fbpx

Día: 2 de febrero de 2023

Betiltják a TikTokot Európában?

Un Consumer Choice Center kedden az EU döntéshozóinak címzett állásfoglalásában azt írja, hogy itt az ideje, hogy az EU is fokozza a TikTokkal kapcsolatos intézkedéseit, „mielőtt ez túl késő volna”. 

Mintha az elmult napokban kezdene elfogyni az UE-ban a levegő a Tik Tokkörül.

enero 19-en az Europai Bizottság Belső piacért Felelős európai biztosa, thierry bretón videoóhíváson keresztül targyalt una plataforma kínai minivideó-megosztó vezérigazgatójával, Sou Ce Csuval. A biztos a megbeszélés kapcsán a TikTok elsősorban tizenéves közönségére utalva úgy fogalmazott:

„A lehető leghamarabb”

Breton hozzátette, hogy az európai fiatalok millióit elérő platformként a TikToknak teljes mértékben meg kell felelnie az uniós jogszabályoknak, különösen a digitális szolgáltatásokról szóló EU-s jogszabálynak. Az európai uniós nyelvezettől eltérően szokatlanul élesen hozzátette, hogy megkérte a TikTok vezérigazgatóját, hogy a „lehető leghamarabb” mutassa be „nemcsak az erőfeszítéseket, hanem azok eredményeit is”.

A január 19-i tárgyalást megelőzte január 10-én egy személyes brüsszeli találkozó, amikor Sou Ce Csu több biztossal is eszmecserét folytatott una plataforma európai jövőjéről. Vera Jourova, az Európai Bizottság alelnöke ekkor közölte: nem szabad, hogy kétséges legyen, hogy az európai felhasználók adatai biztonságban vannak és nincsenek kiszolgáltatva harmadik országbeli hatóságok illegális hozzáférésének. emmanuel macron francia elnök szerint a kínai plataforma „megtévesztően ártatlannak tűnik”, de függőséget okoz és orosz dezinformációt terjeszt.

Leer el texto completo aquí

Dukungan untuk Programa Persetujuan Otomatisasi Pelayanan (POP) Merek Kemenkumham

Perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat merupakan aspek yang sangat penting untuk meningkatkan inovasi dan sektor ekonomi kreatif. Tanpa adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat, maka hasil karya para inovator dan pekerja kreatif dapat dibajak dengan sangat mudah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk keuntungan mereka sendiri.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perlindungan kekayaan intelektual yang buruk. Bila kita pergi ke berbagai pusat perbelanjaan di kota-kota di Indonesia misalnya, kita bisa dengan sangat mudah menemukan berbagai produk bajakan yang dijual bebas, mulai dari produk fashion seperti pakaian, musik, barang-barang elektronik, dan lain sebagainya.

Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, tantangan untuk menjaga hak kekayaan intelektual juga semakin besar. Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi seperti internet misalnya, kita bisa semakin mudah bisa menemukan berbagai barang bajakan, dan distribusi konten-konten yang melanggar hak kekayaan intelektual, seperti film dan juga musik, juga bisa semakin mudah.

Untuk itu, adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diejawantahkan dan diwujudkan. Dengan demikian, hak para inovator dan pekerja industri kreatif untuk bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang sudah merka buat dengan susah payah dapat dilindungi dan tidak dirampas oleh orang lain.

Meskipun demikian, tantangan terkait dengan perlindungan hak kekayaan ineteltkual di Indonesia bukan hanya pada aspek penegakan hukumnya saja. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa, aspek penegakan hukum untuk menindak mereka yang melakukan pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual orang lain adalah hal yang sangat penting.

Tetapi, di sisi lain, adanya keaktifan dari pelaku industri kreatif untuk segera mencatatkan dan mendaftarkan kekayaan intelektual yang mereka miliki kepada pemerintah, dalam hal ini Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) adalah hal yang sangat penting. Tanpa adanya proses pencatatan dan juga pendaftaran di Kemenkumham, tentu akan sangat sulit hingga mustahil hak kekayaan intelektual tersebut dapat terlindungi.

Sehubungan dengan hal tersebut, kita tidak dapat memungkiri dan membantah bahwa ada berbagai tantangan yang menyebabkan Keingganan sebagian pelaku industri kreatif untuk mencatatkan dan mendaftarkan karya yang telah mereka buat kepada pemerintah. Hal ini mencakup berbagai hal, mulai dari rendahnya tingkat kesadaran pelaku industri kreatf, hingga berbagai proses dan peraturan yang berbelit dari lembaga terkait.

Terkait dengan tingkat kesadaran, maka dari itu, sangat penting bagi pemerintah untuk memberlakukan berbagai program edukasi publik dan juga sosialisasi mengenai pentingnya pencatatan dan pendaftaran karya bagi pelaku industri kreatif dan juga masyarakat umum. Mengenai peraturan berbelit, untuk itu, sangat diperlukan berbagai program reformasi kebijakan yang ditujukan untuk menyederhanakan dan mempermudah proses bagi para pelaku industri kreatif untuk mencatatkan karya yang mereka buat.

Untuk memudahkan prosas tersebut, belum lama ini, Kemenkumham mengeluarkan program reformasi pencatatan dan pendaftaran kekayaan intelektual yang bernama Persetujuan Otomatisasi Pelayanan (POP) Merek. POP Merek sendiri diluncurkan di Bali pada tanggal 30 de octubre de 2022 lalu, oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Menkumham RI), Yasonna Laoly (kumparan.com, 13/12/2022).

Programa POP Merek sendiri merupakan programa layanan yang ditujukan untuk mempercepat prosas perpanjangan merek yang dimiliki oleh berbagai badan suaha di Indonesia. Berbeda dengan proses yang terjadi sebelumnya yang membutuhkan waktu hingga berhari-hari, melalui POP Merek, badan usaha yang ingin memperpanjang merek yang mereka miliki membutuhkan waktu cukup 10 menit (suara.com, 30/10/2022).

Adanya program ini tentu merupakan berita yang sangat baik bagi para pelaku usaha di Indonesia, termasuk juga para pelaku industri kreatif. Melalui program POP Merek, mereka bisa dengan lebih mudah dan cepat memperpanjang kekayaan inteektual, dalam hal ini merek, yang mereka miliki.

Programa POP Merek sendiri bukan merupakan programa reformasi pertama yang dilakukan oleh Kemenkumham dalam rangka untuk mempermudah dan mempercepat prosas pendaftaran dan pencatatan kekayaan intelektual. Di awal tahun 2022 lalu, Kemenkumham juga menerapkan program POP Hak Cipta (POP HC), yang bertujuan untuk mempercepat dan mempercepat proses permohonan hak cipta, yang sebelumnya memakan proses sampai 23 hari menjadi hanya 10 menit (dgip.go.id, 20/10 /2022).

Selain itu, terkait dengan program POP Merek, program ini juga merupakan bagian dari upaya Kemenkumham dalam rangka menjadikan tahun 2023 sebagai tahun merek dgip.go.id, 13/12/2022). Hal ini dilakukan salah satunya adalah untuk membangun kesadaran masyarakat untuk mencintai dan bangga dengan produk-produk dari Indonesia.

Sebagai penutup, prosas pencatatan dan pendaftaran kekayaan intelektual yang berbelit merupakan salah satu permasalahan yang memberikan tantangan untuk meningkatkan perlindungan hak kekayaan intelektual. Melalui program POP Merek, dan juga program POP HC sebelumny, diharapkan pencatatan dan pendaftaran kekayaan intelektual di Indonesia bis semakin meningkat, dan industri kreatif di negara kita bisa tumbuh dan berkembang dengan pesat.

Publicado originalmente aquí

¿Hay futuro para los salones de consumo de cannabis?

Después de mucha consulta y mucha espera, la Columbia Británica lanzó su Informe de consulta Lo que escuchamos sobre la posibilidad de salones de consumo de cannabis en enero. Los resultados fueron algo predecibles: los consumidores de cannabis y aquellos relacionados con la industria en general estaban a favor, mientras que los no consumidores de cannabis estaban en contra del plan.

La salud pública y las fuerzas del orden público, por su parte, expresaron preocupaciones similares que han tenido durante todo el proceso de legalización: consecuencias para la salud, mantenerlo fuera del alcance de los jóvenes y mayores tasas de conducción bajo los efectos del alcohol. 

Estaba lejos de ser el éxito que algunos en la industria esperaban ver, y pinta una imagen nublada del futuro de los espacios de consumo. Para muchos, la falta de espacios disponibles para consumir cannabis públicamente sigue siendo una de las asignaturas pendientes de la legalización. “Esta falta de espacios de consumo es alienante”, escribió Amanda Siebert el año pasado, "y continúa estigmatizando a la planta mucho después de que nos hayan dicho que está bien participar en nuestra sustancia preferida". 

Pero a juzgar por el informe de BC, es difícil concluir que los cafés dedicados al consumo son, en este punto, cualquier cosa menos una quimera. Los procesos de consulta no lograron identificar modelos regulatorios o comerciales acordados para el sector, y los políticos se han mostrado en su mayoría apáticos a reabrir la pregunta; en 2021, The Canadian Press informó que pocos gobiernos provinciales incluso estaban considerando permitirles en el corto plazo. 

Leer el texto completo aquí

Taiwán está a punto de prohibir el uso de vaporizadores de nicotina

Parece que Taiwán se convertirá en el próximo país de Asia en prohibir los productos de vapeo de nicotina.

El 12 de enero, las enmiendas a la Ley de Prevención de Riesgos del Tabaco entraron en vigencia despejado el piso legislativo. Ahora, la legislación solo espera el visto bueno presidencial, una formalidad dado que la presidenta Tsai Ing-wen pertenece al gobernante Partido Democrático Progresista que la propuso. 

La noticia, que llega poco después a Filipinas promulgaron regulaciones relativamente pro-vape, ha provocado fuertes reacciones de los consumidores, expertos en políticas y expertos médicos, que tenían algunas esperanzas de que la marea podría estar cambiando a favor de la reducción del daño del tabaco (THR). 

Taiwán parece estar emulando las regulaciones en el cercano Japón, donde los productos de tabaco calentado (HTP) se venden legalmente pero los vapores de nicotina están prohibidos. La disponibilidad de HTP en Japón ha visto un reducción dramática en la venta de cigarrillos. Pero los defensores de THR se preguntarán por qué una opción indicada para tener un perfil de riesgo aún más bajo, y demostrado ser un más efectivo ayuda para dejar de fumar que la terapia de reemplazo de nicotina—está a punto de volverse formalmente ilegal. Otros países asiáticos que han prohibido los vaporizadores incluyen India y Tailandia

En la nomenclatura gubernamental tensa de Taiwán, los HTP se han clasificado como "productos de tabaco designados" y están sujetos a regulación, mientras que a los dispositivos de vapeo se les ha otorgado la categoría de "productos similares al tabaco". La prohibición inminente incluye usar de cigarrillos electrónicos, con multas de hasta $330 por infracciones. (Anteriormente, los vapes habían existido en una especie de área gris legal).

esto ha encendido debate en Taiwán, un país de 24 millones donde el 13 por ciento de la población fuma, incluyendo casi una cuarta parte de los hombres. Mientras que millones de usuarios de vape molestos se han quedado en la estacada, mientras tanto, los grupos antitabaco están demandante Los HTP también se prohibirán. La ley, que probablemente entrará en vigencia un mes después de la aprobación presidencial, inevitablemente obligará a las tiendas de vapeo a cerrar y una rápida creciente industria para cerrar o pasar a la clandestinidad.

Si bien es difícil deducir las motivaciones de la decisión legislativa, los expertos en políticas de Taiwán y los usuarios de vape señalan una combinación de información errónea, consideraciones financieras que superan a la salud pública y las posiciones adoptadas por el Convenio Marco para el Control del Tabaco de la Organización Mundial de la Salud (CMCT de la OMS) sobre nuevos alternativas a la nicotina.

“El tema no tuvo suficiente discusión pública y el enfoque para la reducción de daños debería debatirse más a fondo”, dijo Simon Lee, miembro de política de Taiwán en Consumer Choice Center, un grupo global de defensa del consumidor en Washington. Filtrar. “Por ejemplo, hemos visto información errónea, especialmente con respecto a la nicotina, que circula entre los activistas contra el tabaco. Está más allá de toda duda razonable que los consumidores de Taiwán merecen un resultado mucho mejor”.

Leer el texto completo aquí

La represión policial de Tailandia contra los turistas con dispositivos de vape muestra que necesitan desesperadamente políticas de reducción de daños

Reducción de daños versus fumar

Si practica la reducción de daños y tiene un dispositivo de vapeo en su bolsillo, parece que Tailandia es el último lugar que querrá visitar.

En los últimos días, se reveló que los policías supuestamente extorsionaron a una actriz taiwanesa con más de 27,000 baht ($820) por… espera… tener un dispositivo de vapeo.

La actriz taiwanesa Charlene An se subió a un taxi con amigos después de una noche de fiesta en la capital tailandesa y fue atrapada con un vaporizador y retenida por la policía y no se le permitió salir hasta que pagó la fuerte multa.

Los policías tienen por fin ha sido transferido y pueden enfrentar sus propios cargos, mientras que la policía ha sido obligado a disculparse al turista taiwanés por el grave paso en falso.

Esto no es solo un abuso de poder e irresponsable por derecho propio, sino que prueba nuevamente por qué Tailandia debe modernizar sus políticas de reducción de daños y adoptar alternativas al tabaquismo como el vapeo y otros productos.

Antes de eso, en 2019, un turista de Francia fue arrestado, multado, encarcelado y deportado solo por vapear. Tuvo que asumir costos legales, gastos y multas de aproximadamente 286 000 baht ($8730) en solo una semana.

Para cualquier turista, esto puede ser inquietante, pero es aún más problemático que los residentes locales no tengan acceso a productos legales para la reducción de daños. Esto es lo que sucede cuando la propia política del gobierno ve el vapeo como una amenaza.

El gobierno tailandés debe reevaluar de inmediato su política sobre el vapeo y tener en cuenta la propuesta del ministro Thanakamanusorn para legalizar el uso del vapeo como una forma de dar a los fumadores la opción de dejar de fumar.

El gobierno debería replicar la implementación de políticas en países como el Reino Unido que han logrado reducir significativamente las tasas de tabaquismo a través del reconocimiento de la reducción de daños como estrategia principal.

Según los datos publicados recientemente por la Oficina Nacional de Estadísticas del Reino Unido, la cantidad de fumadores mayores de 18 años ha disminuido del 14,0 % en 2020 al 13,3 % en 2021. De hecho, esta es la disminución más efectiva desde que se registró por primera vez en 2011 en un 20,2 por ciento.

En agosto del año pasado, el ministro de Salud Pública y viceprimer ministro de Tailandia, Anutin Charnvirakul, declaró que los cigarrillos electrónicos presentan riesgos significativos para la salud de los usuarios y que el vapeo ayuda a crear nuevos fumadores, especialmente entre los jóvenes de Tailandia.

Según un estudio reciente de la Oficina para el Mejoramiento y las Disparidades de la Salud, el Reino Unido indicó que vapear redujo significativamente la exposición a sustancias nocivas en comparación con fumar, como lo demuestran los biomarcadores asociados con el riesgo de cáncer y afecciones respiratorias y cardiovasculares.

Además, una encuesta analítica realizada por Lee, Coombs y Afolalu (2018) dijo que los factores reales del vapeo entre los jóvenes aún no se han probado. Además, según el Real Colegio de Médicos, los informes que indican que los adolescentes que usan vapeo corren el riesgo de potencialmente dar a luz a una generación afectada por la nicotina no se basan en evidencia.

Si los formuladores de políticas tuvieran esto en cuenta, tal vez habría más personas con diferentes opciones para la reducción de daños en Tailandia, y tal vez menos casos de abuso por parte de agentes de policía.

Tarmizi Anuwar es la asociada de país de Malasia del Consumer Choice Center.

Vuelve al comienzo
es_ESES

Síganos

WASHINGTON

712 H St NE PMB 94982
Washington, DC 20002

BRUSELAS

Rond Point Schuman 6, Box 5 Bruselas, 1040, Bélgica

LONDRES

Casa de la Cruz Dorada, 8 Duncannon Street
Londres, WC2N 4JF, Reino Unido

Kuala Lumpur

Block D, Platinum Sentral, Jalan Stesen Sentral 2, Level 3 - 5 Kuala Lumpur, 50470, Malasia

© COPYRIGHT 2025, CENTRO DE ELECCIÓN DEL CONSUMIDOR

También del Centro de Elección del Consumidor: ConsumerChamps.EU | ComercioLibre4us.org