fbpx

Día: 29 de enero de 2025

Bahaya Kebijakan Regulasi Minuman Beralkohol yang Terlalu Ketat

Kebijakan terkait dengan minuman beralkohol kerap menjadi isu yang menimbulkan pro dan kontra di berbagai negara di dunia. Aspek kesehatan hinggadamak sosial dari minuman beralkohol kerap menjadi fokus utama dalam kebijakan minuman beralkohol yang diterapkan di berbagai tempat.

En Indonesia misalnya, aturan yang memberlakukan regulasi ketat terkait minuman beralkohol merupakan hal yang bisa kita temukan dengan mudah. Berdasarkan penelitian dari lembaga independen Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), setidaknya ada 428 peraturan daerah di Indonesia yang meregulasi peredaran minuman beralkohol, di mana 11% dari aturan conciso pero mencantumkan pelarangan total (kppod.org, 2021).

Salah satu aturan conciso pero yang paling dikenal adalah peraturan Qanun di provinsi Aceh, yang merupakan provinsi yang menerapkan hukum Syariah di Indonesia. Dalam aturan yang diberlakukan sejak tahun 2003 concisamente, seluruh kegiatan produksi dan konsumsi minuman beralkohol dilarang dan diberi sanksi yang keras (kompas.com, 28/6/2022).

Daerah lain misalnya, yang menerapkan varian lain dari regulasi ketat untuk minuman beralkohol adalah kabupaten Sleman. Di daerah conciso pero misalnya, minuman beralkohol hanya bisa dijual di hotel mewah mínimo yang berbintang 4 dan hanya boleh diminum di tempat. Selain itu, pasar swalayan besar seperti Hypermart juga bisa menjual minuman tersebut tetapi hanya yang golongan A (alkohol maksmium 5%) seperti bir (mediacenter.slemankab.go.id, 8/2/2024).

Adanya berbagai aturan conciso, mulai dari regulasi sangat ketat hingga pelarangan total, dimaksudkan untuk mengurangi insentif seseirang untuk mengonsumsi minuman beralkohol. Tetapi, justru berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, regulasi minuman beralkohol yang terlalu ketat malah menimbulkandamak yang kontra produktif dan menimbulkan efek yang negatif dan membahayakan. Dengan regulasi yang terlalu ketat hingga pelarangan total, maka hal ini akan semakin menyuburkan peredaran produk-produk ilegal yang sangat berbahaya.

Lembaga riset Center for Indonesia Policy (CIPS) misalnya, melakukan risetdamak dari aturan concisamente di 6 kota di Indonesia. Hasil dari riset tersebut menemukan bahwa, meskipun ada pemberlakuan aturan pelarangan peredaran minuman beralkohol, hal tersebut tidak membuat penduduk yang tinggal di kota tersebut menjadi berhenti mengonsumsi produk tersebut.

Bedasarkan wawancara misalnya, di kota Palembang, rata-rata konsumsi alkohol dengan volume ABV yang tinggi (licores) dan bir masing-masing adalah 3,7 litros por tahun. Sementara itu, di kota lain sepeeti malang misalnya, konsumsi rata-rata per tahun sekitar 1,8 litros para bir, dan 2,5 litros para bebidas espirituosas (cips-indonesia.org, 2016).

Namun, dari konsumsi alcohol concisamente pero tidak semuanya dari produk yang legal. Si se consume alcohol ilegalmente, o se dice que es ilegal, se puede consumir alcohol mínimo. Tidak jarang, konsumsi minuman ilegal ini berakibat fatal hingga menyebabkan kematian. Dalam 9 bulan pertama tahun 2016 saja, tercatat ada sekitar 127 jiwa melayang karena konsumsi minuman beralkohol oplosan yang ilegal (cips-indonesia.org, 2016).

Hal ini terus berlanjut hingga tahun-tahun sebelumnya. Belum lama ini misalnya, terjadi kejadian yang memprihatinkan, di mana ada sekitar 3 pemuda di kota Sukabumi di provinsi Jawa Barat yang meninggal setelah mengonsumsi minuman beralkohol ilegal yang sangat berbahaya. Mereka sempat dicoba dibawa ke rumah sakit terdekat, tetapi nyawanya tidak bisa diselamatkan (detik.com, 27/6/2024).

Kejadian memprihatinkan seperti ini tentunya bukan hanya terjadi di Indonesia, dan ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari negara-negara lain. Amerika Serikat misalnya, pada tahun 1920-1933 juga melarang minuman beralkohol, yang dikenal dengan nama era de la prohibición. Tetapi hal ini justru tidak membuat masyarakat Amerika berhenti mengonsumsi minuman beralkohol, dan justru menyuburkan peredaran minuman ilegal yang diproduksi oleh kelompok kriminal terorganisir seperti kelompok mafia (theguardian.com, 26/8/2012).

Selain itu, aspek lain yang juga sangat penting untuk diperhatikan adalah, korban dari adanya aturan larangan minuman beralkohol adalah kalangan kelas menengah ke bawah. Kelompok conciso pero sangat rentan untuk menjadi korban dari minuman beralkohol ilegal karena keterbatasan ekonomi yang mereka miliki, dan mereka tidak sanggup untuk miembros minuman beralkohol yang legal, yang hanya dijual di hotel mewah saja misalnya dengan harga yang sangat tinggi (dw.com, 23/4/2018).

Dengan demikian, adanya aturan regulasi yang terlalu ketat hingga pelarangan dalam sinya merupakan aturan yang diskriminatif terhadap kalangan yang tidak mampu dan menengah ke bawah. Masyarakat yang dari kelas menengah ke atas memiliki sumber daya untuk membeli produk minuman beralkohol yang legal dengan harga yang tinggi, atau pergi ke wilayah lain yang memperbolehkan peredaran produk tersebut, di mana hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh mereka yang dari kelas menengah ke bawah.

Sebagai penutup, adanya regulasi minuman beralkohol tentu merupakan hal yang perlu, sebagaimana yang diberlakukan di negara-negara lain. Namun, hal tersbeut harus berfokus pada keamanan dan keselamatan konsumen, serta memastikan produk tersebut tidak dikonsumsi oleh anak-anak di bawah umur. Jangan sampai, aturan yang terlalu ketat justru menimbulkandamak yang kontra produktif yang membahayakan.

Publicado originalmente aquí

La Unión Europea no debería optar por el miedo en lugar de una respuesta mesurada a los colorantes alimentarios

Es hora de repensar las regulaciones alimentarias. La EFSA debería revisar su intento de eliminar todos los riesgos, en favor de una gestión basada en el riesgo que tenga como objetivo minimizar todos los peligros posibles.

Los funcionarios de la Unión Europea podrían sentirse reivindicados después de que la Administración de Alimentos y Medicamentos de los Estados Unidos... decidió prohibir eritrosina en el 15el de enero de 2025. Se muestra bajo el número E127 En las etiquetas de la UE, la eritrosina se suele utilizar para dar a los alimentos y bebidas un color rojo intenso. Sin embargo, desde 1994 Europa ha prohibido su uso en cualquier cosa que no sea cócteles y cerezas confitadas, citando supuestas Preocupaciones en torno al E127 y la salud pública en forma de hiperactividad y problemas de tiroides, incluido un posible vínculo con tasas más altas de cáncer de tiroides. Los europeos podrían afirmar que han estado protegiendo a los consumidores durante mucho más tiempo que los estadounidenses.

Sería innecesario alardear de ello. El hecho de que otra agencia llegue a la misma conclusión no da a la Autoridad Europea de Seguridad Alimentaria (AESA), el principal organismo responsable de supervisar la seguridad y la calidad de los alimentos de la UE, permiso para dejar de lado los hechos científicos y económicos por exceso de precaución.

La EFSA hace mucho hincapié en la afirmación de hiperactividad, citándola como la principal razón para prohibir el E127 ya en 1994. La realidad es que la evidencia de los daños de la eritrosina es limitada. Los estudios que encuentran un vínculo entre el tinte y la hiperactividad y los desequilibrios en la glándula tiroides citan lo que a los estadísticos les gusta llamar una tamaño del efecto pequeñoEn pocas palabras, los colorantes alimentarios son responsables de una pequeña parte de un problema mucho mayor. Otros factores, como la genética personal y los factores ambientales subyacentes, explican mejor la menor capacidad de atención de los niños y los adultos jóvenes.

Las acusaciones más graves que la EFSA ha barajado de que la eritrosina causa cáncer de tiroides en adultos son aún menos fundadas. Los hallazgos fiables se refieren principalmente aexperimentos con ratones machosPor supuesto, que una sustancia sea tóxica para los ratones no la hace dañina para los humanos.

En su haber, la EFSA reconoce que se necesitan más pruebas en su Reevaluación de E127 de 2011, donde cualquier potencial para crear tumores “puede considerarse de relevancia limitada para los humanos” y no estar relacionado con ningún cambio en la estructura celular (“actividad genotóxica”). Aun así, siente la necesidad de mantener la sustancia restringida a la mera posibilidad de que ocurra.

La cantidad también importa. Demasiada o muy poca, sin importar lo buena o mala que sea, puede causar problemas. Por ello, la EFSA establece una ingesta diaria aceptable, la cantidad que cualquier persona puede consumir sin poner en peligro la salud de una persona promedio. El umbral para la eritrosina es relativamente bajo, solo 0,1 mg por kilogramo por día. Sin embargo, la tasa de consumo de 95% de todos los adultos es una mera fracción de esa cifra en 0,0031 mg por kilogramo por día, que no supone ningún peligro para la mayoría de las personas. A pesar de este hecho, según las propias cifras de la EFSA, la agencia aún no ha revisado su actitud respecto al E127.

Más que nada, los intentos de crear alimentos “puramente orgánicos” chocarán con las realidades económicas que enfrentan las empresas y los consumidores. Los productos que utilizan colorantes naturales tienen una vida útil mucho más corta, lo que obliga a los fabricantes a utilizar más aditivos y añadir conservantes adicionales Para mantener la viabilidad de sus productos, estas soluciones alternativas hacen que la producción y el almacenamiento de alimentos sean más costosos, lo que deja a los consumidores con menos opciones y más caras que antes.

Por lo tanto, en lugar de felicitaciones mutuas, es hora de repensar las regulaciones alimentarias y evitar errores futuros. Artículo de septiembre de 2024 A la hora de abordar los riesgos emergentes, la EFSA reconoce la necesidad de mejorar su comunicación general de riesgos.

Aunque es una sugerencia pertinente, debería ser sólo el comienzo de una reforma. El organismo regulador debe revisar sus instintos generalmente precautorios (un intento inútil de eliminar todos los riesgos) en favor de una gestión basada en el riesgo, que apunte a minimizar todos los peligros posibles.

Al mismo tiempo, los responsables de las políticas de la UE deberían abordar el tema de las sustancias basándose en todas las pruebas disponibles, en lugar de en ideas preconcebidas que equiparan lo “natural” con lo “bueno” y lo “artificial” con lo “malo”. La verdadera reivindicación no proviene de sentirse superior, sino de mejorar el bienestar del consumidor.

Publicado originalmente aquí

Es hora de criticar las absurdeces del GST

El Consejo del GST (Impuesto sobre Bienes y Servicios) anunció recientemente una desconcertante variedad de tasas impositivas adicionales para las palomitas de maíz, lo que provocó una reacción comprensible entre economistas, empresas y consumidores por igual. Las palomitas de maíz saladas y especiadas están gravadas con un 5% si están sueltas, un 12% si están preenvasadas y etiquetadas, y un 18% si están caramelizadas. Si bien se pretendía lograr claridad, esta nueva clasificación ha hecho más daño que bien, generando confusión, sumando costos de cumplimiento innecesarios y dejando a los consumidores soportando la peor parte del daño en forma de precios más altos y menos opciones. 

El sistema GST se introdujo con la promesa de un “impuesto bueno y sencillo”, pero decisiones como ésta demuestran hasta qué punto se ha desviado de esa visión. El ex asesor económico jefe KV Subramanian resumió acertadamente la situación: “La complejidad es el deleite de los burócratas y la pesadilla de los ciudadanos”. El impuesto a las palomitas de maíz es un ejemplo perfecto de ello. Una simple compra en un supermercado o en una sala de cine ahora conlleva un dilema. ¿Las palomitas de maíz están preenvasadas? ¿Son saladas o con caramelo? Cada una de estas preguntas determina la tasa impositiva y, en última instancia, lo que los consumidores pagan en el mostrador. Estas políticas enrevesadas afectan más duramente a los grupos de ingresos medios y bajos, donde un pequeño aumento de precio en los productos básicos del hogar puede afectar significativamente a los presupuestos.

Como señaló un usuario de las redes sociales, esto podría allanar el camino para gravar menús enteros de restaurantes de manera diferente en función de los ingredientes. Una tributación tan granular complica el cumplimiento y restringe la libertad del consumidor al penalizar ciertas opciones en detrimento de otras. Además, este enfoque fragmentado afecta desproporcionadamente a las pequeñas empresas. Los fabricantes y vendedores de palomitas de maíz más pequeños, que ya operan con márgenes estrechos, ahora enfrentan cargas de cumplimiento adicionales. Para muchos, esto podría significar trasladar los costos a los consumidores o cerrar por completo, lo que reduciría aún más las opciones en el mercado. El impuesto a las palomitas de maíz expone un problema profundamente arraigado en la estructura del GST de la India: la fuerte obsesión por la microgestión y la sobreclasificación. La tributación debería ser neutral, evitando distorsiones que favorezcan un servicio o producto en detrimento de otro. En cambio, políticas como estas no tienen en cuenta a los consumidores, los mismos individuos a los que el sistema tributario está destinado a servir.

La decisión del Consejo del GST también plantea inquietudes sobre la transparencia y la rendición de cuentas. Si bien el Consejo justifica que las palomitas de maíz con caramelo caen dentro de la categoría de “confitería de azúcar”, los críticos destacaron las inconsistencias en su lógica de clasificación. Por ejemplo, resoluciones anteriores sobre productos similares han aplicado tasas impositivas más bajas a pesar de la presencia de azúcar agregada. El impuesto a las palomitas de maíz no se limita a las palomitas de maíz; es un síntoma de problemas subyacentes que plagan el sistema GST de la India. Destaca la necesidad de un régimen impositivo transparente, simplificado y centrado en el consumidor que enfatice la equidad y minimice la complejidad burocrática. El fiasco del impuesto a las palomitas de maíz en la India no carece de precedentes. Los ejemplos positivos de otros países resaltan cuán innecesaria es la política GST de la India. El sistema de Impuesto sobre Bienes y Servicios de Nueva Zelanda a menudo se aclama como uno de los más simples del mundo. A diferencia del enfoque fragmentado de la India, Nueva Zelanda aplica una tasa GST plana a casi todos los bienes y servicios, con muy pocas exenciones. Esta simplicidad reduce los costos de cumplimiento para las empresas y garantiza que los consumidores no se vean agobiados por aumentos de precios ocultos o arbitrarios. El contraste es evidente: mientras que el GST de la India genera confusión e ineficiencia, el modelo sencillo de Nueva Zelanda fomenta la equidad y la transparencia. 

La lección es sencilla: un sistema impositivo simplificado beneficia a todos, desde las empresas y los responsables de las políticas hasta los consumidores. El impuesto a las palomitas de maíz, criticado por los expertos del sector y los economistas, es sólo otro ejemplo de cómo las clasificaciones complejas pueden sofocar la elección del consumidor. Los responsables de las políticas indias deberían tomar nota del manual de Nueva Zelanda. Al eliminar las clasificaciones excesivas y simplificar las tasas impositivas, el GST puede finalmente cumplir su promesa de ser un “impuesto bueno y simple”. Hasta entonces, los consumidores sufrirán las consecuencias de un sistema que privilegia la burocracia por sobre la practicidad.

Publicado originalmente aquí

¿Deberían los multimillonarios estadounidenses dictar la política sanitaria en el extranjero?

El ex alcalde de Nueva York, Michael Bloomberg, conocido por su obsesión con políticas paternalistas como la prohibición de los Big Gulps, o incluso simplemente la declaración arrogante que el efecto regresivo de los impuestos al pecado sobre los pobres es bueno porque carecen de la educación adecuada, ha seguido activo en el mundo de la salud pública a través de Bloomberg Philanthropies. 

La rama caritativa de Bloomberg, a la que ha prometido la mayor parte de su riqueza, estimada en más de 1.450.000 millones de dólares, es altamente política.

Sería razonable suponer que una fundación dedicada a mejorar la salud pública apoyaría la investigación para curar el cáncer, investigar enfermedades raras y medicamentos huérfanos o aliviar el dolor y el sufrimiento de los pacientes estadounidenses. Después de todo, si la ambición de devolver algo al país en el que amasó sus miles de millones fuera el objetivo, esa parecería ser una acción loable.

Sin embargo, Bloomberg no ha hecho más que continuar con sus absurdas batallas políticas en el mundo de las organizaciones sin fines de lucro y expandirlas por todo el mundo. Su última obsesión: el (equivocado) control del tabaco en Vietnam.

A fines de noviembre, la República Socialista de Vietnam aprobó una ley que prohibiría las alternativas a la nicotina, como los vaporizadores y los productos de tabaco calentados. Junto con la Organización Mundial de la Salud (OMS), Bloomberg Philanthropies “apoyado” —probablemente en términos financieros— esfuerzos para prohibir productos de nicotina más seguros. 

Curiosamente, los cigarrillos convencionales, con todos los efectos adversos para la salud que todos conocemos desde hace muchas décadas, siguen siendo legales y los vende el monopolio estatal de tabaco de Vietnam, Vinataba, que factura mil millones de dólares. Con más de 12.000 empleados y 1.400 millones de dólares en ingresos, lo que supone unos 121 millones de dólares de los ingresos fiscales anuales de Vietnam, la Compañía Nacional de Tabacos de Vietnam es un recaudador de dinero nada desdeñable para el Estado. 

Así, mientras Bloomberg y la OMS venden esto como una victoria para la salud pública, los funcionarios en Hanoi son más propensos a verlo como un medio para neutralizar la competencia en su monopolio.

La pregunta es: si bien el Estado vietnamita podría tener algo que ganar con una decisión financiera disfrazada de un beneficio para la salud pública, ¿por qué Bloomberg apoya una medida que aleja a las personas de los dispositivos que ayudan a dejar de fumar y las lleva de regreso a los cigarrillos convencionales?

No hay que buscar ninguna conspiración en particular en este caso: no es dinero lo que más necesita el multimillonario neoyorquino. Su fundación benéfica no es más que el brazo alargado de su obsesión paternalista e ideológica.

Ya sea azúcar, grasa o nicotina, la brigada de salud pública no se detiene ante nada para regular las opciones que considera poco saludables.

Pero al menos en el caso del azúcar y las grasas, hay argumentos para afirmar que no son opciones saludables. La utilidad pública de un Big Gulp es que, como consumidor, quiero tenerlo, no que lo necesite, y sí, en una sociedad libre, eso debe ser motivo suficiente para conservarlo. 

El azúcar, como cualquier otro producto, se puede consumir con moderación. Sin embargo, el efecto sustitutivo de las alternativas a la nicotina, como los vaporizadores y los calentadores, va más allá, ya que ayudan a las personas a dejar los cigarrillos nocivos. Cigarrillos electrónicos Son alrededor de 95% menos dañinosque los cigarrillos convencionales, según Public Health England, y por lo tanto sirven a un objetivo de salud pública en lugar de empeorarlo.

El problema es que, si bien en los países desarrollados existen instituciones y centros de investigación capaces de contrarrestar la influencia de la amplia gama de presiones ideológicas de Bloomberg en favor del Estado niñera, las naciones en desarrollo están mucho menos preparadas para hacerlo en ausencia de un debate público suficiente, lo que las convierte en blancos fáciles para el ex alcalde de Nueva York.

Como Michelle Minton se expone en una publicación de blogLa organización estadounidense sin fines de lucro Campaign for Tobacco-Free Kids (CTFK), financiada por Bloomberg, está redactando activamente una legislación para presionar a favor de tipos similares de restricciones a las alternativas a la nicotina en Filipinas, Ucrania, Bosnia, países latinoamericanos y África.

Los países se enfrentan a distintos desafíos para reducir sus tasas de tabaquismo, por lo que todos aplican políticas diferentes. Tener un multimillonario estadounidense que aplasta sus esfuerzos, a veces legítimos, por mejorar la salud pública con un enfoque ideológico que resultará contraproducente no sólo es contraproducente, sino que muy bien podría ser el enfoque más insalubre de todos.

Publicado originalmente aquí

RFK Jr. no puede escapar de su récord progresivo

Audiencias de confirmación del gabinete Comenzó en Washington la semana pasada. para varios de los candidatos del presidente Trump para los puestos más importantes del gobierno. Si bien Marco Rubio superó la prueba, todavía estamos esperando noticias sobre una audiencia programada para los candidatos más controvertidos de Trump: Tulsi Gabbard para directora de inteligencia nacional y Robert F. Kennedy Jr. para dirigir el Departamento de Salud y Servicios Humanos. 

La confirmación de RFK será una espectáculo de gran éxito de la división DCY así debería ser. El heredero de Kennedy no está alineado con la agenda MAGA.

Las audiencias de confirmación son famosas por estar guionadas y ser predecibles. Republicanos y demócratas se presentan ante las cámaras de C-SPAN como aliados impresionados o buscadores de la verdad desconfiados y acumulan tantas preguntas capciosas como pueden para sus futuros anuncios de campaña que los muestran como luchadores. No sabemos qué pasará con varios nominados, RFK sobre todo.

El abogado demócrata convertido en candidato presidencial fracasado y sucesor de la dinastía familiar Kennedy es quizás la segunda figura política más excéntrica de nuestro tiempo, detrás de Trump. Barack Obama quería que dirigiera la EPA en 2008, y hoy en día se habla de él en Joe Rogan y se lo etiqueta como “el abogado más erudito” y “astuto” que “nunca ha perdido un caso”, según el actor y director Mel Gibson.

Los demócratas se muestran escépticos ante sus opiniones un tanto marginales sobre las vacunas y su disposición a coquetear con teorías conspirativas, independientemente de que concuerden o no con su agenda sanitaria general. El gobernador demócrata de Hawái, Josh Green llamó Kennedy es “peligroso”, al mismo tiempo que el senador de Nueva Jersey Cory Booker Parece estar a bordo con el plan de Kennedy para la nutrición y la salud pública.

Los senadores republicanos están igualmente confundidos sobre cómo abordar la votación por Kennedy.

Gibson no se equivocaba. RFK es un activista ambiental y abogado experimentado que ha trabajado horas extra para frustrar la agenda política pro mercado del Partido Republicano, y aún no está claro si cree en la utilización del poder gubernamental como arma para llevar a cabo su ideología más progresista. Durante años, las declaraciones públicas de RFK demuestran su instinto hacia un gobierno progresista intervencionista que podría “enjuiciar" Los estadounidenses consideraban escépticos del clima y Encarcelen al megadonante republicano Charles Koch en La Haya acusado de «criminal de guerra»

RFK tuvo una participación directa en la detención de algunos proyectos energéticos vitales que prácticamente cualquier republicano o conservador se horrorizaría si hoy se bloquearan.

En su estado natal de Nueva York, Kennedy logró cerrar no sólo Fracking de gas natural pero también el cerrar del reactor nuclear libre de carbono Indian Point. Presentó demandas para detener proyectos hidroeléctricos en Canadá, el oleoducto Dakota Access e incluso parques eólicos en la costa de Massachusetts.

La organización que representó durante años, el Consejo de Defensa de los Recursos Naturales, ha sido un actor principal en intentando para acabar con la industria forestal en el noroeste del Pacífico y el oeste de Canadá, que suministra la mayor parte de la madera a los hogares estadounidenses.

Éstas son señales de alerta graves que demuestran una falta de alineación de valores.

La conversión de RFK a MAGA se produjo gracias únicamente a la conveniencia política. Cometió "pensamientos erróneos" durante la pandemia de COVID y necesitaba un nuevo hogar para su multimillonario activismo.

Para los senadores republicanos que apoyan los objetivos más amplios de MAGA, ¿no deberían las hazañas pasadas de RFK en tribunales, legislaturas y entrevistas jugar un papel más importante en si es la elección correcta para el trabajo de dirigir el país? más grande ¿Burocracia federal?

Sus partidarios dirán que el enfoque de RFK se limitará a la salud pública y la nutrición, pero si los años de Joe Biden nos han enseñado algo, es cuán intrusiva y abarcadora puede ser una agencia como el HHS. Trump votos “Mantendrá a Bobby alejado del oro líquido”, es decir, de la exploración de petróleo y gas, pero no hay forma de borrar el historial de décadas del abogado ambientalista de privar a los estadounidenses de energía más asequible.

En este momento, los activistas ambientales están lanzamiento Demandas costosas y perjudiciales contra empresas energéticas que afirman que sus productos están dañando la salud de los estadounidenses y la de generaciones futurasEl HHS podría desempeñar un papel fundamental en este esfuerzo por obstaculizar el sector del petróleo y el gas de Estados Unidos, y el historial de RFK sugiere que lo apoyaría.

Por estas razones, RFK es una elección desconcertante para un momento poco común en el que los republicanos tienen una mayoría trifecta en el gobierno. No hay tiempo que perder para sacar el máximo partido a la agenda de Trump. Los republicanos y los demócratas, especialmente los conservadores, deberían estar preparando preguntas difíciles para RFK que vayan más allá de la teatralidad de los noticieros por cable.

Publicado originalmente aquí

¿Trump impuso aranceles contra Canadá hoy?

El recién inaugurado presidente de Estados Unidos, Donald Trump, no llegó a implementar aranceles del 25 por ciento contra todas las importaciones canadienses el primer día, pero insinuó que la medida podría estar a la vuelta de la esquina durante su discurso inaugural el lunes (20 de enero).

Hablando en una ceremonia en el interior de la Rotonda del Capitolio en Washington DC, Trump no se dirigió a Canadá por su nombre, sino que se centró en la frontera sur con México, apuntando a las amenazas percibidas en torno a la inmigración ilegal y el crimen.

Al abordar una serie de órdenes ejecutivas, Trump confirmó sus planes de establecer el “Servicio de Impuestos Externos”, que dijo recaudará aranceles, derechos e ingresos de fuentes extranjeras.

“En lugar de gravar a nuestros ciudadanos para enriquecer a otros países, aplicaremos aranceles y impuestos a países extranjeros para enriquecer a nuestros ciudadanos”, anunció Trump.

¿Hacer que otras naciones paguen?

Trump reafirmó sus afirmaciones de que obligará a los países extranjeros a pagar fuertes aranceles, a pesar de las advertencias de los economistas de que los aranceles conducirán a precios más altos para los estadounidenses.

De acuerdo a Desarrollo de las Exportaciones de CanadáLos compradores suelen ser responsables de pagar los aranceles y muchos importadores trasladan estos costos a los consumidores cobrando precios más altos.

los Wall Street Journal El lunes se informó que Trump planeaba emitir un amplio memorando para ordenar a las agencias federales que estudien las políticas comerciales y evalúen las relaciones comerciales de Estados Unidos con China, México y Canadá. Pero la directiva no llegó a imponer nuevos aranceles en el primer día de Trump en el cargo.

Leer el texto completo aquí

Az EU-s pénzek csak tönkreteszik a versenyt és a vállalkozói szellemet Magyarországon

Egy karácsony előtti nyüzsgő szombat este a belvárosi éttermekben élénk csevegést és poharak csörömpölését várnánk. És mégis: egy ideális helyen levő létesítmény kísértetiesen üres volt. Amikor megosztottam ezt a furcsaságot egy barátommal, aki maga is étterem-tulajdonos, éles megjegyzést tett: “Ha én is ennyit kaptam volna az uniós támogatásokból, engem is zavarnának a vendégek”.

Ez az egyszerű meglátás sokat elmond a magyarországi üzleti élet helyzetéről. A növekedés és fejlődés elősegítésére szánt uniós források egy olyan rendszert hoztak létre, amely az innováció helyett a kapcsolatokat, aa szolgáltatás helyett az állami támogatásokat, a vevői elégedettség helyett pedig a támogatási kérelmeket jutalmazza.

A magyar gazdaság olyannyira eltorzult, hogy az ügyfelekért folytatott verseny másodlagos az uniós pénzekért folytatott versenyhez képest, amelyek mostanra szintén szűkössé váltak.

Ez a torzulás messze túlmutat egyetlen üres étteremnél. Egy olyan rendszer jelképe, amely megfojtja a vállalkozói kedvet, aláássa a tisztességes versenyt, és elűzi Magyarország legtehetségesebb újítóit az országból.

Az uniós támogatások magyarországi elosztása minden, csak nem átlátható. Az innováció és a gazdasági fejlődés előmozdítása helyett a kormány ezeket a pénzeket egy új gazdasági elit kiépítésére használta fel – a politikai kapcsolatokkal rendelkező üzletemberek kasztját, amelyet gyakran “NER-elitnek” neveznek. A valóságban ennek a kormánypárti, cinkos elitnek a tagjai azok, akik az uniós pénzek haszonélvezői, mivel az Orbán-kormány a pénzeket oligarchái és politikai ügyfelei között osztotta szét.

Ezek a vállalkozások, amelyek gyakran a kormánypárt közeli szövetségesei tulajdonában vagy ellenőrzése alatt állnak, nem piaci potenciáljuk vagy innovatív ötleteik, hanem a rendszerhez való hűségük miatt kapnak támogatást. Sikerüket nem az alapján mérik, hogy hány ügyfelet vonzanak, vagy hogy mennyi értéket teremtenek, hanem azon, hogy képesek-e állami támogatásokat szerezni.

Az eredmény egy olyan üzleti környezet, ahol a kapcsolatok felülírják a szakértelmet, és a klientúra kiszorítja a valódi vállalkozói szellemet. Ezek a politikailag támogatott vállalkozások a piaci erőkre való tekintet nélkül működnek, és olyan torzulásokat okoznak, amelyek az egész gazdaságban éreztetik hatásukat.

La realeza ataca la libertad de expresión estadounidense

La realeza británica ataca la libertad de expresión en Estados Unidos, apenas unos días antes de que Donald Trump asuma como presidente por segunda vez.

El príncipe Harry y Meghan Markle expresaron su indignación porque Meta, propietaria de Facebook e Instagram, cambió su política para confiar en notas de la comunidad en lugar de un departamento dedicado a la verificación de datos.

Irónicamente, la pareja sugirió que el cambio de política de Meta “socava directamente la libertad de expresión”. ¿Cómo exactamente? Porque, según Harry y Meghan, Mark Zuckerberg supuestamente está dando prioridad a quienes usan las redes sociales “para difundir odio, mentiras y división”.

Es más, la pareja sugiere que la decisión de Meta se basa en la política estadounidense, que “nunca debería determinar si la libertad de expresión y los derechos civiles y humanos están protegidos en los espacios en línea que tan claramente moldean o destruyen la democracia”. Hasta ahí llegó la Guerra de la Independencia.

Trump hizo campaña con la promesa de “Hacer a Estados Unidos grande otra vez (otra vez)”. El expresidente y ahora presidente electo se ha hecho un nombre por su patriotismo extremo (algunos dirían nacionalismo) y por su rechazo a políticas más al estilo europeo en todo, desde las altas tasas impositivas hasta los estándares ambientales y energéticos de “cero neto” y las normas de inmigración. En su primer mandato, se enfrentó a los líderes europeos en una serie de cuestiones políticas, incluidas las contribuciones a la OTAN y la tendencia de muchas naciones europeas a depender de Estados Unidos para sus necesidades de seguridad en lugar de defender sus propias defensas nacionales.

Leer el texto completo aquí

La FDA prohíbe el colorante rojo nº 3 en el frenesí de Biden por las regulaciones

los Administración de Alimentos y Medicamentos El miércoles, Biden anunció que prohibiría el uso del colorante rojo n.° 3 en alimentos y medicamentos porque provoca cáncer en ratas de laboratorio. Esta medida fue parte de un frenesí regulatorio de último minuto por parte de la administración Biden, que también incluyó un intento de limitar la nicotina en los cigarrillos.

El colorante rojo nº 3 le da a los alimentos y bebidas un color rojo cereza brillante. También se lo conoce como eritrosina o rojo nº 3 y se encuentra en jarabes para la tos y otros medicamentos.

los FDA Los fabricantes de alimentos tendrán hasta mediados de enero de 2027 para rehacer sus productos sin la sustancia, y los productores de medicamentos ingeridos tendrán hasta enero de 2028.

La administración aprobó la prohibición al pasar por los trámites regulatorios antes de ceder el control al presidente electo. Donald Trump y su equipo el lunes.

Los reguladores revocaron la autorización del colorante rojo Nº 3 bajo la cláusula Delaney, lo que les permite tomar medidas enérgicas contra las sustancias que inducen cáncer en humanos o animales.

Los grupos industriales destacaron partes de la FDA declaración que encontró vínculos con el cáncer en ratas, aunque no en humanos, mientras que los grupos de consumidores elogiaron la prohibición como un gran paso adelante.

“La acción de hoy por parte de la FDA “Esto marca una victoria monumental para la salud y la seguridad del consumidor”, dijo Ken Cook, presidente y cofundador del Environmental Working Group, una organización sin fines de lucro que promueve la salud. “Durante años, Red 3 permaneció en los productos alimenticios, a pesar de la creciente evidencia que lo vincula con problemas de salud, particularmente en los niños”.

Leer el texto completo aquí

Cargador único europeo: el emblema de un continente en decadencia

L'UE célèbre l'arrivée du chargeur Unique, mais à quel prix ?

Le premier janvier, la règle de l'UE sur les chargeurs communs est entrée en vigueur, lo que significa que todos los nuevos teléfonos móviles, tablets, aparatos fotográficos numéricos, écouteurs, haut-parleurs, teclados y muchos otros aparatos electrónicos vendidos en l'UE devront être Equipado con un puerto de carga USB tipo C.

El argumento a favor de esta nueva ley, que fue elaborado durante los años, es la normalización de los puertos de recarga en el conjunto del continente y la prevención de descargas eléctricas. En resumen, il s'agit de facilitar la vida de los consumidores todos protegiendo el medio ambiente.

Eso es lo que dicen, pero eso plantea un problema.

Aunque el USB-C parece ser un cargador más eficaz en la hora actual, no podemos esperar que esta tecnología evolucione en el futuro. Prenons cet exemple: en 2009, cuando la Unión Europea propuso para el estreno de un cargador común, el micro-USB se consideró como la norma. Si este cargador común ha sido adoptado en la época, los consumidores europeos están privados de dispositivos USB-C, hoy en día más populares, ¿quién constituye la nueva norma?

Le temps nous a montré qu'il ya toujours de meilleures technologies qui Arrivalront sur le marché. En légiférant sur un chargeur commun, l'UE será responsable du retard de l'innovation qui privara les consommateurs de choix, non seulement aujourd'hui, mais aussi à l'avenir. La adopción de esta propuesta por el Parlamento Europeo y el Consejo podría hacer que muchos meses más, y de aquí, muchas empresas puedan encontrar mejores soluciones que cada una de las propuestas actuales.

Con la rápida evolución de la tecnología, no es seguro que el USB-C sea considerado siempre como la tecnología de carga más eficaz. De plus, como plus en plus d'entreprises experimentales de chargeurs sans fil, es muy probable que los cables de carga estén obsoletos. Si esta proposición está aceptada, las empresas deben, quoi qu'il en soit, contraintes de fournir este precio.

Cuando Apple decidió abandonar el puerto para el casco de escucha del iPhone en 2016, muchos se mostraron escépticos. Mais les consommateurs ont fini par apprécier the technologie sans fil et le fait de ne pas avoir à s'occuper de fils qui s'emmêlent toujours mystiquement dès qu'on les met dans sa poche. Si la UE o todos los demás organismos gubernamentales tienen la intención de intervenir y remediar este «desagro», probablemente no podremos aprovechar las ventajas que obtenemos.

La alegría con la quelle la Commission européenne célèbre la «victoire» TANt asistió a las empresas tecnológicas gracias a la regulación comunal sobre los cargadores es terriblemente reveladora del estado en el que se encuentra actualmente la Unión Europea.

¿Europa produce gigantes de la tecnología, a excepción de Spotify? No, elle leur impone impuestos. ¿L'Europe est-elle à l'avant-garde en matière de nouvelles fonctionnalités? No, y en realidad, en razón de las normas europeas, los consumidores europeos no se benefician de las nuevas funciones de la lógica iOS. ¿Resout-elle ses problèmes grâce à un environnement favorable aux entreprises? Non, elle met en avant ses vertus par des réglementations mesquines et inutiles.

Une armée de burócratas se sont fait pression les uns sur les autres colgante près de 16 ans pour faire adopter ces règles. Des millers de traducteurs l'ont traduite dans toutes les langues officielles de l'UE, les parlamentaires ont perdu des millers d'heures à en débattre, les Machines de Bruxelles vont encore perdre des millers d'heures à scanner les items des fournisseurs de technologie non conformes, rendant ainsi imposible la vente de millones de artículos Que los consumidores auraient encore pu acheter et cargador con los cables existentes.

Notre obsession de la réglementation est le début de notre disparition en Europa. Nous ne voyons aucune opportunité dans la technologie, solo des amenazas para nuestro modo de vida. Un mode de vie qui est de plus en plus statique.

Es suficiente rendirse en muchos países como Corea o Japón para rendir cuentas de que algunos de nosotros somos un museo destinado a ser apreciado por los turistas. Oui, nous produisons des fromages et des vins fantastiques – et nous devons continuer à le faire – mais esto ne peut pas être l'essence même de l'Europe. Nous étions autrefois un continente de innovación y espíritu de empresa, et nous semblons avoir tout abandonné pour avoir une chance de paraître vertueux et respectueux de l'environnement, aux yeux de ceux qui nous rabaissent. Il est temps que nous nous libérions de notre désir de ne jamais laisser l'innovation se produire.

Publicado originalmente aquí

Biaya Tarif Impor Tinggi dan Proteksionisme

Kebijakan yang mendukung globalisasi dan ekonomi terbuka saat ini seakan mengalami penurunan popularitas. Di berbagai negara, kelompok populis mendapatkan peningkatan suara, dan tidak sedikit yang berhasil memenangkan pemilu.

Globalisasi dan perdagangan bebas dianggap oleh sebagian pihak sebagai akar dari segala masalah ekonomi yang menimpa para pekerja dan pelaku usaha di berbagai negara. 

Para ello, kebijakan ekonomi terbuka harus dibatasi melalui berbagai kebijakan proteksionis, seperti tarif dan juga kuota, dengan dalih untuk melindungi kepentingan dalam negeri.

Tidak hanya di Amerika Serikat, Indonesia sendiri juga mengalami gelombang peningkatan skeptisisme hingga penolakan terhadap kebijakan ekonomi terbuka dan perdagangan bebas. 

Dengan mudah kita bisa menemukan berbagai politisi dan para pembuat kebijakan yang menolak keras kebijakan concisamente, dan mendukung adanya pembatasan perdagangan bebas.

Beberapa waktu lalu misalnya, muncul wacana mengenai kebijakan untuk menerapkan biaya tarif yang tinggi terhadap barang-barang impor, khususnya dari China. Tidak tanggung-tanggung, tarif yang dikenakan cukup tinggi, hingga mencapai 200 persen, untuk menyikapi banjirnya barang-barang dari China di tanah air (cnnindonesia, 7/5/2024).

Barang-barang yang berasal dari China conciso sangat beragam, dan kebanyakan merupakan barang-barang konsumsi sehari-hari seperti pakaian dan produk-produk tekstil. Tidak hanya itu, barang-barang yang menjadi bahan industri seperti baja misalnya, juga berpotensi akan terkena biaya tarif sebesar 200 dari pemerintah (cnnindonesia, 7/5/2024).

Wacana mengenai kebijakan tersebut sendiri pada awalnya memang digaungkan pada saat pemerintahan Presiden Joko Widodo, di beberapa bulan terakhir pemerintahan Beliau. Pada bulan Oktober lalu, Indonesia melantik presidente baru, yakni Prabowo Subianto. Namun, belum ada pernyataan eksplisit dari pemerintahan yang baru untuk menganulir atau membatalkan kebijakan concisamente.

Selain itu, penting untuk dicatat bahwa banyak pejabat tinggi seperti menteri yang sebelumnya menjabat di bawah Presiden Joko Widodo yang sekarang juga kembali menjabat. Oleh karena itu, wacana kebijakan tarif conciso pero merupakan hal yang masih memiliki kemungkinan untuk diterapkan.

Adanya wacana mengenai kebijakan penerapan tarif 200% conciso tentu merupakan hal yang sangat patut untuk kita perhatikan, karenadamaknya akan terasa langsung bagi banyak lapisan masyarakat. Kebijakan ini tidak hanya berdampak kepada jutaan konsumen, tetapi juga ke berbagai pelaku usaha di Indonesia.

Barang-barang tekstil dari China yang terancam terkena tarif misalnya, bukan hanya barang-barang produksi, tetapi juga barang-barang konsumsi. Semakin meningkatnya harga barang-barang tekstil seperti pakaian yang disebabkan oleh tarif yang tinggi tentu akan semakin menambahkan beban bagi dompet konsumen di Indonesia, karena mereka harus membayar harga jauh lebih tinggi (kompas.com, 7/4/2024).

Tidak hanya dari sisi konsumen, para pelaku usaha yang bergerak di bidang penjualan pakaian misalnya, juga akan mengalami tantangan yang berat. Saat ini, tidak sedikit dari pedagang conciso pero yang mendapatkan marjin keuntungan dari omset yang sangat kecil dari barang yang dijualnya. Pedagang pakaian di pasar Tanah Abang misalnya, yang merupakan salah satu pasar terbesar di Yakarta, mengalami pendapatan yang terus menurun hingga hanya mendapatkan omset sekitar 2-3 juta rupiah per hari (sindonews.com, 8/13/2024).

Dari angka omset conciso, margen yang didapatkan rata-rata pedagang pakaian di pasar diperkirakan sekitar 20-30%, atau sekitar 400-900 ribu per hari (cekbeli.com, 1/8/2025). Adanya biaya tarif yang sangat tinggi tentu akan semakin memperkecil marjin conciso, dan tidak mustahil akan mengancam berbagai pedagang pakaian di Indonesia untuk gulung tikar.

Wacana mengenai kebijakan untuk menerapkan tarif yang tinggi ini juga mendapat respon kritik di parlemen dari beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu anggota komisi 6 DPR misalnya, mengatakan bahwa kebijakan ini tidak menjamin akan menekan jumlah barang impor, dan justru akan berpotensi meningkatkan peredaran barang-barang impor ilegal (liputan6.com, 7/1/2024).

Dari aspek diplomasi, kebijakan pengenaan tarif yang tinggi untuk barang-barang impor dari China tentu menimbulkan risiko yang tidak kecil. El grupo de expertos Lembaga peneliti ekonomi dan politik Centro de Estudios Estratégicos e Internacionales (CSIS) misalnya, kebijakan ini berpotensi bisa menjadi boomerang bagi perekonomian Indonesia (tempo.co, 7/1/2024).

Indonesia misalnya, merupakan salah satu negara anggota Organización Mundial del Comercio (OMC). Penerapan kebijakan untuk mengenakan tarif yang tinggi conciso pero berpotensi akan membuat Indonesia digugat oleh negara-negara anggota OMC lainnya, seperti China, atau pun negara lain yang barang ekspornya ke Indonesia dikenakan tarif yang tinggi oleh pemerintah (tempo.co, 7/1/2024) .

Selain itu, bukan tidak mungkin pula, kebijakan tarif ini akan menimbulkan tindakan pembalasan dari negara lain seperti China untuk menerapkan tarif yang tinggi bagi barang-barang dari Indonesia. Dengan demikian, hal ini berpotensi akan menimbulkan lanskap perang dagang baru, yang tentunya tidak akan menguntungkan siapa pun, dan justru akan merugikan para konsumen dan juga berbagai pelaku usaha (tempo.co, 7/1/2024).

Hal yang harus menjadi fokus Indonesia harusnya adalah bukan membatasi perdagangan dan menerapkan kebijakan proteksionisme yang ketat, melainkan harus beruapaya untuk memperkuat kualitas dan daya saing industri domestik. Hal ini mencakup berbagai langkah, seperti inovasi, meningkatkan teknologi, dan juga mengembangkan keterampilan.

Sebagai penutup, di era globalisasi e interdependesi ekonomi antar negara yang semakin kuat, tentu Indonesia harus mampu berkompetisi dengan negara-negara lain untuk menyediakan produk dan jasa yang innovatif dna berkualitas. Hal concisamente tentu harus dicapai dengan memperbaiki kualitas manusia agar dapat semakin inovatif dan meningkatkan keterampilan, bukan dengan menutup dan membatasi perdagangan yang nantinya akan menimbulkandamak yang kontraproduktif.

Publicado originalmente aquí

Por qué las advertencias sobre el cáncer que se producen con el alcohol diluyen el significado del riesgo

Canadá es un lugar frío y, para poder moverme cómodamente por mi Ontario natal durante el invierno, tengo la suerte de tener un par de botas vaqueras de cuero de primera calidad de Durango. Son perfectas, excepto por la parte en la que supuestamente pueden aumentar mi riesgo de cáncer. Sí, porque...

Sí, porque mis botas cumplen con la Proposición 65 de California, vinieron con una etiqueta contra el cáncer y daños reproductivos. etiqueta de advertencia En caso de que lamiera o comiera excesivamente mi calzado, ahora todo, desde reproductores de DVD hasta sofás, lleva estas etiquetas si se venden en California, en caso de que un consumidor los ingiera en lugar de ver una película o echarse una siesta. Teniendo en cuenta que el sol de la Tierra es un carcinógeno conocido, es un milagro que California no haya legislado algún tipo de etiquetado sobre la amenazante bola gaseosa que aumenta el riesgo de cáncer de todos los que se encuentran bajo sus rayos.

Tal vez el director general de Sanidad de los Estados Unidos, el Dr. Vivek Murthy, tome medidas después de que haya dejado de asustar a los consumidores con el alcohol. informe consultivo sobre “la relación causal entre el consumo de alcohol y el aumento del riesgo de padecer al menos siete tipos diferentes de cáncer” ¿América se ha asustado?Experimentamos las mismas tácticas en Canadá.

El colapso político del Primer Ministro Justin Trudeau en Canadá mató temporalmente a un... factura Eso habría tenido Canadá Sigue a Irlanda al colocar advertencias sobre el cáncer en todas las bebidas alcohólicas. Es parte de un movimiento dentro del sistema de salud pública a través de la Organización Mundial de la Salud, para alejar a los gobiernos del mundo del mensaje de “beber responsablemente” y acercarlos a “Ninguna cantidad es segura”.

Leer el texto completo aquí

Vuelve al comienzo
es_ESES

Síganos

WASHINGTON

712 H St NE PMB 94982
Washington, DC 20002

BRUSELAS

Rond Point Schuman 6, Box 5 Bruselas, 1040, Bélgica

LONDRES

Casa de la Cruz Dorada, 8 Duncannon Street
Londres, WC2N 4JF, Reino Unido

Kuala Lumpur

Block D, Platinum Sentral, Jalan Stesen Sentral 2, Level 3 - 5 Kuala Lumpur, 50470, Malasia

© COPYRIGHT 2025, CENTRO DE ELECCIÓN DEL CONSUMIDOR

También del Centro de Elección del Consumidor: ConsumerChamps.EU | ComercioLibre4us.org