fbpx

Nicht kategorisiert

Pentingnya Kerja Sama Internasional für Meningkatkan Perlindungan Kekayaan Intellektual in Indonesien

Perlindungan hak kekayaan intelektual merupakan salah sat instrument yang tidak terpisahkan und sangat penting untuk meningkatkan inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya perlindungan kekayaan intelektual yang kuat, maka kita akan memastikan bahwa para inovator dan pekerja kreatif akan mendapatkan manfaat ekonomi dari karya yang mereka buat.

Inovasi tentu merupakan hal yang sangat krusial untuk mengembangkan industri, khususnya industri yang sangat bertumpu pada kreativitas seperti industri kreatif. Terlebih lagi, kita saat ini tinggal di era digital dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Menjadi negara yang inovatif tentu merupakan sebuah keharusan.

Tanpa adanya perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat, maka para inovator dan pekerja industri kreatif tidak akan bisa untuk mendapatkan hak mereka atas hasil karya yang mereka buat, karena karya tersebut dapat dengan mudah dibajak oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dengan demikian, insentif seseorang untuk berkarya dan berinovasi juga akan semakin menurun.

Di Indonesien sendiri, masih terdapat tantangan yang tidak sedikit dalam menegakkan perlindungan hak kekayaan intelektual. Bila kita pergi ke banyak pusat perbelanjaan di berbagai kota misalnya, dengan mudah kita bisa menemukan banyak produk-produk bajakan dalam berbagai bentuk, mulai dari pakaian, peralatan rumah tangga, dan lain sebagainya.

Kemajuan teknologi, yang tentunya membawa manfaat yang sangat besar bagi Indonesien, juga menimbulkan tantangan lain yang harus bisa kita selesaikan bersama. Melalui berbagai toko di dunia maya misalnya, kita bisa dengan mudah mendapatkan banyak produk bajakan. Selain itu, perkembangan teknologi juga membuat berbagai karya seni seperti musik dan film bisa dibajak dan diakses dengan lebih mudah oleh banyak orang.

Selain itu, hal lain yang juga sangat penting untuk diperhatikan adalah, persoalan mengenai pembajakan karya dan pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual bukan hanya hal yang terjadi di Indonesia. Masalah ini merupakan masalah yang memiliki ruang lingkup global, dan oleh karena itu kerja sama dengan negara lain atau lembaga internasional merupakan hal yang sangat penting.

Tidak sedikit misalnya, barang-barang dan juga produk bajakan yang masuk ke Indonesia yang diproduksi di negara lain. Beberapa waktu lalu misalnya, Bea Cukai Indonesia berhasil menyita lebih dari 800.000 produk pulpen bajakan yang diimpor dari China (dgip.go.id, 1.9.2020).

Indonesien sendiri saat ini sudah melakukan beberapa program kerja sama dengan lembaga internasional terkait dengan penguatan perlindungan hak kekayaan intelektual. Beberapa waktu lalu misalnya, Pemerintah Indonesia, melalui Dirjen Kekayaan Intelektual (DJKI) bersama dengan Asia-Pacific Economic Cooperation – Digital Economy Steering Group (APEC-DESG) menggelar workshop internasional di Nusa Dua, Bali (nusabali.com, 29.11.2022 ).

Salah satu dari tujuan diadakannya acara tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan öffentlich kekayaan intelektual berbasis digital. Salah satunya adalah melalui peningkatan teknologi, seperti Artificial Intelligence (AI). AI sendiri digunakan oleh DJKI salah satunya adalah untuk pemeriksaan Hak Kekayaan Intellektual untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat (nusabali.com, 29.11.2022).

DJKI sendiri juga sudah Membuat Programm-Programm kecerdasan buatan yang ditujukan untuk mempermudah layanan pencatatan dan juga pelrindungan kekayaan intelektual. Dalam forum internasional ini, kita juga bisa belajar dari lembaga-lembaga terkait dan juga lembaga perlindungan kekayaan intelektual dari berbagai negara mengenai bagaimana cara terbaik untuk mengimplementasikan kecerdasan buatan dalam rangka memperkuat perlindungan hak kekayaan intelektual.

Adanya forum internasional seperti ini untuk meningkatkan tentu merupakan hal yang patut kita diapresiasi. Melalui forum ini, kita bisa saling belajar dari negara lain terkait dengan perkembangan upaya perlindungan hak kekayaan intelektual, dan juga pada saat yang sama bisa memperkenalkan hasil karya tradisional negara kita kepada para pembangku kepentingan dari negara lain.

Tidak hanya lembaga negara, kerja sama dengan organisasi international dalam rangka upaya untuk memperkuat perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia misalnya, juga bisa digunakan oleh lembaga non-pemerintah atau pun akademisi. 

Beberapa waktu lalu misalnya, diadakan acara Koneferensi Internasional Perlindungan Kekayaan Intelekual (Internationale Konferenz über geistige Eigentumsrechte) di kota Lombok, yang salah satu poin bahasan pentingnya adalah bagaimana penguatan perlindungan hak kekayaan intelektual merupakan langkah yang sangat penting untuk pemulihan ekonomi di (kumparan.com, 16.10.2022).

Selain itu, tentu ada banyak bentuk kerja sama internasional lain yang bisa kita lakukan dengan berbagai pihak. Salah satunya misalnya adalah melalaui perjanjian kerja sama ekonom dan investasi bilateral dengan negara lain. Indonesien sendiri misalnya, beberapa waktu lalu sudah membuat kesepakatan bilateral dengan Amerika Serikat terkait dengan hal tersebut, salah satunya adalah melalui kesepakatan Handels- und Investitionsrahmenabkommen zwischen Indonesien und den USA (TIFA) (liputan6.com, 17.5.2018).

Sebagai penutup, perlindungan hak kekayaan intelektual merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Namun, permasalahan tentang pelanggaran terhadap hak kekayaan inelektual merupakan masalah global, dan tidak bisa diselesaikan oleh satu negara saja. Maka dari itu, kerja sama internasional dengan negara atau lembaga lain merupakan hal yang sangat penting.

Ursprünglich veröffentlicht hier

Das EU-Parlament riskiert, digitale Innovationen „für immer aufzuhalten“, wenn es die Umweltprüfung von Proof-of-Work-Mining, Bitcoin und der Kryptoökonomie akzeptiert

BRÜSSEL, BE – Der Ausschuss für Wirtschaft und Währung des Europäischen Parlaments wird dies tun heute abstimmen auf einem umfassenden Regulierungsvorschlag namens MiCA (Market in Crypto-Assets). Dieser Vorschlag ist seit Monaten in Arbeit, jedoch wurden dem Vorschlag in letzter Minute mehrere Änderungen hinzugefügt, die, wenn sie angenommen werden, das Bitcoin- und Kryptowährungs-Mining in der Europäischen Union effektiv verbieten und Tausende von Innovatoren aus Europa vertreiben könnten.

„Durch das effektive Verbot der Ausgabe oder des Angebots zum Austausch von Krypto-Assets, die auf Proof-of-Work-Protokollen gemäß Umwelt-, Sozial- und Governance-Richtlinien beruhen, würde die Europäische Union einen katastrophalen Schritt machen, der nicht nur die aufstrebende Krypto-Industrie, sondern auch den Rest auslöschen würde auch den Verbrauchern schaden und die technologische Führungsrolle bei Innovationen erneut an die Vereinigten Staaten abtreten“, sagte Aleksandar Kokotović, Crypto Fellow am Consumer Choice Center, einer globalen Verbrauchervertretung.

„Wenn diese Änderungen angenommen werden, werden die EU-Regulierungsbehörden der Kryptoindustrie in den Mitgliedstaaten einen verheerenden Schlag versetzen. Nicht nur das Bitcoin-Mining wird einer sofortigen Prüfung unterzogen, sondern der gesamte auf Ethereum basierende Defi-Raum, die aufstrebende NFT-Industrie und Hunderte von Unternehmen werden gezwungen sein, EU-Bürger zu schließen, umzuziehen oder ihnen die Nutzung ihrer Dienste zu verbieten. Indem sie Einzelpersonen und Unternehmen nicht die von ihnen bevorzugten Technologien auswählen lassen, verstoßen die EU-Regulierungsbehörden gegen die Grundsätze der technologischen Neutralität und schaffen einen sehr gefährlichen und schädlichen Präzedenzfall.

„Wenn die EU Innovationen und die finanzielle Souveränität ihrer Bürger komplett unterdrücken will, ist dies der richtige Weg. Wenn es Millionen von Arbeitsplätzen, Talenten und Wert verlieren will, die mit Innovationen einhergehen, dann ist dies ein guter Plan dafür. Andernfalls dürfen diese Änderungen nicht verabschiedet werden“, sagte Kokotović.

Yaël Ossowski, stellvertretender Direktor des Consumer Choice Center, sagte, eine solche Abstimmung birgt die Gefahr, dass digitale Innovationen im Block aufgrund fehlerhafter Umweltziele „für immer blockiert“ werden, insbesondere angesichts des Krieges in der Ukraine.

„Der russische Krieg in der Ukraine hat gezeigt, dass Europa es sich zu bequem gemacht hat, hochfliegende Umweltziele und Ideologien einzusetzen, um seine Energiepolitik zu besänftigen und seine Sicherheit zu riskieren. Durch die Verwendung ähnlicher Umweltkennzahlen auf der Grundlage von ESG, um Innovationen für Bitcoin und das Schürfen von Kryptowährungen zu stoppen, riskiert die Europäische Union, digitale Innovationen für immer aufzuhalten und Milliarden an Vermögenswerten und Unternehmertum vom Kontinent zu verdrängen“, sagte Ossowski.

„Die Verdrängung der Kryptowährungsindustrie außerhalb der EU wird die Bürger dazu ermutigen, das Gesetz zu umgehen und lockerer regulierte Plattformen und Dienste zu nutzen, während die Europäer gleichzeitig ihrer Wahlmöglichkeit für Verbraucher beraubt werden.

„Bitcoin und andere Proof-of-Work-Kryptowährungen stellen eine Revolution im digitalen Geld dar, insbesondere weil der Proof-of-Work im Vergleich zu unserem Fiat-Geldsystem ein einzigartig starker und fairer Weg ist, um die Schaffung von digitalem Eigentum zu regeln. Die Anreize, nach sauberer und grüner Energie zu suchen, bestehen wegen Bitcoin und Kryptowährungen, nicht trotz ihnen“, fügte Ossowski hinzu.

„Wir hoffen, dass die EU-Parlamentarier die erhebliche Dummheit erkennen, die sie einführen werden, wenn sie die Stimmen der Verbraucher ablehnen und für die Änderungsanträge ALT A und ALT G zum Vorschlag zu Märkten für Krypto-Assets stimmen, die effektiv Proof-of-Work-Währungen in die Knie zwingen würden EU“, sagte Ossowski.

Der CCC vertritt Verbraucher in über 100 Ländern auf der ganzen Welt. Wir beobachten Regulierungstrends in Washington, Ottawa, Brüssel, Genf und anderen Hotspots der Regulierung genau und informieren und aktivieren die Verbraucher, um für #ConsumerChoice zu kämpfen. Erfahren Sie mehr unter verbraucherwahlzentrum.org.

Reaktion auf die jüngste Berichterstattung in den Medien über die Schadensminderungsarbeit des CCC:

Ein neues Jahr bedeutet neue Vorwürfe von sogenannten Journalisten, die nicht damit leben können, dass der CCC für die Verbraucher kämpft und seine Arbeit und seine Unterstützer transparent macht. Diesmal ist es ein Artikel in The Daily Beast in den USA, und es fühlt sich ein bisschen wie Groundhog Day an. Aber wir werden die Gelegenheit nutzen, um noch einmal zu betonen, wie wir arbeiten:

 

Der CCC hat keine „Geheimen Unterstützer“!

CCC ist transparent, dass es Mittel von gewinnorientierten Unternehmen erhält, und dies wird deutlich auf unserer Website angezeigt. Dazu gehört die Tatsache, dass das CCC von British American Tobacco sowie von vielen anderen Unternehmen, Einzelpersonen und Gruppen finanziert wird. Das ist kein Geheimnis. Wir freuen uns über Spenden von Unternehmen und Einzelpersonen, die unsere Mission unterstützen und unsere Unabhängigkeit respektieren, und wir schämen uns nicht dafür. 

 

Das CCC arbeitet völlig unabhängig von seinen Spendern!

CCC begrüßt die Finanzierung durch gewinnorientierte Unternehmen, Stiftungen und Einzelpersonen, die unsere Mission teilen. CCC arbeitet völlig unabhängig von seinen Spendern, und alle unsere Spender respektieren dies. Die Behauptung, dass irgendein Spender „die Show leitete“ oder irgendeine unserer Aktivitäten leitete, ist vollständig und nachweislich falsch. Wir haben die in dem Artikel genannte Person nie getroffen oder auch nur von ihr gehört, und weder sie noch irgendjemand außerhalb von CCC übt irgendeine Richtung unserer Aktivitäten aus. 


Anonyme Behauptungen von verärgerten ehemaligen Subunternehmern sind keine Tatsachen!

Eine unserer Agenturen hat einen Subunternehmer beauftragt, uns dabei zu helfen, die globale Vaping-Community in den sozialen Medien zu erreichen. Dies ist ein wichtiger Weg für uns, Dampfer zu erreichen, die aufstehen und für Verbraucherrechte kämpfen wollen. Dieser Subunternehmer wusste, dass sein Kunde das Consumer Choice Center war und nicht irgendeine andere Firma oder Spender von CCCs. Sie scheiterten bei ihrer Mission und wurden vor mehr als einem Jahr gefeuert. Ihre anonymen Kommentare deuten auf ein völliges Missverständnis und eine falsche Darstellung der Situation hin, und es ist nicht klar, warum. Wenn man bedenkt, wie schlecht sie ihren Job gemacht haben, ist es vielleicht keine Überraschung, dass sie sich nicht erinnern können, wer ihr Mandant war. 

Der CCC hat die WVA ins Leben gerufen, um für Dampfer zu kämpfen!

Bei CCC sind wir sehr stolz auf unsere Arbeit, Leben zu retten, indem wir die Schäden durch das Rauchen von Tabak reduzieren. Deshalb haben wir die WVA ins Leben gerufen. Eine längere Lektüre darüber, warum wir die WVA ins Leben gerufen haben, finden Sie hier: https://consumerchoicecenter.org/why-we-launched-the-world-vapers-alliance/ 

 

Die CCC ist steuerkonform und unabhängig!

CCC ist ein vollständig unabhängiges Unternehmen, das alle relevanten Steuergesetze vollständig einhält. Alles andere ist eine Fehlinterpretation. Hier können Sie mehr lesen: https://consumerchoicecenter.org/about-us/

 

Bidens Unterstützung für die Beschlagnahme des geistigen Eigentums von Impfstoffen schadet der Innovation

Gestern die Biden-Administration angekündigt Es würde die Bemühungen von Ländern wie Indien und Südafrika unterstützen, geistiges Eigentum an COVID-19-Impfstoffen bei der Welthandelsorganisation auszusetzen, indem sie das verwenden TRIPS Verzicht.

„Die USA unterstützen den Verzicht auf IP-Schutz bei COVID-19-Impfstoffen, um zur Beendigung der Pandemie beizutragen, und wir werden uns aktiv an @WTO-Verhandlungen beteiligen, um dies zu erreichen.“ getwittert US-Handelsbotschafterin Katherine Tai.

Yaël Ossowski, stellvertretender Direktor der globalen Verbraucherschutzgruppe Consumer Choice Center, bezeichnete den Schritt des Biden-Administrators als „groben Fehler“.

„Indem die Biden-Regierung die Beschlagnahme von geistigem Eigentum an innovativen Impfstoffen unterstützt, schadet sie aktiv der zukünftigen Innovation und Sicherheit für Biotechnologieunternehmen, die Patente zur Finanzierung ihrer Forschung und Entwicklung verwenden, insbesondere wenn die geschätzten Kosten für die Herstellung eines COVID-Impfstoffs fast $1 Milliarden betragen.

„Dies würde Patienten aktiv schaden, die auf innovative Medikamente und Impfstoffe angewiesen sind, die ansonsten keine Primärfinanzierung erhalten, einschließlich der am stärksten gefährdeten Personen der Welt“, sagte Ossowski.

„Das deutsche Unternehmen BioNTech, das den ersten mRNA-Impfstoff entwickelt hat und sich mit Pfizer für den Vertrieb und die Tests zusammengetan hat, ist ursprünglich ein experimentelles Krebsforschungsunternehmen und beabsichtigt, seine Gewinne zu verwenden, um das nächste Krebsheilmittel zu finden. Bidens Unterstützung für den Patentverzicht würde diese Bemühungen und mehr untergraben.

„Darüber hinaus gibt es nach der Freigabe des IP keine Garantie mehr für die Sicherheit der Impfstoffproduktion, sowohl aufgrund des Fachwissens und der Ausrüstung, die für ihre Herstellung als auch für ihre ordnungsgemäße Lagerung für maximale Effizienz erforderlich sind. Wenn Dosen von Drittanbietern hergestellt werden, die sich auf patentierte Formeln und Verfahren stützen, aber ohne die Spezialisierung, erhöht dies das Risiko, dass Impfstoffe verpfuscht und gefährdete Personen gefährdet werden, was weltweit zu einer zögerlichen Impfung führen könnte“, sagte Ossowski.

„Schlechte Akteure werden es leichter haben, Schwarzmarktprodukte auf den Markt zu bringen. Gefälschte Impfstoffe werden nicht nur die globale Impfkampagne untergraben, sondern auch Leben gefährden und das Vertrauen in Impfstoffe verringern.

„Wenn die Vereinigten Staaten Ländern mit niedrigem und mittlerem Einkommen helfen wollen, die unter der Pandemie leiden, sollten sie alle Dosen des AstraZeneca-Impfstoffs freigeben, die sich in amerikanischen Lagern befinden, die die FDA noch nicht genehmigt hat, und mit dem Export unseres Impfstoffüberschusses beginnen am stärksten betroffenen Länder“, schloss Ossowski.

Lesen Sie unsere ähnlichen Artikel in der Finanzpost.

Michael Bloomberg dreht an der indischen Gesundheitspolitik

Von Shrey Madaan

Große Limonaden, Alkohol, Dampfgeräte und das Internet sind nur einige der Dinge, von denen uns die Weltgesundheitsorganisation fernhalten möchte.

Gesetzgeber sagen, dass es seine Untertanen vor bösen Elementen schützt, um sie zu schützen. Aber viele Kritiker glauben auch, dass die indische Sensibilität aus ernsteren Stoffen besteht, und sind besorgt über Indiens Übergang zu einem „Nanny State“.

Der Nanny-Staat ist die Idee einer Regierung oder Behörden, die sich zu schützend für ihre Wähler verhalten, dh ihre persönlichen Entscheidungen stören und ihre Freiheit und ihr Recht auf Leben behindern. 

Wir haben gesehen, wie Bloomberg Philanthropies versucht hat, dies hier in Indien zu etablieren. Bloomberg Philanthropies spendet seit Jahren Milliarden von Dollar für globale Themen, die dem Milliardär am Herzen liegen, wie Bildung, Umwelt und öffentliche Gesundheit, und verwandelt Bloomberg in eine Art extravagante Privatregierung. 

Dies wird deutlich, als er die Anti-Tabak-Kampagne in Indien startete, die einen drastischen Boom bei Tabakprodukten auslöste, eine starke Grundlage für intellektuelle Präzision bei der Verhängung von Verboten für Dampfgeräte legte und das Gesundheitsministerium davon überzeugte, größere Gesundheitswarnungen auf verschiedenen Konsumgütern zu verabschieden

Dank seiner Nanny-State-Mission wurde Michael Bloomberg zum „Globalen Botschafter für nicht übertragbare Krankheiten und Verletzungen“ der Weltgesundheitsorganisation ernannt, eine Mission, die viele Jahre von ihm selbst finanziert wurde.

Während es bemerkenswert ist, Bloombergs jüngste Ausgaben für die Covid-19-Forschung zu würdigen, ist seine anhaltende Mission, den Kindermädchenstaat über die Soft Power der WHO in Übersee zu verbreiten, nicht nur paternalistisch, sondern auch abwertend. Diese Betonung von Soft Power und Nachlässigkeit gegenüber substanziellen Reformen unterstreicht die Ineffizienz der WHO. 

Ihr Fokus auf Soft Power zeigt sich in der Erhebung von Sodasteuern, der Verhängung von Verboten für E-Zigaretten und Dampfgeräte in Ländern der Dritten Welt und der Initiierung von Anti-Tabak-Kampagnen wie hier in Indien. Da die WHO und Bloomberg diesen verschiedenen Themen so viel Bedeutung beimessen, ist es nicht allzu schwierig, eine Grenze zwischen diesen Aktivitäten und dem Versagen der WHO zu ziehen, den anfänglichen Ausbruch von COVID-19 in China einzudämmen. 

Diese Lücken in der Reaktion auf Covid, zusammen mit der Ablenkung der WHO von ihrer Mission, uns vor Pandemien zu schützen, sind ein Hauptgrund dafür, sich der globalen Expansion des Nanny State durch Leute wie Bloomberg zu widersetzen. Die jüngste Kanalisierung von Geldern in indische gemeinnützige Organisationen im Austausch für eine starke Lobby gegen Tabakprodukte und sicherere Alternativen hat die Glaubwürdigkeit des Einflusses von Billionaire in Frage gestellt und sie unter die Lupe genommen. 

Als Reaktion darauf verstärkte die indische Regierung die Überwachung gemeinnütziger Gruppen und erklärte, dass ihre Handlungen gegen nationale Interessen verstießen. Die indische Regierung verschärfte die Kontrolle von NGOs, die unter dem Foreign Contribution Regulation Act (FCRA) registriert sind. Die Aktion wurde von Kritikern abgelehnt, die behaupteten, die Regierung nutze das Gesetz über ausländische Finanzierung als Waffe, um gemeinnützige Gruppen zu unterdrücken, die sich Sorgen über die sozialen Auswirkungen des indischen Wirtschaftswachstums machen. 

Die vom Geheimdienstflügel des Innenministeriums verfasste Notiz äußerte Bedenken hinsichtlich der Ausrichtung auf indische Unternehmen und ihrer aggressiven Lobby gegen sie. Die dreiseitige Notiz würdigte Bloombergs Absicht, Indien von Tabak und anderen Produkten zu befreien, ging aber auch auf die Bedeutung des Sektors ein, der den Regierungen Einnahmen von 5 Milliarden Dollar jährlich bringt und Arbeitsplätze für Millionen schafft. Die Notiz hob auch die negativen Auswirkungen einer aggressiven Lobby gegen den Sektor hervor und wie er den Lebensunterhalt von 35 Millionen Menschen bedroht. 

Die Schritte zur Förderung von Soft Power Nanny State werden nicht nur geschätzt, sondern von der WHO unterstützt. Da treibt uns die WHO in den Abgrund. Anstatt Ärzte und Gesundheitspersonal mit der notwendigen Versorgung zu versorgen und die Gesundheitssysteme zu verbessern, hat die Opulenz von Bloomberg die WHO als „globale Polizei“ beauftragt, Steuern und Verbote für eine Vielzahl von Konsumgütern auf der ganzen Welt durchzusetzen. 

Die Nanny-Missionen von Bloomberg stellten sich als ernsthafte Bedrohung für den Gesundheitssektor heraus und machten die aktuelle Pandemie noch bedrohlicher. Hoffen wir, dass wir die Auswirkungen hier zu Hause nicht spüren. 

Ursprünglich veröffentlicht hier.

Vorgeschlagenes Verbot aller Vape-Aromen

Wen es angeht,

Im Namen des Consumer Choice Center, einer globalen Verbrauchervertretung, die Millionen von Verbrauchern in Europa und weltweit vertritt, schreibe ich, um unsere große Besorgnis über das vorgeschlagene Verbot aller E-Zigaretten-Aromen zum Ausdruck zu bringen. Wir brauchen eine Politik, die wissenschaftlich fundiert ist und die Wahlmöglichkeiten der Verbraucher verbessert, anstatt erwachsene Verbraucher zu verletzen und ihre Fähigkeit zu untergraben, selbst zu wählen. 

Die Niederlande waren schon immer eine der wenigen Inseln des Liberalismus, ein Musterbeispiel rationaler Innovationsbereitschaft. In den Niederlanden, 3.1% der Erwachsenen verwenden E-Zigaretten, und mit dem bestehenden Verbot fast 260,000 Niederländische Dampfer könnten zum Rauchen zurückkehren. Sowohl kurz- als auch langfristig ist das ein zu hoher Preis, insbesondere angesichts unserer gemeinsamen europäischen Bemühungen zur Senkung der Krebsraten.

Um zu sehen, warum das vorgeschlagene Vape-Verbot ein katastrophaler Schritt wäre, den die niederländische Regierung vermeiden sollte. 

Erstens wurde Dampfen als Instrument zur Schadensminderung erfunden, das sich an erwachsene Raucher richtet, um ihnen zu helfen, auf eine sicherere Alternative umzusteigen und umgekehrt gesundheitliche Risiken zu reduzieren.

Dampfen hat sich als weniger schädlich als Rauchen erwiesen und wurde von britischen, neuseeländischen und australischen Regierungsbehörden als sicherere Alternative empfohlen.

Wie Public Health England gezeigt hat, ist Dampfen weniger schädlich als Tabakzigaretten. Prof. Peter Hajek erklärte: „Meine Interpretation der Beweise ist, dass Raucher, die auf Dampfen umsteigen, fast alle Risiken beseitigen, die das Rauchen für ihre Gesundheit darstellt.“ Prof. McNeill et al., E-Zigaretten um 95% weniger schädlich als Tabak schätzt wegweisende Überprüfung, 2015

Zweitens ist es ein wichtiger Teil der Raucherentwöhnung, Rauchern zu erlauben, mit Vape-Aromen zu experimentieren.  Zwei Drittel der aktuellen Dampfer verwenden irgendeine Form von aromatisierten Flüssigkeiten. Dampfer bevorzugen Nicht-Tabak-Aromen gegenüber E-Zigaretten mit Tabakgeschmack, hauptsächlich weil Aromen sie nicht an den Geschmack von Zigaretten erinnern. 

Eine landesweit repräsentative Längsschnittstudie mit über 17.000 Amerikanern über einen Zeitraum von fünf Jahren zeigte, dass Erwachsene, die aromatisierte Dampfprodukte verwendeten, eher mit dem Rauchen aufhörten als Dampfer, die mit Tabak aromatisierte Dampfprodukte konsumierten. Beim Vergleich der beiden Gruppen, diejenigen, die Aromen verwenden, und diejenigen, die Tabakaromen verwenden, war die Wahrscheinlichkeit, dass Dampfer, die Aromen verwendeten, mit dem Rauchen aufhörten, 2,3-mal höher als bei jenen, die Produkte mit Tabakgeschmack verwendeten.

Laut Untersuchungen zu Vapern in Kanada und den USA verwendet eine Mehrheit der Vaper Vape-Produkte ohne Tabakgeschmack als persönliche Vorliebe. Verbraucher bevorzugen wegen ihres Geschmacks, aber auch weil Tabakaromen Verbraucher an herkömmliche Zigaretten erinnern, im Allgemeinen Aromen gegenüber mit Tabak aromatisierten Vaping-Produkten. Von den Befragten, die als regelmäßige Nutzer gelten, verwenden 63,11 TP2T Produkte ohne Tabakgeschmack (Obst, Minze, Süßigkeiten). Diese Erwachsenen fanden das Dampfen befriedigender (im Vergleich zum Rauchen) als Dampfer mit Tabakgeschmack. 

In unserer neusten Zeitung Dampfen als Einstieg aus dem Rauchen, haben wir die am weitesten verbreiteten Mythen im Zusammenhang mit dem Dampfen entlarvt, darunter Jugenddampfen und Nikotinsucht. Nach Sichtung zahlreicher Studien zu diesem Thema sind wir vom Consumer Choice Center der Meinung, dass ein Verbot von E-Zigaretten-Aromen nicht nur eine Verletzung der Wahlfreiheit des Verbrauchers, sondern vor allem eine wissenschaftlich ignorante Politik wäre. Die niederländische Regierung kann solche Vorschläge übertreffen und eine lange Tradition der Freiheit auf dem Kontinent fortsetzen, anstatt auf ungerechtfertigte Bevormundung zurückzugreifen.

Erwachsene Raucher sollten die Wahl haben, auf eine sicherere Alternative umzusteigen, die sich als wirksames Mittel zur Rauchentwöhnung erwiesen hat, und Vape-Aromen tragen entscheidend dazu bei, dass diese Bemühungen ein Erfolg werden. Wir müssen das Dampfen annehmen, um gesundheitsbedingte Risiken wie Krebs zu reduzieren. Für Raucher und für zukünftige Generationen.

Mit freundlichen Grüßen,

Maria Chaplia
Forschungsleiter 
Verbraucherwahlzentrum

Verbraucher und Bar-/Restaurantbesitzer sagen „JA“ zu HB 536

Das Consumer Choice Center befürwortet eine sichere und rechtzeitige Rückkehr zum Geschäft für Gebiete mit einem geringeren Risiko für den Ausbruch des Coronavirus

Raleigh, NC – Gestern verabschiedete der Senat des Staates NC HB 536, das Gesetz zur sicheren Wiedereröffnung von Bars und Restaurants in Übereinstimmung mit den Richtlinien, die sowohl von den Centers for Disease Control and Prevention als auch vom North Carolina Department of Health and Human Services festgelegt wurden .

Yaël Ossowski, stellvertretender Direktor des Consumer Choice Center, sagte:

„Es ist jetzt eine Notwendigkeit, Geschäftsinhabern die rechtlichen Mittel zu geben, um Kunden sicher zu öffnen und zu bedienen“, sagte Ossowski. „Betrieben in Hochrisikogebieten sollte geraten werden, geschlossen zu bleiben, bis die Gesundheitsbehörden etwas anderes sagen, aber diese Entscheidung muss bei den Geschäftsinhabern liegen.

„Wir alle erkennen die Risiken durch die Verbreitung von COVID-19 an, aber wir müssen jetzt darauf vertrauen, dass sowohl die Eigentümer von Bars und Restaurants als auch die Verbraucher verantwortlich sind und die von den Landes- und Bundesbehörden festgelegten Richtlinien befolgen.

„Ein bundesweit einheitlicher Ansatz, bei dem Städte und Landkreise trotz unterschiedlicher Fallzahlen allen gleichen Restriktionen ausgesetzt sind, ist nach mehr als zwei Monaten Lockdown nicht mehr haltbar“, sagte Ossowski.

„Dieses Gesetz enthält Bestimmungen für die sichere Wiedereröffnung sowohl im Außen- als auch im Innenbereich sowie die Bestätigung einer modernisierten Alkoholpolitik, die alle Verbraucher und Einwohner von North Carolina begünstigt. Gouverneur Cooper sollte dieses Gesetz unterzeichnen und den Einwohnern von North Carolina neues Selbstvertrauen geben, um sicher wieder Handel zu treiben.“

„Der Gesetzgeber sollte auch versuchen, unsere Alkoholgesetze dauerhaft zu ändern, um die Verbraucher besser zu stärken und ihnen mehr Auswahlmöglichkeiten zu bieten. Eine Lockerung der Beschränkungen, wie Lebensmittel- und Getränkebetriebe ihre Produkte servieren, anbieten und liefern können, sollte sofort in Betracht gezogen werden“, sagte Ossowski.

Mehr über unseren Vorschlag für eine modernisierte Alkoholpolitik hier.

Das Consumer Choice Center ist die Interessenvertretung der Verbraucher, die die Freiheit des Lebensstils, Innovation, Datenschutz, Wissenschaft und Wahlmöglichkeiten der Verbraucher unterstützt. Unsere Schwerpunkte liegen in den Bereichen Digital, Mobilität, Lifestyle & Konsumgüter sowie Gesundheit & Wissenschaft.

Ursprünglich hier veröffentlicht.

Illiberale Regime nutzen die Pandemie, um die Grundlagen der Demokratie anzugreifen

Wir haben 75 Jahre gebraucht, um die Freiheit in einigen Teilen Europas nach den totalitären Schrecken des Zweiten Weltkriegs wieder aufzubauen, und weniger als drei Wochen, um sie wieder in die Knie zu zwingen.

Mit dem sich abzeichnenden Coronavirus im Hintergrund werden besorgniserregende Aushöhlungen der Meinungs- und Medienfreiheit durch Europa gehetzt.

Am 30. März verabschiedete das ungarische Parlament ein Gesetz, das es dem Führer der nationalistischen Bewegung des Landes, Viktor Orban, erlaubt per Dekret regieren unbegrenzt. Das Gesetz ermöglicht es Orbans Regierung, jeden zu verhaften, der falsche Tatsachen veröffentlicht, die die „erfolgreiche Verteidigung“ der öffentlichen Gesundheit beeinträchtigen oder im Zusammenhang mit dem Coronavirus „Verwirrung oder Unruhe“ stiften können.

Die Hexenjagd nach persönlichen Freiheiten folgte und führte zu eine Reihe von Festnahmen. Ein derart weitreichender Ermessensspielraum seitens der Regierung ist ein Todesurteil für die Meinungsfreiheit, den Eckpfeiler der Demokratie.

Die Meinungsfreiheit spielt eine wesentliche Rolle bei der Schaffung von Rechenschaftspflicht zwischen der Regierung und ihren Wählern und erleichtert die wahllose Hin- und Her-Kommunikation. Wenn Regierungen diese Freiheit monopolisieren, kann die Demokratie ausgelöscht werden.

Orban hat das richtige Ziel gewählt. Auch wenn behauptet wird, dass diese Gesetze nach dem Ende der Pandemie gelockert werden, deutet seine Bilanz auf das Gegenteil hin. Seit seinem Sieg im Jahr 2010 hat Orban die staatliche Kontrolle über die Medien verschärft, um jede Opposition zu unterdrücken, und die institutionellen Kontrollmechanismen schrittweise ausgehöhlt. Ihm zufolge muss ein Staat nicht liberal sein, um eine Demokratie zu sein.

Aber es ist nicht nur Ungarn. In Serbien führte das Dekret der Regierung über die Zentralisierung von Informationen während des Coronavirus-Notstands zu Festnahmen. Nachdem Ana Lalić, eine serbische Journalistin, am 1. April über einen Mangel an medizinischer Schutzausrüstung für das Personal eines medizinischen Zentrums in Serbien berichtet hatte, wurde festgehalten. Lalić wurde beschuldigt, öffentliche Unruhen verursacht zu haben, indem er während des Notfalls gefälschte Nachrichten verbreitet hatte.

In ähnlicher Weise hat das polnische Gesundheitsministerium es für medizinische Berater illegal gemacht unabhängige Meinungen abgeben über die epidemiologische Lage, den Zustand der Krankenhäuser und Methoden des Infektionsschutzes. Sich über den Mangel an Schutzausrüstung zu äußern, kann polnische Ärzte einen Job kosten.

Mittlerweile sowohl Slowenien als auch Tschechien angekündigt haben dass sie die Anwesenheit von Journalisten bei offiziellen Pressekonferenzen ganz einstellen. Laut Dunja Mijatović, Menschenrechtskommissarin des Europarates, war ein slowenischer Journalist, der um Informationen über die von der Regierung ergriffenen Maßnahmen zur Bekämpfung der Pandemie ersucht hatte, das Ziel von a Hetzkampagne durch Medien, die der politischen Partei nahestehen, die die Regierungskoalition anführt.

Trotz der wachsenden Zahl von Fällen in Russland drängt Wladimir Putin weiterhin auf eine landesweite Abstimmung über eine Verfassungsreform, die möglich wäre befähigen ihn bis 2036 an der Macht bleiben. Am 13. Mai russischen Gesetzgeber eine Rechnung verabschiedet die es den Russen ermöglicht, per Post oder online für Putins Verfassungsänderungen zu stimmen. Höchstwahrscheinlich wird Putin es durchsetzen, denn ähnlich wie Ungarn, macht das Sprechen gegen die Regierung automatisch einen Ketzer.

Wo Menschen dazu gedrängt werden, sich zwischen dem Schutz ihres Lebens und dem ihrer Lieben und einem Akt des politischen Widerstands zu entscheiden, entscheiden sich die meisten für Schweigen. Eine solche Entscheidung zu erzwingen ist jedoch unmenschlich, manipulativ und wird am Ende zum Untergang der Regierungen führen, die dies tun.

Als glühender Bewunderer der Maßnahmen Chinas zur Eindämmung des Coronavirus hat Putin auch zu totalitären Maßnahmen gegriffen. Der Finanzzeiten und New York Times könnte bald sein aus Russland verbannt für die Enthüllung der Wahrheit über die Sterblichkeitsrate im Land. Das erste Ziel der russischen Anti-Fake-News-Kampagne waren jedoch seine eigenen Bürger, die es sind bestraft werden für die Verbreitung von „Fake-Informationen“ über Covid-19. Die ohnehin schon sehr geringe Anzahl bürgerlicher Freiheiten in Russland ist enorm bedroht.

Freie Wahlen sind ein Schlüsselmerkmal des demokratischen Regimes, aber allein nicht ausreichend. Echte Demokratie kann ohne Bürgerrechte und insbesondere das Recht auf Widerstand durch Proteste, freie Meinungsäußerung und freie Medien nicht existieren.

Man könnte sich kaum eine bessere Entschuldigung vorstellen, um schnell mit einer illiberalen Agenda fortzufahren, als einen Notfall im Bereich der öffentlichen Gesundheit. Es gibt einen Grund, warum illiberale Regierungen so viel in Propaganda investieren. Die eigentliche Wurzel ihrer Macht liegt in künstlich geschaffenen und erschreckend mächtigen Erzählungen, die wiederholt und konsequent verbreitet werden, während jede abweichende Stimme zensiert wird. Meinungsfreiheit ist für die Demokratie, was Eigentumsrechte für die Wirtschaft sind. Die Monopolisierung von beidem führt zu Disruption.

Wir sind also in einer Sackgasse. Einerseits könnte uns diese Pandemie davon abhalten, uns an der unfreien Welt und ihren Taktiken zu orientieren.

Auf der anderen Seite könnte der Alptraum der Notlage zu unserer dauerhaften Realität werden, indem wir Regierungen geben Blankovollmacht strenge Beschränkungen unserer Freiheiten durchzusetzen. Es ist schwer vorstellbar, jeden möglichen Ungehorsam wirksamer zu unterdrücken als durch den Appell der Angst um unsere Gesundheit, ganz zu schweigen von der unserer Eltern, Freunde und buchstäblich aller, die uns am Herzen liegen. Dies bietet illiberalen Demokratien die einmalige Gelegenheit, ihre totalitären Bestrebungen als Teil von Notfallpaketen zur Eindämmung der Pandemie zu tarnen.

Hoffen wir das Beste, aber seien Sie bereit, sich im schlimmsten Fall zu wehren. Demokratie wurzelt in Meinungs- und Medienfreiheit und wir müssen sie um jeden Preis verteidigen.


Das Consumer Choice Center ist die Interessenvertretung der Verbraucher, die die Freiheit des Lebensstils, Innovation, Datenschutz, Wissenschaft und Wahlmöglichkeiten der Verbraucher unterstützt. Unsere Schwerpunkte liegen in den Bereichen Digital, Mobilität, Lifestyle & Konsumgüter sowie Gesundheit & Wissenschaft.

Der CCC vertritt Verbraucher in über 100 Ländern auf der ganzen Welt. Wir beobachten regulatorische Trends in Ottawa, Washington, Brüssel, Genf und anderen Hotspots der Regulierung genau und informieren und aktivieren die Verbraucher, um für #ConsumerChoice zu kämpfen. Erfahren Sie mehr unter verbraucherwahlzentrum.org

Setzen Sie normale Verbraucher nicht dafür ein, dass sie Thomas-Cook-Urlauber zurückfliegen

KONTAKT:
Fred Röder
Geschäftsführer
Verbraucherwahlzentrum
fred@consumerchoicecenter.org

Setzen Sie normale Verbraucher nicht dafür ein, dass sie Thomas-Cook-Urlauber zurückfliegen

London, Vereinigtes Königreich - Am Montag das Reiseunternehmen Thomas Cook angekündigt es würde den Betrieb sofort einstellen, nachdem es nicht in der Lage war, genug Geld aufzubringen, um seine Schulden zu begleichen. Dies hat Hunderttausende von Reisenden hinterlassen ohne Rückflug von ihren Urlaubszielen.

Als Reaktion darauf forderten mehrere Politiker im Vereinigten Königreich staatliche Hilfen für Thomas Cook, und die Regierung wurde aufgerufen, einzugreifen und gestrandeten Reisenden zu helfen.

Fred Roeder, Managing Director des Consumer Choice Center in London, antwortete, dass ein Eingreifen der Regierung der falsche Weg sei.

„Es ist traurig zu sehen, wie ein alteingesessenes Reiseunternehmen wie Thomas Cook untergeht“, sagte Roeder. „Aber viele Politiker wollen gestrandeten Reisenden ihre Unterstützung zeigen, indem sie sie auf Kosten der Steuerzahler nach Hause fliegen.

„Obwohl es sehr bedauerlich ist, am Ende eines Urlaubs gestrandet zu sein, sollte man sich fragen, warum Steuerzahler für Touristen zahlen sollten, die keine Insolvenz- oder Reiseversicherung abgeschlossen haben?

„Warum sollten diejenigen, die zu Hause geblieben sind, weil sie entweder kein Geld oder keine Zeit für einen Urlaub hatten, diejenigen aus der Patsche helfen, die eine Urlaubsreise machten, aber die paar Pfund mehr für eine Versicherung nicht ausgeben wollten? Dies ist praktisch das Szenario, mit dem gewöhnliche britische Verbraucher und Steuerzahler konfrontiert sind“, sagte Roeder.

„Wir können nicht erwarten, dass Briten, die nicht in den Urlaub gefahren sind, diejenigen retten, die auf eine angemessene Versicherung verzichtet haben, und das Unternehmen effektiv für sein eigenes finanzielles Chaos retten.

„Dass Fluggesellschaften und Reiseveranstalter bankrott gehen, kommt regelmäßig vor. Monarch und AirBerlin sind nur zwei aktuelle europäische Beispiele. Wenn der Staat bei jeder Pleite eines Reiseunternehmens eingreift, werden falsche Anreize gesetzt: Reisende schließen keine Versicherungen ab und riskieren gleichzeitig, stark rabattierte Angebote von angeschlagenen Reiseunternehmen zu buchen.

„Wenn das passiert, steht die nächste staatlich geförderte Luftbrücke vor der Tür“, sagte Roeder.

Das Consumer Choice Center kämpft für erschwingliche Flüge auf der ganzen Welt. Lesen Sie hier mehr.

Das Consumer Choice Center ist die Interessenvertretung der Verbraucher, die die Freiheit des Lebensstils, Innovation, Datenschutz, Wissenschaft und Wahlmöglichkeiten der Verbraucher unterstützt.

Wir vertreten Verbraucher in über 100 Ländern auf der ganzen Welt und beobachten regulatorische Trends in Ottawa, Washington, Brüssel, Genf und anderen Hotspots der Regulierung genau und informieren und aktivieren die Verbraucher, um für #ConsumerChoice zu kämpfen. Erfahren Sie mehr unter verbraucherwahlzentrum.org.

Classement : les dix aéroports européens les plus conviviaux

Le Verbraucherwahlzentrum ein lancé Sohn European Airport Index, qui classe BrüsselZürich et Düsseldorfen tête des 10 premiers aéroports d'Europe en termes de convivialité pour les passagers.

Cet index, le premier du genre en Europe, devrait être utilisé «Pour informer à la fois les consommateurs et les administrateurs quant à savoir qui fait le meilleur travail pour accueillir les passagers », Souligne dans son Communiqué The Consumer Choice Center (CCC), dont le Top 5 est dominé par Bruxelles-Zaventem et Zurich-Kloten, devant les plateformes de Düsseldorf, Madrid-Barajas Adolfo Suarez et Manchester. Viennent mit Bad KopenhagenAmsterdam-SchipholStockholm-ArlandaFrankfurt et München.

Paris-Orly est cité comme 4eme au niveau de l'expérience client (en nombre de passagers par an par restaurants et magasins), tandis que Madrid est présenté comme «le seul aéroport du sud dans le palmarès» – où ne figure aucune plateforme d'Europe de damit nicht. Les meilleurs en termes de distance du centre ville sont Dublin et Lissabonne, tandis que London-Heathrow se distingue par le nombre de salons d'aéroport (44, soit 1,82 millions de passages par salon, moins que Zurich ou Moscou-Wnukowo respektive deuxième et troisième). Ni Heathrow ni Paris-CDG, dont le traffic est triple de celui des deux gagnants, n'entre dans le Top 10, beachten Sie le CCC.

Les 30 Flughäfen les plus importants d'Europe en nombre de passagers ont été étudiés selon un système de points établi par le centre, en fonction d'un ensemble de facteurs « allant de l'emplacement et des options de transport à l'expérience en aéroport et au réseau aérien », Selon Fred Roeder, Generaldirektor des CCC, Coauteur de cette étude. D'autres facteurs ont été pris en compte dans le classement, notamment « les passerelles d'embarquement plutôt que l'embarquement par bus, la proximité du centre-ville, le nombre de salons, les temps d'attente et le respekt des horaires par les compagnies aériennes ». Des Points supplémentaires ont été attribués aux aéroports ayant obtenu une autorisation prealable pour les vols avec les Etats-Unis (TSA pre-clearance) ou leur capacité de diffuser les temps d'attente au passage de la sécurité.

Yaël Ossowski, Adjoint-Direktor des Consumer Choice Center, eine Erklärung zu dieser Klasse « démontre le pouvoir d'offrir à la fois fonctionnalité et confort » dans les grands aéroports : Comme tout voyageur le sait Pendant l'été, de nombreux aéroports « sont aux prises avec des pics de passagers en haute saison, et cette experience se répercute sur tous ceux qui prennent un vol. Des Points on été attribués aux aéroports qui offraient ofexcellentes destination dans le monde entier, mais aussi un melange sain of boutiques, de restaurants et de commodités » dans l'aéroport. Das System der Punkte « vous donne un excellent aperçu des aéroports que vous devriez envisager d'utiliser lors de votre prochain voyage, que ce soit pour vos vacances ou pour votre travail », at-il conclu.

L’étude complète du CCC est verfügbar ici.

Ursprünglich hier veröffentlicht

Scrolle nach oben