règles
• Ne punissez pas les vapoteurs adultes légaux pour le manque d'application des restrictions d'âge

Le directeur général de la CCC, Fred Roeder, a déclaré qu'au lieu de prendre des mesures drastiques telles que l'interdiction de la vape, qui ne fera que conduire davantage de consommateurs vers des produits illégaux sur le marché noir non réglementé, une approche plus coordonnée par les régulateurs et l'industrie peut et doit être explorée.

"Nous pensons que la réglementation avec une application stricte de l'interdiction de vente aux mineurs marque la distinction entre les consommateurs adultes consentants et ceux qui n'ont pas atteint l'âge légal pour prendre ces décisions", a-t-il déclaré.

Il a également cité des exemples du Royaume-Uni sur la manière dont les contrôles sont mis en place pour empêcher les mineurs d'acheter des produits avec des restrictions d'âge.

Un exemple d'une telle solution est AgeChecked, un système de vérification de l'âge en ligne sécurisé basé au Royaume-Uni qui demande le nom complet, l'adresse de facturation et la date de naissance d'un acheteur lors de la passation d'une commande.

Ces informations doivent être saisies telles qu'elles apparaîtront sur le permis de conduire de l'acheteur, la liste électorale ou être utilisées pour une carte de crédit britannique, a-t-il déclaré.

Publié à l'origine ici.

Le Consumer Choice Center s'oppose aux actions antitrust contre les entreprises technologiques innovantes

Aujourd'hui, le Consumer Choice Center a envoyé une lettre aux membres du Comité judiciaire de la Chambre pour expliquer notre opposition à une série de projets de loi qui seront bientôt présentés à la Chambre concernant les actions antitrust.

La lettre complète est ci-dessous, et disponible en format PDF à partager.

Cher membre du comité judiciaire de la Chambre,

En tant que groupe de consommateurs, nous vous écrivons pour attirer votre attention sur une série de projets de loi qui seront bientôt présentés sur le parquet de la Chambre et acheminés vers le Comité judiciaire de la Chambre.

Ces projets de loi, qui seront bientôt présentés par les démocrates et coparrainés par certains républicains, concernent des mesures antitrust à prendre contre des entreprises technologiques basées aux États-Unis.

Il s'agit notamment de la loi sur la modernisation des frais de dépôt de fusion, de la loi sur la fin des monopoles de plate-forme, de la loi anti-monopole sur la plate-forme, de la loi sur la concurrence et les opportunités de plate-forme et de la loi sur l'augmentation de la compatibilité et de la concurrence en permettant le changement de service.

À notre avis, ces projets de loi ne concernent pas le consommateur, la norme de bien-être des consommateurs telle qu'elle est traditionnellement comprise dans la loi antitrust, ou même parce que des entreprises comme Amazon, Facebook, Twitter et Microsoft sont «trop grandes». 

Au contraire, ces actions sont un démantèlement zélé des innovateurs américains qui nuira aux consommateurs et punira l'innovation. C'est un dangereux précédent.

De nombreuses entreprises technologiques dans le collimateur offrent des services gratuits ou peu coûteux aux consommateurs sur un marché concurrentiel qui compte des centaines d'applications sociales pour la messagerie, le partage de photos, les réseaux sociaux et les marchés en ligne qui offrent une livraison rapide, un service exceptionnel et des prix imbattables.

En tant que consommateurs de ces services, nous comprenons qu'il y a souvent des décisions prises par ces entreprises qui suscitent des inquiétudes. Pour les conservateurs politiques, la question dépend de l'existence d'un parti pris dans la modération des comptes, des commentaires et des produits. Pour les libéraux, il s'agit de savoir si ces entreprises sont trop puissantes ou trop grandes pour être maîtrisées par le gouvernement, et de se demander comment elles paient leurs impôts ou si diverses entreprises technologiques ont joué un rôle dans l'élection de Donald Trump en 2016.

Ce sont toutes des préoccupations valables, et nous avons été actifs pour les appeler là où c'était nécessaire.

Cependant, utiliser le pouvoir du gouvernement fédéral pour démanteler les entreprises américaines innovantes soumises au droit national, en particulier face à la concurrence croissante de pays qui ne sont pas des démocraties libérales, comme la Chine, est une erreur et entraînera des conséquences encore plus imprévues.

Le peuple américain bénéficie d'un marché concurrentiel et libre pour tous les biens, services et réseaux que nous utilisons en ligne. Armer nos agences fédérales pour démanteler des entreprises, en particulier lorsqu'il n'y a aucun cas avéré de préjudice pour les consommateurs, freinera l'innovation et bloquera notre avantage concurrentiel en tant que pays.

S'il y a des violations de données ou si la vie privée des consommateurs est compromise, la Federal Trade Commission devrait absolument imposer des amendes et autres sanctions. Nous sommes d'accord avec cela. S'il y a des violations flagrantes de la loi, elles doivent être traitées immédiatement et de manière appropriée.

Soyons clairs : Internet est le terrain de jeu ultime pour le choix des consommateurs. Les tentatives du gouvernement d'intervenir et de réglementer sur la base de considérations politiques ne feront que restreindre le choix des consommateurs et nous priver de ce dont nous avons profité jusqu'à présent.

La grande majorité des utilisateurs sont satisfaits des places de marché en ligne et de leurs profils sur les plateformes sociales. Ils peuvent se connecter avec leurs amis et leur famille dans le monde entier et partager des images et des publications qui suscitent des conversations. Des millions de petites entreprises, d'artistes et même de sites d'information dépendent de ces plateformes pour gagner leur vie. C'est un point particulièrement important.

Utiliser la force du gouvernement pour séparer les entreprises en raison de positions ou d'actions particulières qu'elles ont prises, toutes légales en vertu de la loi actuelle, est très vindicatif et limitera la capacité des gens ordinaires comme moi ou des millions d'autres consommateurs à profiter des plateformes pour lesquelles nous nous sommes volontairement inscrits. 

Nous devrions tenir ces plateformes responsables lorsqu'elles commettent des erreurs, mais ne pas inviter le gouvernement fédéral à déterminer sur quels sites ou plateformes nous pouvons cliquer. Le rôle du gouvernement n'est pas de choisir des gagnants et des perdants. C'est pour garantir nos droits à la vie, à la liberté et à la poursuite du bonheur, comme l'indique la Déclaration d'indépendance. 

Ainsi, lorsque ces projets de loi vous seront présentés en tant que législateurs, nous vous exhortons, en tant que groupe de défense des consommateurs parlant au nom de millions de personnes comme vous à travers le pays, à les rejeter. 

Cordialement,

Yaël Ossowski

Directeur adjoint, Centre de choix des consommateurs

yael@consumerchoicecenter.org

L'UE devrait s'engager en faveur du concept de réduction des risques

Il y a quelques jours, je suis tombé sur une conférence TEDMED de 2017 sur le modèle de réduction des méfaits de la toxicomanie par le Dr Mark Tyndall.

Bien que principalement axé sur le traitement de la toxicomanie, le discours fournit un aperçu précieux de la nature de la réduction des risques qui peut être appliquée de manière plus générale. En particulier, cela concerne le vapotage comme outil de sevrage.

Dans l'exposé, le Dr Tyndall soutient que « commencer par l'abstinence, c'est comme demander à un nouveau diabétique d'arrêter le sucre ou à un asthmatique sévère de commencer à courir des marathons ou à une personne déprimée d'être simplement heureuse. Pour toute autre condition médicale, nous ne commencerions jamais par l'option la plus extrême. Qu'est-ce qui nous fait penser que cette stratégie fonctionnerait pour quelque chose d'aussi complexe que la dépendance ? »

Les taxes, les interdictions de commercialisation et de publicité ainsi que d'autres restrictions sur les produits du tabac et du vapotage poursuivent une stratégie d'abstinence. Basé sur l'hypothèse que les fumeurs peuvent arrêter du jour au lendemain après avoir constaté une augmentation des prix, la réalité est que de telles politiques ne font rien pour réduire les taux de tabagisme. Les partisans d'une telle approche invoquent la baisse des taux de tabagisme comme preuve de leur succès. Cependant, le lien de causalité y est difficilement traçable en raison des multiples variables en jeu. 

Bien que les taux de tabagisme dans les pays restrictifs de vapotage tels que l'Irlande soient en baisse, ce n'est guère une raison d'être optimiste. Selon le Dr Tyndall, la tendance à la baisse de la prévalence du tabagisme est due aux personnes qui meurent prématurément à cause du tabagisme. Le vapotage, au contraire, pourrait sauver ces vies, et le décourager, c'est ignorer les besoins des consommateurs.

Aveuglés par leur quête d'une Europe sans fumée, les décideurs européens manquent systématiquement l'occasion d'aider réellement les fumeurs à arrêter de fumer. Au Consumer Choice Center, nous avons souligné à plusieurs reprises le point de données selon lequel le vapotage est 95% moins nocif que les cigarettes de tabac et qu'il cible les consommateurs adultes qui cherchent à arrêter de fumer. Les cigarettes électroniques sont un produit réservé aux adultes et ne servent pas à inciter les mineurs à fumer. Bien que scientifiquement prouvés, ces faits sont ignorés par l'UE. 

En tant que telle, la croyance erronée selon laquelle le vapotage contribue à l'augmentation des taux de tabagisme chez les mineurs jette une ombre sur la réduction des méfaits. C'est également l'une des principales raisons sous-jacentes à la proposition d'interdiction néerlandaise des saveurs de vape. Une étude de 2017 publiée dans Tobacco Control a révélé qu'à mesure que le nombre de vapoteurs aux États-Unis et au Royaume-Uni augmentait, il n'y avait pas d'augmentation du tabagisme chez les jeunes. Entre 2011 et 2016, le tabagisme au cours des 30 derniers jours est passé de 6,3 % à 4,3 % chez les collégiens et de 21,8 % à 13,8 % chez les lycéens aux États-Unis.

La surréglementation du vapotage dans l'Union européenne et ses États membres n'apportera pas les résultats escomptés. Les fumeurs ne doivent pas être considérés comme des enfants qui doivent être punis par l'abstinence pour avoir choisi de fumer. Une bien meilleure façon d'avancer est de les encourager à passer au vapotage, les aidant ainsi à réduire les risques associés à la santé. 

Avant qu'il ne soit trop tard, nous devrions nous engager fermement dans le concept de réduction des méfaits. Cela nous aiderait vraiment à vaincre le cancer.

Publié à l'origine ici.

Le plan haut débit de Biden pourrait nuire aux fournisseurs et aux consommateurs

Ce n'est un secret pour personne que l'accès à un Internet haut débit fiable est plus important que jamais, surtout compte tenu de la façon dont nous avons passé l'année dernière. Nous comptons maintenant beaucoup sur les connexions virtuelles pour l'école, le travail et peut-être quelques marathons Netflix sans fin dans le but de rester sain d'esprit tout au long des fermetures.

Avec une vie plus en ligne, il n'est pas surprenant que l'utilisation du haut débit augmenté 40% au cours de la dernière année. Beaucoup soupçonnent que ce niveau de demande pour le haut débit se poursuivra, mais il y a des millions de personnes à travers le pays qui n'y ont pas encore accès, y compris 368,000 ménages ruraux du Michigan.

On estime qu'il y a plus $2,5 milliards des avantages économiques potentiels qui sont perdus parmi les résidents du Michigan déconnectés d'Internet, ce qui montre clairement que nous devons trouver une solution pour mettre fin à cette fracture numérique.

Le président Joe Biden a récemment proposé $100 milliards d'étendre le haut débit grâce à l'American Jobs Plan. Bien que cela puisse sembler un investissement d'infrastructure valable pour certains, les petits caractères du plan proposent des solutions ternes qui créent un avenir orageux pour les consommateurs du Michigan.

Un problème flagrant est la priorisation des réseaux à large bande gérés par le gouvernement avec "moins de pression pour générer des bénéfices et avec un engagement à desservir des communautés entières". Il est bien documenté que ces réseaux sont inefficaces 𑁋 a Étude du Centre Phoenix ont constaté que les prix sur les marchés avec un fournisseur municipal sont plus élevés que ceux sur les marchés sans fournisseur.

Le Michigan n'autorise les réseaux municipaux à large bande que dans les zones non desservies ou mal desservies et si leurs avantages l'emportent sur les coûts. Cependant, les gouvernements locaux ont donné aux réseaux municipaux des avantages par rapport aux fournisseurs privés en accordant des subventions et un traitement réglementaire privilégié pour donner l'illusion de la conformité.

Cela s'est produit récemment à Marshall, et les résultats ont été épouvantables. Selon un rapport publié par la Taxpayers Protection Alliance mettant en lumière les réseaux haut débit défaillants gérés par le gouvernement, le réseau haut débit fibre de Marshall, appelé FiberNet, a coûté $3,1 millions et ne dessert qu'une fraction de sa population. Il convient de noter que des services privés à large bande sont également disponibles à Marshall.

Un autre problème clé du plan de Biden est qu'il donne exclusivement la priorité à la construction du haut débit par fibre. Bien que la fibre puisse être une excellente option pour certains, elle n'est pas toujours pratique pour les communautés rurales en raison des coûts élevés et du processus d'installation requis. Les ménages ruraux peuvent être situés à des kilomètres l'un de l'autre, et l'installation de la fibre coûtant jusqu'à $27 000/par mille, la demande estimée des communautés rurales ne compense souvent pas les coûts de construction des réseaux de fibre dans ces zones.

Des solutions innovantes comme celle d'Elon Musk Lien stellaire projet, qui vise à fournir un accès Internet haut débit par satellite à faible coût dans le monde entier, doit être encouragé. D'ici la fin de cette année, plus de 1 000 satellites fourniront Internet à plus de 10 000 clients dans le monde entier via Starlink. Il s'agit d'un développement passionnant car les réseaux satellites sont souvent moins chers, plus efficaces et peuvent fournir des vitesses plus rapides aux ménages ruraux que la fibre.

Le dernier problème majeur avec le plan de Biden est qu'il promet d'amener l'Amérique à une couverture haut débit 100%, mais cela ne prend pas en compte toutes les préférences des consommateurs. Selon Banc de recherche, 15% des Américains utilisent des smartphones et n'ont pas de services haut débit. Bien que la raison ne soit pas certaine, une raison potentielle est la fréquence du Wi-Fi gratuit disponible dans de nombreux espaces publics, ce qui peut amener certains ménages à ne pas payer pour le haut débit.

Pour aider le Michigan à atteindre son plein potentiel économique, il est crucial que nous donnions aux 368 000 foyers ruraux un accès rapide à Internet haute vitesse. L'État devrait embrasser les fournisseurs de services Internet privés, pratiquer la neutralité technologique en ne favorisant pas un type de large bande par rapport à un autre et encourager davantage d'innovations qui profitent aux consommateurs.

Publié à l'origine ici.

La voie que nous ne devrions pas emprunter en matière de réglementation technologique

Menons une expérience de réflexion : à la demande de plusieurs grands organes d'information traditionnels, un gouvernement institue une loi exigeant que chaque fois qu'une nouvelle est liée à un média social, le réseau social doit payer une redevance aux organes d'information.

En d'autres termes, pour permettre à une colonne de journal ou à un lien de blog de potins de célébrités d'apparaître ailleurs, ce site Web devra débourser de l'argent au média d'où il provient.

Bien qu'un tel cas semble risible ailleurs, c'est précisément ce que l'Australie a récemment tenté dans sa guerre croissante contre des entreprises technologiques comme Facebook et Google.

Et des pays comme le Canada, le Royaume-Uni, la France et d'autres pays de l'UE font la queue pour être les prochains.

À la fin de l'année dernière, le Code de négociation des médias d'information a été présenté au Parlement australien pour "résoudre les déséquilibres du pouvoir de négociation entre les entreprises australiennes de médias d'information et les plateformes numériques". Le projet de loi était l'effort pluriannuel de la Commission de la concurrence et de la consommation du pays, demandé par le Parti libéral à tendance conservatrice.

En proposant la loi, le Premier ministre Scott Morrison a fait toutes les ouvertures nécessaires pour signaler son opposition à la "Big Tech".

En imposant une taxe sur les liens aux entreprises technologiques, l'idée était de soutenir les entreprises de médias australiennes qui perdaient des revenus publicitaires au profit de ces plateformes. Mais cela a un coût important à la fois pour le choix des consommateurs et pour l'ouverture d'Internet lui-même.

Le fondateur du World Wide Web, Tim Berners-Lee, a déclaré qu'une telle proposition rendrait Internet "impraticable", imposant des coûts et des taxes sur ce qui est censé être un espace libre sur le réseau ouvert. En d'autres termes, ces réglementations mettraient probablement fin aux principes les plus fondamentaux sur lesquels Internet a été fondé en premier lieu.

Il appartient aux entreprises de médias de découvrir des méthodes innovantes et efficaces pour capter les audiences numériques, et non de faire pression sur les gouvernements pour qu'ils siphonnent de l'argent pour eux.

Google a concédé au début du combat, créant une "vitrine d'actualités" dans des pays comme l'Australie, le Royaume-Uni et l'Argentine qui offrirait des primes aux éditeurs. Mais Facebook a tenu bon.

Et bien que Morrison et ses collègues parlementaires aient déclenché le pendule, il s'est finalement retourné durement contre les consommateurs australiens.

Récemment, des millions d'Australiens se sont connectés à Facebook pour découvrir qu'ils ne pouvaient plus partager de liens ou d'articles provenant de sites d'information australiens. Plutôt que de bouleverser son modèle commercial pour se conformer à la législation proposée, la société a décidé d'empêcher complètement le partage des informations nationales sur la plate-forme.

C'était une décision audacieuse destinée à démontrer au gouvernement que les médias ont plus besoin de Facebook qu'ils n'en ont besoin.

Plus tard, cependant, Facebook a annoncé avoir conclu des accords individuels avec de plus petits éditeurs du pays du Commonwealth.

"Après de nouvelles discussions avec le gouvernement australien, nous sommes parvenus à un accord qui nous permettra de soutenir les éditeurs que nous choisissons, y compris les petits éditeurs locaux", a déclaré le vice-président mondial de Facebook, Campbell Brown.

Ce précédent est important pour deux raisons.

Premièrement, le projet de loi australien est l'une des tentatives les plus effrontées d'utiliser la législation nationale sur les médias pour générer des revenus auprès d'une entreprise technologique américaine.

Deuxièmement, cela montre que cela a tout à voir avec le renflouement des entreprises de médias traditionnels et presque rien à voir avec les consommateurs.

Tout comme dans l'Union européenne et certains pays d'Amérique latine, la fixation sur la taxation et la restriction des entreprises technologiques dépend de l'obtention d'une part du gâteau. La préoccupation pour le consommateur et son accès continu à l'information en ligne est secondaire.

Nous l'avons vu avec Uber et Apple à Bruxelles et à Londres, et cela continuera sans aucun doute alors que les pays en manque d'impôt tentent de régner sur ce qu'ils perçoivent comme la poule aux œufs d'or.

C'est pourquoi ces politiques sont si destructrices pour les consommateurs et les principes fondamentaux d'un Internet ouvert.

La clé pour que les médias prospèrent et évoluent à l'ère numérique sera l'innovation et la créativité, qui profiteront toutes aux consommateurs, et non aux interdictions, aux hausses d'impôts ou aux lois zélées sur les médias.

Publié à l'origine ici.

Pourquoi l'interdiction néerlandaise des saveurs de vapotage ne fera pas baisser les taux de tabagisme chez les mineurs

Bien que noble dans son intention, l'interdiction aurait l'effet inverse, affirment Maria Chaplia du Consumer Choice Center et Michael Landl de la World Vapers Alliance.

À partir du 1er juillet 2022, les e-liquides aromatisés pourraient être interdits aux Pays-Bas. La décision de procéder à l'interdiction - initialement proposée en juin 2020 - est radicalement en contradiction avec l'opinion publique, sans parler de la science. Combinée aux mesures anti-vapotage restrictives du plan européen de lutte contre le cancer, l'interdiction des saveurs démontre la dérive incessante de l'Europe par rapport à l'élaboration de politiques fondées sur des preuves.

Le vapotage est confronté à de telles difficultés réglementaires principalement parce qu'il est mal compris. Inventé comme un outil de sevrage, le vapotage cible les fumeurs adultes, en particulier les gros, pour les aider à arrêter. Au Royaume-Uni, des cigarettes électroniques sont même données aux fumeurs dans les hôpitaux. Et les saveurs de vape jouent un rôle crucial dans la croisade pour réduire les taux de tabagisme.

Le raisonnement du gouvernement néerlandais pour l'interdiction des arômes de vapotage est de lutter contre le tabagisme chez les adolescents. En tant que tel, l'objectif est en effet noble puisque les cigarettes électroniques devraient être des produits réservés aux adultes et que des restrictions d'âge strictes doivent être appliquées. Cependant, si tel est vraiment l'objectif, alors le gouvernement néerlandais tire dans la mauvaise direction.

Selon une étude récemment publiée par la Yale School of Public Health, une interdiction des arômes de vapotage à San Francisco a doublé la probabilité que les élèves du secondaire fument des cigarettes conventionnelles. La ville de Californie a connu une augmentation de 30% de la consommation de cigarettes par les mineurs pour la première fois en plus d'une décennie, tandis que d'autres villes du pays continuent de voir taux en baisse.

"Sans résoudre le problème du tabagisme chez les adolescents, l'interdiction aura des conséquences imprévues désastreuses et sapera les efforts de réduction des méfaits"

Selon une étude de 2017 publiée dans Tobacco Control, à mesure que le nombre de vapoteurs aux États-Unis et au Royaume-Uni augmentait, il n'y avait pas d'augmentation du tabagisme chez les jeunes. Entre 2011 et 2016, tabagisme au cours des 30 derniers jours diminué de 6,3 % à 4,3 % chez les collégiens et de 21,8 % à 13,8 % chez les lycéens aux États-Unis.

Sans résoudre le problème du tabagisme chez les adolescents, l'interdiction aura des conséquences imprévues désastreuses et sapera les efforts de réduction des méfaits. Aux Pays-Bas, 3,1 % des adultes utilisent des cigarettes électroniques et, avec l'interdiction en place, près de 260,000 Les vapoteurs néerlandais pourraient recommencer à fumer.

Les saveurs jouent un rôle essentiel pour les fumeurs qui veulent arrêter. Les consommateurs adultes, qui ont utilisé le vapotage pour arrêter de fumer, affirment que les arômes, autres que le tabac, ont été un facteur déterminant pour les empêcher de recommencer à fumer. En utilisant des e-liquides aromatisés, ils sont 230 % plus susceptibles d'arrêter de fumer fumer que si vous en utilisiez des aromatisés au tabac.

L'interdiction proposée ne fera pas baisser la demande d'arômes. Ce qu'il fera, cependant, c'est stimuler le commerce illicite. Comme en témoignent les taxes élevées, les interdictions de commercialisation et de publicité et d'autres restrictions à tous les niveaux, les politiques restrictives n'atteignent pas les résultats souhaités. Malgré une interdiction de vente de nicotine en Australie, plus d'un demi-million consommateurs vape, alors que 2,4 millions de personnes l'ont essayé à un moment donné.

Comme l'a démontré Public Health England, le vapotage est 95 % moins nocif que les cigarettes de tabac. Par conséquent, à court et à long terme, l'interdiction néerlandaise des arômes de vape est un prix trop élevé à payer, en particulier à la lumière de nos efforts européens communs pour réduire les taux de cancer.

"En utilisant des e-liquides aromatisés, ils [les fumeurs adultes] ont 230 % plus de chances d'arrêter de fumer que s'ils utilisaient des e-liquides aromatisés au tabac"

À la lumière de la forte opposition exprimée par les citoyens lors de la consultation publique, avec 98 % des soumissions opposées à l'interdiction, ainsi que du manque de légitimité de ce cabinet, les aspirations anti-vapotage néerlandaises sont totalement contraires à l'éthique. C'est un coup dur pour les efforts de réduction des méfaits du tabac et pour tous les vapoteurs qui ont fait entendre leur voix, et cela risque de ternir la réputation des Pays-Bas.

Publié à l'origine ici.

Israël arrive en tête de l'indice mondial de résilience à la pandémie

Le système de santé israélien a été nommé le plus résistant au COVID-19 au monde dans un indice de résilience à la pandémie récemment publié. L'indice, publié par le groupe mondial de défense des consommateurs Consumer Choice Center, a interrogé 40 pays sur la préparation et la résilience de leurs systèmes de santé à la pandémie.

L'indice a examiné cinq facteurs : l'approbation de la vaccination, la campagne de vaccination, les délais qui interrompent l'administration des vaccins, la capacité en lits de soins intensifs et les tests de masse. Alors qu'Israël n'avait pas le plus grand nombre de lits d'unités de soins intensifs par habitant ou une moyenne élevée de tests COVID-19 quotidiens, il "est clairement un gagnant en ce qui concerne la vitesse des vaccinations" - ce qui a conduit à sa première place sur le liste globale.

La deuxième place est revenue au voisin d'Israël, les Émirats arabes unis, qui avaient également un taux de vaccination élevé. Les États-Unis, le Royaume-Uni et Bahreïn complètent les cinq premières places, tandis que les trois derniers sont allés à l'Australie, la Nouvelle-Zélande et l'Ukraine.

"La pandémie a mis les systèmes de santé du monde entier à l'épreuve d'urgence et a révélé à la fois leurs points forts et leurs points faibles", a déclaré Fred Roeder, directeur général du CCC et co-auteur de l'indice. « Cela concerne en particulier la capacité hospitalière, les capacités de planification et l'existence d'un système de réglementation capable d'agir rapidement et efficacement en matière de dépistage et de vaccination, entre autres. À l'avenir, nous espérons que notre indice aidera les décideurs politiques à identifier les points faibles de nos systèmes de santé afin que nous puissions être mieux préparés aux crises futures.

Publié à l'origine ici.

proche
fr_FRFR